Chereads / Mengapa Kita Harus Dipertemukan? / Chapter 43 - Rasa Khawatir

Chapter 43 - Rasa Khawatir

Hafi membuka loker pakaian, mengganti seragam lorengnya dengan baju kaos lengan pendek berwarna hitam malam.Tak lupa ia juga mengganti sepatunya menjadi sepatu lari adidas. Bangun subuh menjadi kebiasaanya, setelah membersihkan tubuhnya dari keringat dan menjalankan kewajibannya sebagai umat muslim, ia akan melakukan lari pagi.

Jam menunjukkan pukul 05:00 wita dan sudah waktunya bagi Hafi untuk mulai melakukan pemanasan di lapangan. Di lapangan sudah ada Rangga, Lena dan juga Frendy yang tengah melakukan pemanasan. Ada juga beberapa Bintara yang sudah berlari mengelilingi lapangan.

" Lama banget sih, ngapain aja di kamar?." tanya Lena sambil menyipitkan kedua matanya curiga. " Jangan selingkuh di belakang ku, ya ~." tambahnya lagi.

Hafi yang mendengar perkataan Lena segera membalasnya dengan dengusan kesal. Jujur saja, ia tidak terlalu suka dengan Lena yang selalu kepo dalam urusan hidupnya. Lagi pula, ia memutuskan untuk tidak mengumbar-umbar kehidupannya yang sebenarnya agar teman-temannya itu tidak ikut campur dalam urusan hidupnya.

Kring~

Kring~

Kring~

Pandangan Hafi tertuju pada layar HP nya yang berkedip berada di saku celana olahraganya. Dengan terpaksa, ia meraih HP nya untuk mencek pelaku pemanggilan di jam 05;00 pagi.

Terdiam saat membaca nama pemanggil di layar HP nya. Rasa ragu tiba-tiba muncul dihatinya. Tangannya bergetar,ingin menggeser ikon di layarkan ke kiri.

" Angkat aja,Fi. Keluarga mu kan?." kata Frendy

Hafi tersentak saat mendengar suara Frendy barusan. Ia menjadi salah tingkah saat teman-temannya mulai menatapnya dengan raut wajah yang tak dapat diartikan oleh nya.

Menggeser ikon panggilan. Segera Hafi menjauh dari gerombolan teman-temannya dan memilih mencari tempat sepi untuk berbicara dengan si pemanggil.

" Halo..." seperti sebuah bisikkan dari pada sapaan. gerak-gerik yang ditunjukkan oleh Hafi sangat jelas jika ia tidak merasa suka dengan si pemanggil.

" Hafi..."

Hening, tak ada yang memulai percakapan. Baik Hafi maupun si pemanggil tidak ada niat untuk melanjutkan percakapan mereka. Entah mereka tidak memiliki topik pembicaraan atau hanya memang mereka ingin diam saja tanpa niat berbicara.

Benar-benar, manusia aneh.

Saking lamanya, bahkan membuat Rangga dan Frendy meneriakkan nama Hafi berulang kali untuk bergabung dengan mereka yang tengah lari pagi mengelilingi lapangan.

" Kau bersama pria, Fi?."

" Mereka rekan-rekan ku, Alex. Jika kau berpikir mereka selingkuhanku maka kau salah. Aku tidak ada waktu untuk berselingkuh di belakang mu..."

" Ha~" terdengar hela napas berat di seberang panggilan.

Hafi hanya diam, menundukkan kepalanya. Hubungannya dengan Alex agak sedikit kurang baik. Mereka berdua di jodohkan, karena Hafi maupun Alex yang tidak tega dengan kedua orang tua mereka yang menginginkan cucu dari mereka, mereka terpaksa menerima perjodohan.

Awal mula kesalahpahaman mereka berawal dari Hafi yang saat itu ingin berpamitan kepada Alex yang akan pergi di tugas keperbatasan papua untuk meredakan konflik pemberontakkan disana. Saat memasuki gedung perusahaan milik Alex, Hafi tak sengaja melihat Alex tengah bercumbu mesra dengan wanita seksi yang bahkan tidak diketahu identitasnya oleh Hafi.

Marah?, ya... Hafi benar-benar marah saat melihat Alex yang tidak tahu diri berselingkuh di belakangnya. Padahal ia berusaha mempertahankan hubungan mereka.

Alex selalu mengatakan kepadanya jika Hafi hanya salah paham akan kejadian itu. Wanita itu adalah mantan pacar Alex yang tidak terima Alex memutuskannya secara sepihak. Alex berusaha meyakinkan Hafi namun sayangnya Hafi tak mudah mempercayai Alex.

Bahkan saat Alex mengantar Hafi ke bandara, Hafi tak ada niat untuk menatap wajah Alex maupun membalas setiap perkataan Alex. Hanya diam yang dilakukan oleh Hafi saat berduaan dengan Alex.

" Apa aku perlu menjemput mu? aku dengar hari ini kau akan pulang ke rumah."

" Tidak, aku akan bersama teman-temanku hari ini. Jadi kamu tidak usah menjemput ku." nada bicara Hafi begitu dingin.

" Baiklah, hati-hati di jalan. Aku akan mengunjungi mu setelah semua pekerjaan ku selesai."

Hafi ingin menolak, tapi Alex terlebih dahulu mengakhiri panggilannya.

Aku mencintaimu—Alex

Pesan dari Alex membuat perasaan Hafi seperti dipermainkan. Haruskah ia mengakhiri hubungan mereka berdua sampai di sini saja? rasanya ia tak sanggup lagi menjalin hubungan seperti ini. Apalagi saat ada berita yang menjadi trending topik yang membahas jika Alex sangat dekat dengan beberapa wanita cantik, bahkan tunangannya itu dikabarkan menjalin hubungan spesial dengan salah satu model terkenal asal jakarta.

Walaupun Alex sudah mengkonfirmasi jika berita tersebut bohong, tetap saja Hafi merasa ragu.

" Woyy, kenapa melamun?." tanya Rangga yang kini merangkul bahu Hafi.

Hafi segera melepaskan rangkulan Rangga dengan kasar. " Keringatan kamu..." kata Hafi berdecak kesal.

" Namanya juga habis olahraga,Fi..."

Frendy dan Lena juga menghampiri Hafi yang sudah menyelesaikan olahraga mereka.Duduk dihadapan Rangga dan juga Hafi sambil meminum air mineral yang mereka bawa masing-masing.

" Kalau ada masalah cerita aja,Fi. Mungkin kami bisa membantu mu untuk memecahkan masalah mu itu..." Kata Frendy.

" Kami tahu kamu itu tidak suka menceritakan kehidupan mu kepada orang lain, tapi untuk kali ini saja,Fi..." Lena menggenggam kedua tangan Hafi. Tatapan matanya penuh akan kekhawatiran.

Mungkin perkataan mereka benar.

" Aku punya tunangan..." Hafi mulai membuka suara, memutuskan untuk menceritakan masalahnya saat ini kepada teman-temannya. "...Dia seorang pengusaha muda. Namanya Alex Inocencio, Keturunan Indonesia-Jerman. Kami bertunangan atas keinginan kedua orang tua kami..."

" Alex si tukang selingkuh? playboy cakep itu,kan?."

Layaknya jeritan fansgirl, Lena begitu bersemangat saat mendengar nama idolanya disebut oleh Hafi.

" Tapi, kenapa kau bisa mengenal keluarga Inocencio?." tanya Frendy.

Frendy begitu penasaran dengan latar belakang keluarga Prayoga. Setahunya keluarga Prayoga hanya seorang pengusaha roti yang sudah memiliki beberapa cabang yang tersebar di Indonesia. Sedangkan keluarga Inocencio seorang pengusaha dalam bidang teknologi yang sangat mempengaruhi dalam kemajuan Indonesia saat ini.

Buktinya saja, alat-alat komunikasi yang digunakan masyarakat Indonesia saat ini kebanyakkan diproduksi oleh keluarga Inocencio. Bahkan keluarga Inocencio menjadi salah satu pengusaha terkaya di Indonesia.

" Ayah ku juga pengusaha."

" Pengusaha roti kan?."

" Gak, membuka toko roti cuma keinginan ibuku yang ingin mengasah bakatnya. Ayah ku yang memodalkan toko roti milik ibu ku hingga sukses seperti saat ini..." Hafi lalu melirik kearah Frendy."...Asal kau tahu saja, alat komunikasi yang kita gunakan dalam menjalankan misi, itu produksi perusahaan Ayah ku." tambahnya lagi.

Frendy, Lena dan Rangga melotot saat mendengar penjelasan Hafi barusan.

" Gila! jadi kamu salah satu penerus perusahaan ayah mu,dong?." kata Rangga

Hafi menggelengkan kepalanya. " Aku tidak ada minat menjadi penerus perusahaan Ayah ku. Begitu juga dengan Kak Satria, jadi Kak Dewa lah yang menjadi harapan Ayah."

Larut akan acara curhat-curhatan dadakan tak terasa membuat waktu semakin berjalan dengan cepat. Hafi, Rangga, Lena dan Frendy segera meninggalkan lapangan saat suasana lapangan sudah sepi dari aktivitas Bintara.

Mereka sudah mengganti pakaian mereka dengan pakaian yang lebih santai. Hari ini Hasan akan mengajak mereka jalan-jalan.

Hasan dengan short sleeve shirt berwana hitam malam yang sangat pas dengan tubuh atletis nya itu dan celana cargo senada dengan warna pakaiannya itu sudah menunggu rekan-rekannya di depan pintu mobil Nissan Grand Livina berwarna putih gading.

" Lama..." keluh Hasan sambil melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya itu. Menatap satu-persatu rekan-rekannya itu dengan raut wajah kesal.

Frendy menunjuk kearah Rangga." Rangga kelamaan di kamar mandi sih..." Frendy mulai mencari alasan untuk terbebas dari amukkan Hasan. Dia tak ingin di hukum membersihkan pos jaga oleh Hasan yang terkenal akan clean freak.

"Ck, hari ini aku akan berbaik hati untuk tidak mehukum kalian berempat, tapi jika kalian mengulangnya kembali..." senyuman manis namun memiliki sejuta kebencian itu diperlihatkan."...Kalian akan tahu akibatnya."

Oh! tak tahukah Hasan jika saat ini mereka berempat menahan napas karena aura yang dikeluarkan oleh Hasan begitu mengerikan. Bahkan Idham yang berada dekat dengan Hasan pun juga melakukan hal yang sama.

" Le-lebih baik kita segera berangkat..." Idham memecahkan ketegangan ini. Memaksa Hafi, Lena, Rangga dan Frendy untuk segera masuk ke dalam mobil.

***

Sepanjang perjalanan, Hafi tak pernah melepas pandangannya dari luar jendela mobil. Gedung-gedung, pepohonan yang menghiasi pinggir jalan raya, serta pejalan kaki lebih menarik untuk dipandang oleh Hafi saat ini.

Idham memperhatikan Hafi yang tak pernah melepaskan pandangannya itu. Mengernyit saat mengetahui gelegat aneh Hafi. Tak biasanya Hafi diam seperti saat ini. Biasanya Hafi akan membuka topik pembicaraan.

" Apa yang tengah kau khawatir, kan? " tanya Idham yang berada di samping Hafi.

Perkataan Idham mampu membuat Hafi mengalihkan pandangannya.

Menggelengkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan oleh Idham barusan.

" Idham, apa kau sudah menghubungi istri mu? " tanya Hafi penasaran.

Idham mengernyit bingung namun seketika dia tahu maksud dari perkataan Hafi barusan. Idham tersenyum saat mengingat percakapannya dengan sang istri saat menunggu mereka di parkiran bersama dengan Hasan.

" Ya, dan kau tahu..." Senyumannya semakin merekah. " Istriku hamil..."

Hafi tentu saja senang mendengar berita membahagiakan itu. Segera ia mengucapkan 'selamat' untuk Idham karena Idham akan menjadi seorang ayah.

" Len, kamu kapan punya anak? Kasian suami mu, loh..." kata Rangga yang tengah menikmati beberapa potong buah-buahan yang mereka beli saat singgah di mini market.

Lena yang tengah asik memainkan game online di HP nya langsung mendengus kesal mendengar pertanyaan Rangga. Segera dia memalingkan wajahnya kearah jendela mobil. Tak ada minat untuk melanjutkan permainan game online di HP.

Hasan melirik. " Apa kau bertengkar dengan suami mu? " nada begitu dingin namun mengandung sedikit rasa khawatir di sana.

" Ya elah, Lena... Lena... " Frendy menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Lena. "...kamu itu loh sudah menikah 2 tahun lamanya, kalau tidak memiliki keturunan bisa-bisa suami mu selingkuh. Apa lagi suami mu itu seorang pengusaha, pasti banyak cewek-cewek cantik disekitarnya."

Mendengar perkataan Frendy membuat Hafi terdiam. Matanya menatap sendu kearah luar jendela.

Lena menyadari tatapan Hafi. Dia sangat tahu perasaan Hafi karena mereka sama-sama berada di situasi yang sama.

Hafi yang memiliki tunangan seorang pengusaha muda terkaya. Sedangkan dirinya adalah istri seorang pengusaha tambang.

"Aku tidak perduli." jawab Lena. " lagi pula, kami memang tidak ada waktu luang untuk menghabiskan waktu berduaan." tambahnya.

Mobil yang ditumpangi mereka berhenti di depan lampu merah. Beberapa polisi lalu lintas mengawasi arus kendaraan di pos jaga mereka.

Membeku di tempat. Manik hitam nya menatap sendu di seberang jalan. Sosok pria yang sangat dikenalnya kini sedang bersama dengan wanita seksi. Memasuki mobil dengan tawa bahagia. Seakan terjadi sesuatu yang begitu menyenangkan.

" Bahkan aku tidak pernah membuatnya tertawa sebahagia itu." gumamnya lirih.

" Guyss, Ayo kita ke cafe milik kak Dewa?." kata Frendy yang kini menatap rekan-rekan setimnya.

Idham menepuk pelan bahu Hafi. Membuyarkan pikiran Hafi barusan. Ia menoleh, tersenyum saat melihat wajah khawatir Idham.

" Baiklah, aku akan menghubungi kakak ku." kata Hafi

Idham, Rangga, Frendy, Lena dan Hasan hanya membalasnya dengan senyuman. Hafi sangat tahu jika rekan-rekan nya juga melihat tunangannya barusan. Berkunjung ke Cafe merupakan teknik pengalihan saja. Lagi pula, ia memang berniat mengunjungi Cafe milik Dewa.

" Kak Satria bersama rekan-rekan nya juga akan berkunjung ke Cafe milik Kak Dewa. Apa kalian tidak merasa keberatan?" tanya Hafi saat mendapatkan balasan dari smsnya barusan.

" Tidak, justru kami ingin sekali bertemu dengan Kak Satria." jawab Frendy.

" Hm, sudah lama kita gak ketemu sama Kak Satria." kata Hasan

Lena menatap Hafi. "Apa tunangan mu tahu jika kamu sudah pulang, Fi?"

Semua menatap Hafi. Penasaran akan jawaban darinya. Namun, tak ada respon dari Hafi.

***

Hafi membuka pintu lebar-lebar, mempersilahkan rekan-rekannya untuk masuk ke dalam Cafe milik Dewa. Emma yang tengah membantu Dewa membuat resep baru menyambut kedatangan mereka, menyuruh Hafi dan rekan-rekan Hafi untuk bergabung dengan Satria yang sudah berkumpul dengan rekan-rekannya itu.

Satria memeluk Hafi, menyambut kedatangan adik kesayangannya itu.

" Ternyata benar kata orang-orang..." Nathan menatap satu persatu anggota generasi monster di hadapannya saat ini. "...Kalian pantas mendapat gelar generasi monster."

" Aku setuju dengan mu, bahkan aku bisa mengetahui dari wajah mereka..." Intan juga berpendapat."...Apa kalian selalu mendapatkan misi berbahaya?." Intan penasaran.

Dewa yang baru saja mengantar minuman dan beberapa cemilan seketika langsung menatap kearah Hafi.

Hafi menatap Dewa. " Wajar Kak jika Hafi mendapat pekerjaan ber-"

" Kenapa kakak baru tahu? apa kamu ingin menyembunyikan banyak rahasia tentang mu dari kakak mu ini?." Dewa agak sedikit kesal dengan Hafi.

Satria menepuk bahu Dewa pelan. " Hafi merahasiakannya dari mu karena dia tidak mau kamu diincar oleh musuh-musuhnya di luar sana. Begitu juga dengan Kakak..." Satria berusaha menjelaskan kepada Dewa, membantu Hafi.

Dewa menghela napas. " Baiklah, aku mengerti..."

Emma tak lama ikut bergabung dengan mereka. Larut akan pembicaraan mereka dengan topik yang berbeda-beda. Mulai dari pengalaman Hafi dan rekan-rekan nya yang menjalankan misi sulit mereka, pengalaman Emma saat menjadi dokter, dan pengalaman Satria beserta rekan-rekan nya dalam menjalani pekerjaan mereka.

Dewa mengernyit, merasa ada yang kurang dari acara kumpul-kumpul mereka saat ini.

" Alex tidak datang?. " tanya Dewa kepada Hafi.

Hafi yang tengah menikmati beberapa cemilan yang tersedia di atas meja menatap Dewa. " Dia bilang harus menyelesaikan beberapa pekerjaannya." jawab Hafi.

" Bukankah kalian berdua terlihat serasi? " kata Emma, membayangkan Hafi bersanding dengan Alex di depan matanya.

Hafi yang tengah mengunyah makanan nya menatap Emma dengan pandangan aneh.

" Kapan kalian berdua akan melangsungkan pernikahan? " Satria penasaran.

Hafi menoleh, " Entah... " jawab Hafi seadanya. Moodnya menjadi buruk. Segera beranjak dari kursinya menuju pintu keluar Cafe.

Hafi memutuskan untuk menenangkan dirinya di parkiran. Menatap beberapa kendaraan yang berlalu lalang di atas jalan raya.

" Pasti beratkan mempunyai pasangan seperti Alex..."

Hafi menatap Lena yang kini duduk di sampingnya. Meminum secangkir kopi dingin untuk mehilangkan rasa panas saat ini.

" Kita berusaha mempertahankan hubungan kita, tapi mereka justru ingin mengkhianati kita dari belakang." Lena lalu menghela napas. Teringat akan hubungannya dengan suaminya yang kurang baik hingga sekarang.

" Bagaimana caramu bisa bertahan hingga sekarang Lena? "

Lena tersenyum, " Percayalah..."

Hafi kembali menatap Lena.

"...Percayalah jika pasanganmu akan berubah, percayalah jika pasanganmu akan mencintaimu dengan tulus."

Hafi menganggukan kepalanya.

" Aku akan berusaha percaya, tapi jika aku menemukan bukti yang benar-benar meyakinkanku jika hubungan kami saat ini memang sudah hancur... " Hafi meneteskan airmatanya, "...Aku yang akan mengakhiri semua ini sebelum terlambat."