Keluarga Narendra, keluarga terpandang sekaligus pemilik perusahaan tambang terbesar di pulau kalimantan. Memiliki seorang istri cantik menurut orang-orang yang bernama Lena Nur Lianti, seorang prajurit khusus angkatan darat.
Abdi Narendra memiliki hubungan yang kurang baik dengan istri sah nya. Abdi Narendra atau biasa di panggil Abdi memiliki jiwa bebas, tidak ingin terikat dengan siapa pun. Pria berusia 45 tahun itu masih saja memiliki wajah rupawan layaknya pria berusia 25 tahun, memiliki otak jenius yang ia manfaatkan untuk mempermainkan pesaingnya dalam dunia bisnisnya.
Sering muncul di berita tv, media sosial dan surat kabar membahas kesuksesannya.
Saat ia dijodohkan dengan putri pertama keluarga sahabat ayahnya tersebut. Abdi menolak dengan tegas, jiwa bebasnya tak ingin terikat dengan sebuah pernikahan. Apalagi saat ia melihat calon istrinya saat tahu tidak ada menawannya. Bahkan wanita yang sering ia sewa lebih menarik di bandingkan calon istrinya itu.
Saat itu ia benar-benar marah pada Lena, wanita cantik namun berpenampilan tomboy itu. Saat ia berkoar-koar menolak perjodohan, Lena hanya diam membisu. Seakan pasrah dengan perjodohan itu.
Malam pertama mereka benar-benar sangat kacau saat itu. Abdi mengamuk dan menghancurkan porperti yang ada, bahkan Abdi melempar gelas ke kepala Lena yang membuat para pelayan berteriak histeris.
" Jangan pernah lagi muncul di hadapan ku! "
Itu adalah kata terakhir yang ia ucapkan kepada Lena. Meninggalkan rumah mereka berdua tanpa menoleh kembali ke belakang.
***
Pergerakkan di atas kasur mengganggu tidur nyenyak seorang wanita cantik di sampingnya. Perlahan, wanita itu membuka kedua matanya, menyesuaikan pandangannya yang agak mengkabur.
Kamar yang tidak asing baginya. Apalagi asap rokok yang kini mengelilingi kamar saat ini.
" Apa yang sedang kau pikirkan, sayang? "
Seorang wanita tanpa sehelai benang pun kini memeluk lengan kekar seorang pria yang tidur dengannya.
Abdi menghembuskan asap rokoknya sembarangan. Menatap langit-langit kamar apartemennya tanpa ada niat menatap selingkuhannya itu. Ya, Abdi mulai berani mengkhianati Lena selama 5 tahun lamanya.
Ailita mendudukan dirinya di sisi kasur. Selimut menutupi seluruh tubuhnya. Terlihat jelas jika Ailita merasa terganggu dengan asap rokok.
" Aku akan keluar, kau puas-puaslah menghirup asap rokoknya "
Abdi mendengus mendengar perkataan Ailita barusan. Jika Lena yang saat ini berada di hadapannya, sudah pasti Lena akan merebut rokok miliknya dan pergi dalam diam.
Brakk
Pintu kamar tertutup rapat. Menandakan jika Ailita sudah keluar dari kamarnya. Abdi segera mematikan rokok nya dan mulai bangkit dari posisi rebahannya. Hari sudah pagi, segera Abdi pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri nya.
Guyuran air dingin menyentuh kulit nya. Menyadarkannya dari dunia mimpi.
Terdiam, memandang pantulan dirinya di cermin. Kumis mulai tumbuh, segera ia mencukurnya. Saat ingin mengambil shampo untuk membersihkan rambutnya, Abdi tak sengaja melihat shampo milik Ailita.
Tangan kanannya meraih shampo tersebut dan menghirup aromanya.
" Ternyata kau menggunakan shampo yang sama."
Aroma shampo itu mengingatkannya kepada Lena.
***
Ailita yang sudah mengenakan pakaian segera pergi ke dapur untuk memasak sarapan pagi mereka berdua. Membuka kulkas yang penuh dengan bahan makanan dan segera mengolahnya menjadi makanan lezat.
Sup ayam menjadi pilihan Ailita untuk sarapan pagi mereka.
Ting—Tong
Suara bel apartemen yang di huni oleh pria simpanannya berbunyi keras. Mengecilkan api di kompor dan segera berlari kecil menuju depan pintu.
Layar memperlihatkan sosok wanita tak di kenal mengenakan seragam loreng membawa dua plastik besar yang ia yakini bahan makanan. Berpikir jika wanita itu teman Abdi, segera ia membuka pintu apartemen.
Manik mereka bertemu, yang satu memandang terkejut, yang satunya lagi memandang penuh tanda tanya.
" Sayang! "
Suara Abdi terdengar di indra pendengar nya. Menoleh ke belakang saat merasakan pelukan dari belakang serta ciuman basah di bibir ranumnya.
Brak!
Dua kantong plastik berisikan bahan makanan terjatuh. Abdi baru sadar jika ada orang yang tengah berkunjung ke apartemennya. Saat ingin mengusir si pengunjung karena merasa terganggu dengan kegiatan mesranya, satu tamparan keras melayang di sisi wajahnya.
" F**k "
Umpatan kasar dikeluarkan oleh Abdi saat merasakan rasa sakit di sisi wajahnya. Tamparan yang jelas menggunakan banyak tenaga.
" Beraninya kau—"
Bola mata melebar, Abdi segera berdiri dan memperhatikan wanita itu. Memastikan jika penglihatannya saat ini masih baik-baik saja.
" APA YANG KAU LAKUKAN BARUSAN? KAU MENAMPAR KEKASIH KU?"
Ailita benar-benar marah. Apalagi saat sisi wajah Abdi memerah yang menandakan jika tamparan wanita berbaju loreng tersebut tidak main-main.
" Kekasih? "
Nada yang begitu dingin membuat dada Abdi merasa sakit. Apalagi saat melihat pancaran terluka di ke dua mata milik Lena.
Plak!
Tamparan keras didapatkan Lena dari Ailita. Lena mengusap pelan bekas tamparan Ailita dalam diam. Membalas tatapan Ailita dengan tatapan dingin nya.
" Itu pembalasan ku karena berani menampar kekasihku."
Lena terkekeh mendengar perkataan Ailita barusan. Jadi pendengarnya masih berfungsi dengan baik. Kata 'kekasih' memang benar-benar keluar dari mulut Ailita.
" Lena..."
Abdi Narendra benar-benar merasa bersalah. Merutuki kebodohannya yang sudah berani mengkhianati kepercayaan istrinya itu.
" Kau mengenalinya, sayang? "
Ailita memandang Abdi penuh tanda tanya. Meminta penjelasan dari pria berstatus kekasih simpanannya itu.
Kedua tangan terjulur ke depan ingin menyentuh memar yang didapatkan Lena dari Ailita. Ingin mengusap memar itu dengan lembut sambil mengucapkan kata 'maaf'.
Sebelum kedua tangannya menyentuh wajah cantik istri sahnya itu, Lena menepis kasar tangan nya dengan tatapan penuh kebencian.
" Sejak kapan?"
Lena menatap tajam ke arah Abdi yang hanya diam membisu.
" JAWAB! "
" BERANI SEKALI KAU MEMBENTAKNYA? APA KAU TIDAK TAHU SIAPA DIA? DIA ADALAH ABDI NARENDRA, PEMILIK PERUSAHAAN TAM—"
" Aku tahu..."
Jawaban singkat dari Lena membungkam mulut Ailita.
"...Aku tahu semuanya, tapi aku baru tahu jika suamiku berselingkuh dengan wanita murahan seperti mu."
Abdi menggenggam kedua tangan Lena. Wajah tampan nya jelas merasa khawatir dengan istri nya itu.
" Kenapa kau mengganggam tangannya? Dia bukan ist—" Ailita segera merutuki kebodohannya. Otaknya mulai berfungsi dengan baik, wanita itu jelas-jelas mengenakan baju loreng dengan nama yang tercetak dengan jelas ' Lena Nur Lianti ' dan wajah wanita itu pernah muncul di tv saat Abdi datang ke acara pesta perusahaan.
Abdi mengabaikan Ailita, ia segera membawa Lena menuju life. Masuk ke dalam dan menekan tombol menuju basmen.
" Maaf mengganggu mu..."
Lena memecahkan keheningan yang ada. Genggaman ditangannya semakin mengerat. Tak rela melepaskan genggaman tangan nya. Entah apa yang terjadi, jelas-jelas ia tak mencintai Lena, tapi mengapa ia tak suka melihat raut wajah Lena yang terluka saat ini?.
Life terbuka, genggaman tangan dilepas paksa oleh Lena. Segera ia berjalan menuju mobil Toyota Vios hitam yang sudah terparkir rapi.
" Lena "
Abdi menahan pergerakkan Lena.
" Pergilah kerumah ibu, aku ingin menenangkan diri ku..."
Perkataan Abdi membuat Lena menggeram marah. Ingin sekali ia menampar wajah Abdi untuk kedua kalinya. Namun ia tetap menahannya. Tak ingin emosi menguasai dirinya.
" Baiklah "
Jawaban Lena tak membuat Abdi merasa tenang.
Lena segera masuk ke dalam mobilnya dan menjauh dari area apartemen. Penglihatan mulai mengabur karena air mata yang menutupi pandangannya.
Tiittt
Lena segera menghentikan mobilnya ke tepi jalan saat hampir saja menabrak truk pengangkut. Jantungnya berdetak sangat kencang, shock melanda dirinya.
" Hiks... Hiks... "
Tangisan tak dapat di tahan. Hatinya benar-benar hancur saat pria berstatus suaminya mengkhianati kepercayaan nya. Kata 'mempertahankan' kini tak lagi ada dalam pikiran Lena.
Foto pernikahan nya yang menjadi wallpaper ponselnya segera di ganti, nomor suaminya pun juga dia blokir tanpa berpikir dua kali. Ia terlanjur kecewa.
***
Abdi menatap pintu apartemen miliknya dengan gelisah. Sudah seminggu ia tak pulang ke rumah setelah ia menyuruh Lena untuk pergi ke rumah orang tua nya. Ia sudah tidak melihat bahkan merasakan kehadiran Lena lagi. Entah mengapa, ia merasa jika ia sudah melakukan tindakkan yang mengakibatkan rumah tangganya hancur.
" Haruskan aku menanyakan kabarnya saat ini? "
Abdi menscroll kontak panggilan nya, menghubungi Lena yang ternyata tidak dapat di hubungi.
" Sial, dia memblokir nomor ku? "
Jelas jika saat ini Abdi benar-benar marah dengan tindakkan Lena. Namun, seketika ia sadar jika tindakkannya saat ini pasti juga membuat Lena sangat marah.
" sayang "
Abdi menoleh saat merasakan kehadiran seseorang.
Ailita baru saja membeli bahan makanan untuk makan malam mereka berdua.
" Kenapa kau diam saja? "
Ailita segera membuka pintu apartemen dan masuk ke dalam terlebih dahulu untuk menaruh belanjaannya. Tak lama, Abdi menyusul Ailita, duduk di atas sofa sambil melepaskan dasi merahnya itu.
" Bisakah kau membuatkan aku kopi hitam?"
" Tentu, sayang "
Melihat jika Ailita pergi ke dapur, segera ia menghubungi kepala pelayan rumah kedua orang tua nya, ingin memastikan jika Lena benar-benar berada di sana.
" Maaf, tuan. Nona Lena tidak ada di rumah seminggu ini." jawaban dari kepala pelayan rumah tentu membuat Abdi terkejut. Ia mulai khawatir dengan Lena saat ini.
Menscroll kembali kontak panggilan dan menghubungi kepala pelayan rumah nya.
" Nona Lena sempat datang ke rumah untuk mengambil beberapa baju, tuan." rasanya Abdi ingin sekali membanting ponselnya hingga hancur berkeping-keping. Kepalanya benar-benar sakit akibat memikirkan Lena.
Lena... Lena... dan Lena... Selalu menghantui pikirannya selama seminggu ini.
" Ini kopinya "
Ailita menaruh secangkir kopi hitam di atas meja.
" Ada apa, sayang!? "
Abdi meminum secangkir kopi hitam olahan Ailita, rasa kopi yang sesuai dengan lidahnya.
" Aku sedang memikirkan Lena."
" Kenapa? Bukankah kau tidak mencintai istrimu sendiri? Biarkan saja dia, jika dia meminta cerai dengan mu kan bagus."
Abdi menaruh secangkir kopi hitam yang kini sisa setengah. Cerai? Entah mengapa kalimat itu sekarang sangat ia benci. Dulu ia memang ingin sekali bercerai dengan Lena. Namun saat ini, entah mengapa ia tidak ingin bercerai.
Mengambil kunci mobil dan mengenakan sepatu hitam miliknya. Abdi tergesa-gesa keluar dari apartemen tanpa menghiraukan panggilan Ailita.
Abdi kini memasuki mobil Lamborghini Aventador SVJ Roadster Grigio Telesto, segera mengemudi mobilnya menjauhi area apartemen menuju menuju rumah mertuanya. Berharap jika Lena berada di sana dan ia ingin memperbaiki hubungannya dengan Lena.
" Oh, Kak Abdi?" kata Penne yang tengah makan cemilan di ruang tamu jelas terkejut dengan kehadiran kakak iparnya itu yang seenak jidatnya masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam.
" Hn."
Abdi pergi ke lantai atas, mencari Lena di kamar. Namun, saat ia membuka kamar Lena, tidak ada penghuni nya sama sekali.
" Kenapa kau tergesa-gesa? Kau bertengkar dengan Kak Lena? "
Entah berapa lama Penne berada tepat di depan pintu kamar Lena. Abdi sedikit terkejut melihat Penne yang tiba-tiba saja sudah berdiri di depan kamar.
" Bukan urusan mu."
" Urusan kakak ku itu juga urusan ku, Kak Abdi."
Abdi tak menjawab perkataan Penne. Ia lebih memilih untuk pergi dari rumah mertuanya dan mencari Lena kembali.
***
Pintu berwarna coklat itu terbuka, memperlihatkan sosok Hafi yang kini membawa makanan kesukaan Lena ke kamarnya.
Lena sama sekali tidak menghiraukan kehadiran Hafi. Ia lebih fokus menatap layar ponselnya, memainkan game online kesukaannya itu.
" Hey, jangan libatkan aku dalam pertengkaran rumah tangga kalian. Bagaimana jika suami mu datang kesini dan menghancurkan action figure kesayangan ku ini?." sambil menunjukkan lemari kaca yang diisi penuh oleh action figure dari berbagai anime jepang kesukaannya itu. "...kau ingin menggantinya?"
Ha~entah sudah berapa kali ia mendengar teriakkan membahana dari Hafi. Selalu mengkhawatirkan action figure yang ia yakini harganya hanya 100 ribu saja.
" Jika kau berpikir harganya 100 ribu saja maka akan ku bunuh kau sekarang juga disini."
Lena menatap horor ke arah Hafi yang kini memandangnya sambil bersedekap dada. Bagaimana bisa Hafi mengetahui pikirannya saat ini?
" Itu sangat jelas! "
Defeat!
" Ck! "
Lena segera mematikan ponselnya saat kalah dalam permainan game online nya. Segera duduk di atas meja belajar milik Hafi dan memakan lontong sayur kesukaannya itu.
" Sudah seminggu ini aku tidak melihat penghuni lainnya selain kamu."
Hafi duduk di sisi kasur miliknya. " Kak Emma tengah sibuk di rumah sakit, Kak Satria dikirim ke lebanon, dua keponakkan ku tengah berlibur ke rumah nenek sedangkan Kak Dewa seminggu ini mengurus kafe miliknya."
Lena menganggukan kepalanya.
" Lagi pula di rumah ini kita berdua loh..."
Lena menatap menggoda kearah Hafi, " Kau ingin bercinta dengan ku? " jelas jika Lena hanya mengikuti arah pembicaraan Hafi saat ini.
" Boleh..."
Lena segera berdecak kesal saat Hafi tidak terpengaruh sama sekali dengan perkataan nya. Biasanya Hafi akan emosi jika ia berkata seperti barusan.
Suara piring berbenturan dengan sendok terdengar dengan keras. Hafi yang tengah menyiapkan baju tidur menoleh saat Lena sudah menghabiskan makanannya.
" Pakailah ini, semua baju mu belum kering." kata Hafi sambil menyerahkan pajamas bercorak babi hitam-putih.
Hati Lena menghangat. Itu cuma sebuah pajamas biasa, tapi cukup menyentuh hati yang kini tengah terluka. Ia bersyukur bertemu dengan Hafi, gadis tsundere yang mengulurkan kehangatan untuknya.
" Terima kasih, Fi."
Ia mungkin akan betah berada di samping Hafi, menghabiskan sepanjang hari dengan senyuman sambil menceritakan keluhannya dan mungkin Hafi akan lelah mendengar ceritanya.