Chereads / Between Love and Time / Chapter 8 - 07

Chapter 8 - 07

Hari ini adalah hari terakhir Via menjadi orang gila sekolah. Ya, MOS berakhir hari ini. Sekarang jadwalnya membuat pesan dan kesan untuk kakak pembimbing gugus. Dengan ogah-ogahan Via membuatnya.

Saat istirahat Via pergi menuju kantin sekolah. Saat dia sedang mengunyah makanannya, tiba-tiba saja ada seseorang yang duduk tepat dihadapannya dengan tangan yang bertopang dagu. Matanya terus memperhatikan Via. Kegiatan mengunyah Via pun terhenti. Dan tanpa sengaja Via menelan makanan di mulutnya yang belum selesai dia kunyah.

"Uhuk!" Via tersedak.

"Eh, eh, nih minum," kata laki-laki dihadapan Via panik sambil memberikan segelas air minum.

Via pun menyeruput minumannya hingga habis setengahnya.

"Kakak ketua osis ngapain di sini? Bikin kaget aja!" kata Via pada Kakak ketua osis yang memiliki wajah teduh dan lesung pipit yang dalam itu sambil menepuk pelan dadanya.

"Kakak mau minta maaf sama kamu, Dek," katanya sambil tersenyum ramah.

"Minta maaf, Kak?" tanya Via bingung.

"Iya, minta maaf."

"Buat?"

"Hukuman kamu yang kemarin itu, lho."

"Yang mana, Kak? Saya terlalu sering di hukum hehe," kata Via yang di sambut tawa Kakak ketua osis yang belum Via tahu namanya itu.

"Yang saya suruh mungutin 200 daun jatoh itu," katanya mencoba mengingatkan.

"Oh itu, santai aja, Kak."

"Beneran nih?"

"Iya, Kak."

"Oke, kita belum kenalan, ya? Nama saya Fikri Aditya, nama adek?" katanya sambil mengulurkan tangan kanannya.

"Nama saya Alivia Anna, Kak," jawab Via sambil menyambut uluran tangan Kakak Ketua Osis yang kini telah ia tahu namanya, Fikri.

"Sekarang panggilnya Kak Fikri aja ya, jangan Kakak ketua osis, kepanjangan!" kata Fikri seraya tertawa.

"Hahaha iya, Kak Fikri."

Saat Via dan Fikri sedang asik mengobrol, Via baru sadar ternyata sedari tadi ada seorang kakak kelas perempuan yang melihatnya dengan tajam.

Wah, masalah baru lagi nih kayaknya. Batin Via.

***

Seluruh peserta MOS berkumpul di lapangan untuk melaksanakan apel penutupan. Bosan. Via paling benci upacara dan sejenisnya. Apa lagi saat sesi amanat. Rasanya Via ingin lari menuju kantin dan menyeruput segelas lemon tea yang segar. Via tak begitu memperhatikan kepala sekolah yang sedang memberi pengumuman. Via hanya mendengar bagian terakhir.

"Dengan ini seluruh peserta MOS resmi menjadi siswa dan siswi sekolah tercinta ini," Duk. Duk. Duk. Beliau memukul mikrofon layaknya hakim yang memukul palunya. Dan di sambut riuhnya tepuk tangan seluruh siswa dan siswi yang berada di lapangan.

Kini saatnya pembagian kelas. Fikri sebagai ketua osis pun menyebutkan satu persatu siswa yang masuk kelas X.1, dan kelas lainnya. Nama Alivia Anna berada di kelas X.3. Langsung saja Via memasuki kelas bekas gugus 3 itu. Matanya mulai menyapu isi kelas. Mencari tempat duduk yang masih kosong. Di baris ke empatlah Via memilih. Semua sudah duduk berdampingan. Hanya Via yang masih duduk sendiri. Tak lama kemudian seseorang menjitak kepalanya.

"Woi, anak kecil! Lo di kelas ini juga ternyata! Gue duduk samping lo, ya?" tanpa Via jawab pun dia duduk di kursi yang tepat di sampingnya.

Via memperhatikan seorang perempuan bawel yang duduk di sampingnya itu. Via merasa seperti mengenalnya. Tapi...

"Heh! Vi, lo ngapain sih ngeliatin muka gue yang mirip Selena Gomes ini? Terpesona?" kata perempuan itu sambil cengengesan. Dan seketika Via merasakan mual hebat.

Dengar perkataannya tadi, Via pun teringat sahabat SD nya dulu.

"Lo... Sophie?" tanya Via hati-hati.

"Iyalah! Siapa lagi sahabat lo yang mirip Selena coba? Haha," kata Sophie yang di sambut tatapan dari teman-teman sekelas. Karena mereka berisik.

"Dasar toa masjid! Ngomongnya pelan-pelan dong! Kita dilihatin nih!" kata Via setengah berbisik.

"Mana? Sama siapa? Oh sama lo, ya--" kata Sophie sambil berdiri dan menunjuk salah satu perempuan yang duduk di sebelah kanan meja mereka yang matanya masih melihat kearah mereka khususnya Sophie.

"Berisik tahu!" bentak perempuan yang ditunjuk Sophie.

"Wuih, santai, bro. Cuman bercanda. Elah baper amat haha," kata Sophie sambil kembali duduk.

Duduk samping-sampingan sama bocah idiot bikin gue naik darah. Batin Via.

Tak lama kemudian terdengar dari pengeras suara.

"Di beritahukan kepada seluruh siswa dan siswi, untuk tidak keluar dari kelas. Terutama kelas X. Karena akan ada Kakak-kakak osis yang akan memasuki tiap-tiap kelas. Terima kasih."

Beberapa menit setelah pengumuman itu, kakak osis pun mulai berlalu lalang di koridor. Via melihat Aldo melewati kelasnya.

Untung saja. Habislah kalau Kak Aldo masuk ke kelas ini. Batin Via.

Dan dua osis pun mulai memasuki kelas. Osis yang lelaki itu sepertinya salah satu teman Aldo. Dan teman Aldo itu pun berjalan menuju koridor dan mulai berteriak.

Disisi lain, Aldo yang sedang kebingungan mencari kelas mana yang harus dia masuki. Dia berandai-andai, semoga aja gue ketemu lagi sama cewek lucu itu. Batin Aldo. Tiba-tiba suara khas milik temannya terdengar menyerukan namanya. Lalu Aldo pun menghampiri sumber suara.

"Woi! Lo masuk kelas ini bareng gue!" teriak osis itu pada seseorang yang masih belum terlihat wujudnya.

Tiba-tiba teman Aldo pun kini telah bersama... Aldo?!

"Permisiii," katanya sambil cengengesan yang di sambut grasak-grusuk siswi di kelas.

Sial sungguh nasib Via. Saat matanya bertemu dengan mata Aldo, Aldo pun melambaikan tangannya pada Via sambil mengedipkan sebelah matanya. Yang sudah pasti kini Via menjadi pusat perhatian karenanya.

"Selamat siang adik-adik," ucap kakak osis perempuan yang sepertinya lebih serius di bandingkan dua osis lelaki yang di sebelahnya.

"Selamat siang!" jawab seluruh siswa siswi kelas X.3.

"Oke, langsung saja. Hari ini, hari pertama kalian memasuki kelas 'kan? Pasti belum pada kenal, ya?"

"Iyaaa," jawab para murid X.3 serentak.

"Oke, sekarang sesi perkenalan terlebih dahulu. Mulai dari kakak dulu, ya. Nama kakak Alif. Salam kenal ya, adik-adik," kata Alif ramah.

"Iya, Kak," jawab mereka.

"Nama saya Aldo Rihadi," kata Aldo.

"Nama saya Tri Muklis," kata salah satu teman Aldo itu.

"Oke, selanjutnya mulai dari barisan paling depan," kata Alif sambil menunjuk barisan paling depan sebelah kiri.

Satu persatu pun mulai memperkenalkan namanya masing-masing. Ada yang dengan ekspresi malu, cuek, nahan boker (eh, nggak ada sih), dan masih banyak lagi. Dan sekarang pun giliran Via.

"Nama saya Alivia Anna," kata Via cuek.

"Alamatnya dimana adik cantik?" tanya Aldo sambil cengengesan, yang di sambut ramai teman sekelas dengan serempak.

"Cieeee."

Pipi Via memanas.

Kak Aldo bikin malu aja! Batin Via.

"Di perumahan Citra Asri, Kak," jawab Via terpaksa.

"Yang lengkap dong," tambah Aldo.

"Kepo banget sih, Do," kata Alif dengan tawanya.

"Siapa tahu nyokap gue bikin makanan 'kan bisa dianterin ke rumahnya langsung," kata Aldo sambil menatap Via dan menaik turunkan alisnya.

Ya ampun makhluk yang satu ini bikin tangan gue gatel aja! Batin Via.

Via pun pulang dengan perasaan campur aduk. Dan masih heran dengan perempuan yang tadi melihatnya dengan tajam saat dia sedang berbicara dengan Fikri. Lupakan saja. Toh Via tak ada hubungan apa pun dengan Fikri.

***

Via mulai mencari-cari cemilan. Tapi tak kunjung dia temukan. Cacing-cacing di perutnya pun bersedih. Tak lama kemudian ada seseorang yang mengetuk pintu rumahnya. Via pun membukanya.

"Apakah benar ini rumah Alivia Anna?" kata lelaki yang tinggi, menggunakan jaket merah, masker dan topi serta kantung plastik ditangannya itu.

Apa, ya, isi kantung plastik yang dibawanya itu? Semoga aja makanan, dan diperuntukkan buat gue, hehe. Ngarep nih gue. Batin Via penuh harap.

"Iya bener, Bang. Dengan saya sendiri. Ada perlu apa, ya?"

"Ini ada titipan dari laki-laki yang tadi beli martabak saya," katanya.

"Dari siapa tuh, Bang? Namanya?" tanya Via bingung.

"Nggak tau, Neng. Pokoknya ciri-cirinya itu, orangnya tinggi, ganteng, pake jaket merah, pake masker sama pake topi, Neng," kata tukang martabak itu.

Lha? Itu, kok, ciri-cirinya kayak Abang tukang martabak ini sih? Batin Via curiga.

"Kok, ciri-cirinya kayak Abang sih?" kata Via sambil memperhatikan lekat-lekat orang yang mengaku tukang martabak itu. Dia pun tertawa sambil membuka maskernya.

"Iya 'kan emang Abang yang ngasih buat Neng cantik," kata orang itu yang ternyata adalah Dio.

"Ih! Nyebelin banget sih tukang martabaknya!" kata Via sambil memukul lengan Dio. Tawa mereka pun pecah.

"Kakak berisik banget sih! Gue lagi belajar nih!" teriak Gito yang menyebalkan itu dari ruang tamu.

"Santai dong, Mas Bro," jawab Via sambil cengengesan.

Mereka berdua pun duduk di kursi yang ada di teras rumah Via. Tak lama mereka mengobrol, Dio pun pamit pulang. Karena Via lapar, martabak pemberian Dio pun tidak tahan sampai satu jam, lenyap dia makan hanya dalam waktu 20 menit.

***

Hari ini adalah hari pertama Via sekolah tanpa harus menjadi orgil. Rambutnya yang dibiarkannya terurai pun tertiup angin-angin nakal. Via pun memasuki kelas. Saat Via sedang berkenalan dengan teman-teman yang duduk di dekatnya, tiba-tiba pengeras suara pun berbunyi.

"Panggilan kepada siswi yang bernama Alivia Anna untuk segera ke ruang operator sekarang juga. Terima kasih."

Tanpa basa-basi Via pun berjalan menuju ruang operator. Dan di sana ada dua orang perempuan serta petugas operator. Via pun mengetuk pintu. Saat matanya bertemu dengan mata salah satu dari perempuan yang ada di sana, Via merasa pernah melihatnya sebelum ini. Dia pun berbicara ramah pada petugas operator lalu menghampiri Via.

Ada yang nggak beres nih. Batin Via.

"Ikut gue," kata perempuan itu sambil menarik tangan Via dengan kasar.