Lena dan Hafi baru saja menyelesaikan latihan menembak di lapangan. Melepaskan sarung tangan serta kacamata hitam dan segera menghampiri rekan-rekan mereka yang tengah menunggu di sebuah ruang berisikan meja dan kursi yang terbuat dari kayu jati.
" Cepat! "
Suara tegas dari Hasan membuat Lena dan Hafi segera duduk di kursi yang telah tersedia.
" Hari ini kalian akan diliburkan selama seminggu untuk persiapan diri berangkat menuju Lebanon. Bergabung dengan pasukkan garuda untuk menjaga kedamaian dan keamanan di sana."
Mata bak elang itu menatap wajah bawahannya satu-persatu. Tubuh tegapnya gagah itu masih tetap berdiri di atas panggung kecil.
Papan tulis becoret spidol berbagai warna menunjukkan jika ruang tersebut baru saja di gunakan untuk menyusun sebuah strategi.
" Sebelum berpisah, kalian semua harus ingat ini baik-baik!! "
Hasan menyingkir. Memperlihatkan papan bercoret itu pada bawahannya.
" Kita bukan sekedar menjaga keamanan saja di sana..."
Wajah mereka datar, walau dalam hati merasa takut. Berkeringat dingin saat Hasan menjelaskan misi yang akan mereka hadapi minggu depan.
Misi rahasia...
Seharusnya mereka sudah terbiasa dengan misi rahasia seperti saat ini. Namun, tetap saja rasa takut selalu menyerang mereka.
Takut tak dapat melihat hari esok...
***
Lena dan Hafi pamit kepada rekan-rekan mereka saat berada di bandara. Menyeret koper bercorak loreng serta menggendong tas besar di punggung.
Semua mata tertuju pada mereka karena seragam yang mereka kenakan saat ini. Kebanyakkan tatapan kagum yang mereka perlihatkan saat Hafi dan Lena melintas dihadapan mereka.
" Kau akan pulang ke rumah? "
Langkah kaki Lena berhenti saat mendengar pertanyaan dari Hafi barusan. Ya, sebelum ia berangkat ke papua, dirinya tengah bertengkar dengan suaminya sendiri.
Lena yakin jika kedua orang tua nya serta kedua mertuanya belum tahu perihal perselingkuhan yang dilakukan oleh suaminya sendiri.
" Mau bermalam lagi di rumah ku? "
Tawaran dari Hafi membuat Lena mendongak menatap wajah cantik menjurus tampan itu. Hafi jelas sangat gagah dengan balutan loreng serta kacamata hitam yang menyembunyikan mata tajam bagai singa itu.
Lena tersenyum ramah kepada Hafi. Beruntung ia memiliki sosok sahabat seperti Hafi. Sosok yang mengerti keadaan nya saat ini.
" Terima kasih atas tawarannya... " Lena menghapus air mata dengan punggung tangannya.
Hidungnya memerah karena menahan tangisannya. " Aku tidak bisa terus-terusan melarikan diri dari kenyataan ini, Fi..." kata Lena.
Hafi tertegun melihat senyuman Lena yang tidak biasanya. Ia merutuk kebodohan suami Lena yang berani-beraninya bermain curang di belakang Lena.
Padahal Lena selalu setia menunggu Abdi untuk mencintaninya. Namun, apa?. Justru perselingkuhan nya lah yang membuat kepercayaan dan kesetian Lena terhadap Abdi hancur berkeping-keping.
Hafi tak bisa berbuat apa-apa. Ia tak ingin masuk ke dalam permasalahan rumah tangga Lena. Biarlah Lena yang menyelesaikan permasalahan nya. Ia akan selalu mendukung keputusan Lena kedepannya.
***
Penne tengah asik menonton ulang konser pertunjukkan nya saat pertama kali ia mengenal alat musik biola. Saat itu, Lena mengajaknya untuk pergi ke gedung pentas musik yang kebetulan mengadakan acara festival musik tahunan saat itu.
Dari situlah, Penne kecil melihat salah satu pertunjukkan biola. Jatuh cinta pada pandangan pertama dengan alat musik biola. Sejak saat itu, ia mulai mengikuti les musik. Belajar dengan tekun, hingga ia bisa setara dengan musisi terkenal lainnya.
Ngomong-ngomong, masalah Lena...
Penne jadi merindukan sosok kakak kandungnya itu. Matanya sekilas melirik ke arah jam dinding di kamarnya. Sudah menunjukkan pukul 10.50 PM. Seharusnya kakaknya itu sudah sampai di rumah.
Ting... Tong....
Suara bel rumah menggema. Sadar akan lamunannya. Segera Penne berlari keluar menuju pintu depan yang memang sengaja ia kunci dari dalam.
Pintu dua pintu berbahan kayu itu terbuka lebar. Memperlihatkan Lena yang kini bersama dengan sosok wanita yang sangat ia kenal.
" Kak Lena, Hafi..."
Betapa senangnya Penne saat melihat kehadiran sang kakak dan juga sahabat baiknya itu.
" Malam ini Hafi akan menginap di rumah. Apa kamu mau Hafi tidur dengan mu, Pen? Soalnya kamar tamu belum dibersihkan, selain itu juga kamar kakak kan cuma muat untuk satu orang saja."
Penne mengambil alih koper milik Lena. Menyeratnya masuk ke dalam disusul oleh Hafi dan Lena.
" Boleh, kak." jawab Penne dengan senang hati menerima Hafi untuk tidur di kamarnya.
" Ngomong-ngomong, apa kalian berdua sudah makan malam? "
" Belum, kami tidak sempat makan malam." kata Hafi dengan senyuman ramahnya.
Penne membalas senyuman Hafi. " Kalau begitu akan ku siapkan makan malam untuk kalian berdua. Kalian bisa membersihkan diri dan mengganti pakaian kalian."
Lena menganggukan kepalanya. Berterima kasih kepada Penne yang mau di repotkan oleh dirinya saat ini.
Melihat Lena yang sudah masuk ke dalam kamar, Hafi segera menyusul Penne ke dapur. Melepaskan seragam lorengnya hingga memperlihatkan kaos hitam ketat yang memperlihatkan bentuk tubuh yang aduhai menggoda. Otot perut dan lengan terjetak sangat jelas hingga membuat para pria merasa iri dengan bentuk tubuh Hafi.
" Aku akan membantu mu. " kata Hafi mengambil alih sayuran yang baru saja di keluarkan oleh Penne dari lemari pendingin.
Penne tersenyum melihat Hafi yang begitu lihai membersihkan sayuran serta memotongnya menggunakan pisau.
Berjalan menghampiri Hafi, berdiri bersebelahan sambil menyibukkan diri mencuci daging ayam.
" Kau bisa saja membiarkan ku memasak sendiri di dapur, Fi. Lagi pula aku yakin jika kau kecapean dengan pekerjaan mu. "
Hafi membasuh tangannya menggunakan sabung cuci tangan. Mengkeringkan sisa air yang menempel di tangan menggunakan tisu kering.
" Aku merasa tidak nyaman." kata Hafi yang kini menyalakan kompor untuk mendidihkan air.
" Bersihkan dirimu, Fi. Biar aku yang mengurus sisanya... " pinta Penne mutlak, tak ingin dibantah.
Pada akhirnya Hafi mengalah, ia memutuskan untuk pergi ke kamar Penne untuk mandi. Membersihkan tubuhnya dari keringat yang sudah mulai mengering di tubuh atletis nya itu.
***
Penne menoleh saat merasakan kehadiran Lena. " Di mana Hafi? " tanya Lena saat tidak menemukan sosok Hafi di dapur.
" Mencari ku? "
Hafi memasuki dapur sambil sibuk mengkeringkan rambut pendeknya itu menggunakan handuk bersih.
" Ya..."
Penne menyiapkan piring di atas meja. Mempersilahkan Lena dan Hafi untuk menikmati makan malam mereka.
" Kak Lena... Kakak sedang bertengkar ya sama Kak Abdi? Soalnya sudah sebulan Kak Abdi datang ke sini cari Kak Lena terus..." kata Penne.
Sambil mengunyah makanannya, " Hn, biasalah. Setiap rumah tangga pasti ada aja hal-hal yang diributkan " jawab Lena dengan nada santainya. Seakan pikirannya tidak terbebani.
" Apa kau tidak memberitahu kakak iparmu itu jika Lena pergi bertugas? " heran Hafi.
Penne menggelengkan kepalanya. " Soalnya Kak Abdi kaya orang kesurupan. Aku kan takut... " jawab Penne.
" Tapi kamu tidak di sakitinya kan? " tanya Lena.
Penne menggelengkan kepalanya pelan. " Gak ko, Kak. Aku baik-baik aja..."
" Jika Abdi berbuat kasar kepadamu, lapor ke kakak ya..." kata Lena dengan raut wajah khawatir nya.
Penne memperlihatkan senyuman nya, agar Lena tidak merasa khawatir dengan nya. Menganggukan kepalanya sebagai jawaban atas rasa khawatir Lena terhadapnya.
***
Hafi dan Penne kini tidur satu ranjang. Mereka berdua sama-sama tidak bisa tidur karena mengkhawatirkan orang yang sama, Lena Nur Lianti.
Penne memposisikan tidurnya berhadapan dengan Hafi yang berusaha tidur dengan cara memejamkan kedua matanya.
" Hafi "
" Hn..."
Penne mencubit lengan berotot Hafi karena kesal mendapatkan respon membosankan dari Hafi barusan. Mata bulatnya melotot lucu ke arah Hafi yang kini menatapnya dengan malas.
" Kenapa? "
" Apa kak Lena memiliki masalah dengan kak Abdi? "
" Hn..."
" Karena apa? apa karena masalah keturunan?."
Hafi menggelengkan kepalanya.
" Jadi, apa karena masalah perselingkuhan? "
Hafi membuka kedua matanya kembali, menatap dalam diam wajah penne yang kini jelas sangat mengkhawatirkan keadaan kakaknya itu.
" Berarti benar ya kalau kak Abdi selingkuh dari kak Lena. " gumam penne yang kini menghadap langit-langit kamar, tak lagi menatap wajah Hafi.
" Jangan ikut campur urusan rumah tangga kakak mu itu, pen. Biarkan kakak mu yang mengambil keputusan nya sendiri..."
***
Pagi yang damai hari ini berganti dengan pagi yang sangat buruk bagi Lena. Bagaimana tidak, Abdi menerobos masuk ke dalam rumah dan meneriakkan namanya berulang kali.
Penne yang ingin keluar dari kamarnya untuk menghampiri suami kakaknya itu dicegah oleh Hafi. Membiarkan Lena dan Abdi untuk berbicara empat mata.
" Apa lagi? " tanya Lena dengan nada tegasnya. kedua tangannya kini terlipat di depan dada dengan raut wajah angkuhnya.
Menyembunyikan rasa kesedihannya saat ini.
Abdi mencengkram bahu Lena. Menatap tajam kedua bola mata indah milik sang istri.
" Dari mana saja kau sebulan ini? aku mencari mu tapi kau tidak ada kabar sama sekali." kata Abdi. Terlihat jelas jika saat ini Abdi menahan amarahnya.
Lena merotasikan bola matanya, " Apa aku harus mengatakan kepadamu? biasanya kau tidak pernah bertanya tentang diri ku. Kau selalu sibuk dengan bisnis mu dan juga selingkuhan mu itu..."
" Kau tau tidak, aku ini sedang menahan amarah ku loh... mungkin jika aku tidak ingat, jika kau ini suamiku. Sudah pasti nyawa mu melayang..."
Abdi tertugun. Ini baru pertama kalinya ia melihat Lena semarah ini. Mungkin memang kelakuannya kurang ajar selama ini.
Abdi sadar, ia memang salah di sini. Mengabaikan istrinya dan lebih memilih berselingkuh.
Bukankah tujuannya mencari Lena untuk meminta maaf dan memulai nya dari awal?
" Aku—"
" Aku tidak memerlukan penjelasan mu itu, Abdi!! aku sudah muak!! aku capek!! aku tidak ingin mendengar berbagai alasan klasik dari mu saat ini..."
Abdi menggelengkan kepalanya pelan. Kedua tangannya kini menggenggam tangan putih namun terasa kasar itu. Terbesit rasa ingin tahu, apa saja yang dilakukan oleh Lena selama bertugas? apakah tugas yang dijalankan oleh Lena begitu berbahaya dan mengancam nyawa?
" Jangan temui aku lagi, Abdi..."
Lena menepis tangan Abdi.
" Karena aku membenci mu! "
Lena lalu menaiki tangga menuju lantai 2. Namun, sebelum ia benar-benar pergi dari hadapan Abdi. Lena menoleh kebelakang, memandang Abdi penuh kebencian.
" Kita bercerai "
Deg!
Abdi seketika mematung di tempat. Tak menyangka jika Lena benar-benar marah dengan kelakuannya selama ini.
Seberengsek itu kah dirinya?