Menendang, memukul, menghindar menjadi cara jitu bagi mereka semua untuk melumpuhkan lawan mereka. Sebisa mungkin mereka tidak menggunakan senjata mereka sementara waktu.
Ketua Mafia Crow memukul telak perut Hasan begitu kuat. Rasa sakit begitu terasa hingga ke tulang. Riuh suara sekelompok pemuda yang tengah melawan Lena dan Hafi bercampur dengan riuh kesakitan musuh yang tergeletak.
Krak!
Hasan mengernyit.
Jika saja tak waspada, sudah pasti kepalanya akan terpisah dari tubuhnya. Bahkan dinginnya samurai masih terasa di area sisi wajahnya. Hunusan samurai itu bisa menjadi penentu kekalahannya.
Hafi dan Lena memasang kuda-kuda bertarung. Mengepal tangan, bersiap menyerang musuh yang juga tengah memasang kuda-kuda. Seragam loreng yang mereka kenakan basah akibat keringat yang membanjiri seluruh tubuh.
Terlihat raut wajah lelah dari musuh, dada naik turun berusaha meraup udara dengan rakus. Mereka sudah kelelahan.
Lena dan Hafi melakukan serangan kombinasi yang luar biasa. Mereka berdua menjadi rekan yang luar biasa saat di medan tempur.
"Sial, dimana si serangga itu?" umpat kesal dilontarkan oleh Lena. Faktor kelelahan menjadi penyebabnya. "...kalau dia tidak bisa membidik sudah ku jadikan kepala mereka menjadi donat sedari tadi." tambahnya lagi.
Musuh melayangkan pukulan. Lena segera menghindar pukulan lawan yang terarah ke dagu.
Hafi tak menjawab. Sudah menjadi kebiasaan Lena jika kelelahan.
Orang yang dicari Lena tengah berkonsentrasi pada pergerakan lawan dari salah satu ruang samping gedung hotel. Tangannya menggenggam erat SSG 69 yang menjadi senjata andalannya. Sesekali bergumam kecil saat target terlalu banyak melakukan pergerakan.
Tangan mengarah lurus pada wajah Hasan. Namun, Hasan sigap. Segera menghindari serangan dadakan tersebut. Berhasil menghindar, Hasan segera membalasnya dengan pukulan telah ke area dagu musuh.
Buaakk!
Darah segar menyembur kekuar dari mulut saat Hasan berhasil menyerang dagu musuh. Hantaman begitu keras. Seketika Hasan menyunggingkan senyuman iblisnya, serangannya telah berhasil mendarat dengan sempurna.
Bruagghh!
Hasan menoleh saat mendengar suara hantaman keras dari belakangnya. Rupanya Frendy dan Idham melindunginya dari serangan musuh. Musuh tersungkur saat pukulan Frendy dan Idhan tepat mengenai pelipis musuh.
" Sudah saatnya..." kata Hasan dengan santainya.
Menginjak kuat tubuh ketua mafia di hadapannya agar tidak melakukan serangan dadakkan.
Desingan peluru terdengar memekik di telinga, Tim Hasan berhasil melumpuhkan musuh dengan cepat.
Jangan pernah meremehkan mereka, bukan tanpa alasan mereka dijuluki sebagai generasi monster.
Musuh tewas. Lena mengarahkan moncong pistolnya ke arah kening musuh di hadapannya yang tidak lain ialah ketua mafia Crow. Senyuman menawan terlukis di wajahnya saat melihat raut wajah datar dari pimpinan mafia itu.
" Hebat juga dia, tidak merasa takut sama sekali."
Rangga, si pelaku penembakkan barusan keluar dari tempat persembunyian nya. berjalan santai ke arah Hasan.
" Apa yang akan kita lakukan terhadap dia?." tanya Rangga penasaran. Duduk di kasur dengan santainya sambil menggigit buah apel yang tergeletak di atas meja kamar hotel.
" Ck, kau tidak takut jika buah itu beracun?." tanya Lena kesal melihat tingkah Rangga.
Rangga menatap Lena dengan tatapan polosnya. Menggelengkan kepalanya dengan cepat.
" Dasar junior gak ada akhlak." kesal Lena.
Hasan hanya bisa menghela napas berat saat melihat pertengkaran Rangga dan Lena. Hanya masalah sepele malah dibikin ribut.
" Hafi, bawa korban keluar..." Hasan melirik sekilas kearah Hafi yang tengah membalut selimut ketubuh wanita itu. "...Sisanya serahkan kepada kami." tambahnya tegas.
Hafi terdiam. Ia ingin protes namun tak bisa membantah perintah atasannya. Dengan berat hati, Hafi segera membawa Wanita itu ke tempat yang lebih aman.
***
Hotel yang awalnya sepi kini tengah ramai. prajurit berbaju loreng tengah sibuk mengevakuasi anggota Crow. Beberapa anggota yang masih hidup segera dipaksa masuk kedalam mobil truk.
Hafi mengawasi gerak-gerik mereka di salah satu mobil ambulans yang juga hadir. Menemani wanita yang diselamatkan oleh regunya yang tengah dalam pemeriksaan anggota tim medis militer.
Jaket loreng tebal kini membungkus tubuh ramping wanita itu. Hafi meminjam jaket dari salah-satu rekannya. Ia merasa tak enak melihat seorang wanita berkeliaran tanpa sehelai benang pun.
" Terima kasih."
Hafi melirik kearah wanita itu.
"...Aku pikir, aku akan berakhir menjadi wanita simpanan nya." Airmata kini mengalir. Membuat Hafi merasa sakit di dadanya. Wanita itu terlihat sangat putus asa. "...Walau aku sudah tidak pe—"
Hafi menutup mulut wanita itu. Ia tak sanggup mendengar lanjutan perkataan wanita itu.
" Bukan salah mu." Hafi mendongak menatap langit malam yang tak dihiasi taburan bintang. "Lupakan saja... anggap saja malam ini adalah mimpi buruk mu." tambahnya lagi.
" Bagaimana bisa?." jawab wanita itu lirih.
" Bahkan aku merasa jijik dengan tubuh ku sendiri..."
Hafi menyerahkan secangkir air hangat. "Minumlah, disini sangat dingin." Hafi berusaha mengalih topik pembicaraan.
" Terima kasih..." tangan mungil itu segera meraih cangkir berisi air hangat dari tangan Hafi. "...Hafi."
Hafi menoleh saat wanita itu memanggil namanya.
" Bolehkah aku memanggilmu? Hafi?."
Hafi melirik sekilas ke seragam yang ia kenakan. Tertulis jelas jika namanya tertera di sana. Pantas wanita itu tahu namanya. Hafi menghela napas berat, seharusnya ia tidak melepaskan rompi anti pelurunya.
" Nama ku Ailita."
Hafi menganggukan kepalanya sebagai responnya.
" Aku harap, kita bisa bertemu lagi..." Ailita mengucapkannya dengan senyuman begitu tulus.
Hafi tertegun. Melihat senyuman Ailita. Seketika pikirannya melayang. Teringat akan sosok wanita bernama Adella. 'Apakah dia baik-baik saja?' pikir Hafi.
Menatap sekeliling nya berharap jika di salah satu mobil ambulans terdapat sosok wanita yang ia cari-cari. Namun, hasilnya nihil. Ia tak menemukan sosok Adella.
" Apakah masih sakit?."
Ailita tersenyum. " Tidak, sudah mendingan... mungkin besok rasa sakit ini akan hilang." Kata Ailita yang kini menundukkan wajahnya. 'Aku harap' batin Ailita.
" Kalau begitu..."
Hafi berdiri dari posisi duduknya. Melepaskan penyamarannya hingga memperlihatkan rambut hitam panjang sebahunya.
"...Tugas ku sudah selesai. Aku harus kembali bergabung dengan rekan-rekan ku." kata Hafi sambil memandang Ailita.
Tangan nya mengelus surai hitam Ailita dengan lembut. " Mereka akan menemani mu." kata Hafi. Sekilas ia melirik kearah salah satu anggota tim medis tak jauh dari mereka.
"Hm..." sambil menganggukan kepalanya.
Segera Hafi pergi meninggalkan Ailita di sana. Berlari pelan menuju Hasan yang tengah berdiskusi dengan salah satu anggota tim medis.
Alita memperhatikan punggung Hafi yang perlahan menjauh dari pandangannya. Terlindungi oleh beberapa mobil dan orang-orang berseragam yang berlalu lalang. Sibuk akan pekerjaan mereka saat ini.
Beberapa tentara bersenjata berjaga-jaga di depan sebuah truk. Menunggu anggota lainnya mengevakuasi anggota mafia Crow yang tersisa di dalam hotel.
pandangannya mulai menurun. Menatap wig yang dikenakan Hafi barusan. Meraihnya lalu menggenggamnya erat. " Kau tahu..." kini senyuman tulus itu bergantikan dengan senyuman pisikopat, "...sepertinya aku bisa memanfaatkan mu untuk balas dendam." tambahnya lagi.