Chereads / Between Love and Time / Chapter 5 - 04

Chapter 5 - 04

Kini, mereka sedang sibuk mencari SMA yang mau menerima mereka menjadi salah satu siswanya. Dari sekian ratus orang yang mendaftar, Via lah salah satu siswa yang di terima di sekolah favoritnya itu. Walaupun sekolah yang dia impikan itu tidak sebesar sekolah-sekolah yang berada di kota, tapi Via senang bisa menjadi salah satu siswa yang akan mengabdi tiga tahun di sana.

Hari selanjutnya, Via jatuh sakit. Mungkin karena terlalu capek. Via pun memberitahukan pada Dio kalau dia sedang sakit. Ketika pesan Via sudah terkirim dan dibaca, Dio tak membalasnya. Satu menit. Via masih menunggu. Tiga menit. Via mulai membenarkan posisi duduknya. Enam menit. Via meninggalkan ponsel.

Ini cowok kemana sih? tiba-tiba ilang, bikin nethink aja. Rutuk Via dalam hati.

Memang sih rumah mereka jauh, tapi masa' iya jarak mempengaruhi sinyal? Via pun mengecek ponselnya berkali-kali. Belum ada balasan. Terlalu lama menunggu, Via pun ambil ancang-ancang untuk berlayar di pulau kapuk. Tiba-tiba adik Via yang berisik meneriakinya dari ruang tamu.

"Kakak! Itu ada Kak Dio!" kata Gito berteriak.

Adiknya yang jahil itu terkadang suka membuat Via gemas ingin menjotosnya. Mana mungkin. Dio pasti sedang sibuk, jadi mana sempat menjenguknya. Lagian sayang saja tidak cowok itu pada Via. Pesan saja tidak dibalas. Pikir Via.

Via pun berjalan gontai sambil mengucek-ucek matanya menuju ruang tamu.

"Dek, emang kakak bego bisa ka--" Via mendadak bisu. Matanya langsung terarah pada sosok laki-laki tinggi yang sedang duduk memakai jaket abri dan tengah tersenyum manis ke arahnya itu.

"Ngapain lo di sini?"

Oh pantes aja dia nggak bales pesan dari gue, ternyata dia ke rumah. Batin Via.

"Mau jenguk kamu, lha," jawab Dio sok ramah di depan Mama Via.

"Kakak, jangan berdiri di situ aja dong, katanya pusing, tuh duduk samping Dio," kata Mama Via.

"Iya, Ma," jawab Via ogah-ogahan.

Dio pun tersenyum melihatkan barisan giginya yang rapi.

"Kamu sakit apa?" tanya Dio.

"Panas," jawab Via seadanya.

Dio pun merogoh tasnya. Kemudian, mengeluarkan sesuatu. "Nih, buat kamu. Diminum, ya, biar cepet sembuh," katanya sambil memberikan kantung plastik pada Via.

"Apaan nih?"

"Liat aja."

Dua buah kaleng larutan dan dua buah kaleng susu beruang yang sebenarnya berisi susu sapi tetapi iklannya naga.

"Buat gue?"

"Ya iyalah 'kan kamu yang sakit. Diabisin lho, ya," kata Dio.

***

Masa libur panjang kini telah habis. Tibalah saatnya Via dan seluruh siswa memulai MOS (Masa Orientasi Siswa), yang dalam kamus besar bahasa Via artinya 'Menjadi Orang gila Sekolah'. Bagaimana tidak? Semua siswa di perintahkan datang memakai topi yang terbuat dari kardus, name tag besar yang terbuat dari kardus juga dan satu lagi yang paling penting yaitu tas yang terbuat dari karung beras dan tali rapia.

Semua siswa rela berdesak-desakkan demi melihat mading untuk mengetahui di gugus manakah nama mereka. Mereka terlihat buru-buru. Sepertinya hanya Via yang santai saja walaupun belum tahu dimana gugusnya. Saat yang lain sudah beranjak dari depan mading, Via melangkah untuk melihat daftar nama. Gugus 1... tidak ada. Gugus 2... 3... 4... tidak ada juga. Gugus 5... 6... Nah itu dia!

Akhirnya ketemu juga! Batin Via.

Tet.....

Mampus! Batin Via.

Semua siswa baru pun mulai kalang kabut berlarian memasuki gugus masing-masing. Dan Via? Masih mematung di depan mading dengan bodohnya. Saat Via berlari menyusuri koridor sambil celingukkan mencari kelas yang bertuliskan gugus 6, tak lama Via menemukanya. Tapi, sepasang mata menatapnya garang. Sepertinya dia osis yang membimbing gugus 6.

"Lo gugus berapa?!" tanyanya garang.

"Gugus 6, Kak," jawab Via gemetar.

Lucu nih bocah. Batin Aldo.

"Lo niat sekolah nggak sih? Hari pertama MOS aja udah telat, gimana nanti?!" bentaknya.

"Maaf, Kak."

"Enaknya di apain nih, cuy?" tanya nya pada osis perempuan yang kelihatannya sedang mengabsen siswa gugus 6.

"Kalem kenapa, Do," jawab osis perempuan itu.

"Yah, nggak seru. Masa' nggak di hukum?" balas osis lelaki itu sambil melirik Via.

"Haha masalah hukuman, itu sih pasti. Tapi, nggak sekarang."

Nah lho? Batin Via yang mulai cemas.

"Terus sekarang diapain?" tanya kakak osis yang name tag nya tertulis Aldo Rihadi.

"Suruh masuk aja dulu, Do."

Tiba-tiba osis itu memperhatikan Via dengan intens yang membuat Via menundukkan kepalanya. "Lo nggak denger tadi dia bilang apa?! Masuk!" bentaknya.

Tanpa menjawab, Via pun langsung memasuki kelas. Semua tatapan tertuju padanya. Via duduk di kursi paling pojok. Sendirian pula. Kakak osis yang berbicara di depan mulai memperkenalkan dirinya.

"Kenalin, nama gue Riska Kurnia, dan kakak ganteng ini namanya Aldo Rihadi. Kita berdua pembimbing kalian atau lebih tepatnya lagi pembimbing gugus 6. Jika ada di antara kalian yang tidak disiplin, kita nggak akan segan-segan buat hukum kalian." Ketika mengucapkan kalimat terakhir, mata Riska dan Aldo terang-terangan menatap Via.

***

Saat istirahat tiba, Via merasa lega ternyata kakak-kakak garang itu lupa akan hukuman padanya. Saat mereka keluar kelas, langsung saja kelas yang tadinya sunyi mendadak riuh. Berisik sekali.

Para lelaki menggoda Via. Mengajaknya berkenalan lha, minta nomor telepon lha, alamat rumah lha, nomor sepatu sekalian! Tak lama setelah itu kelas kembali sunyi ketika Aldo masuk ke dalam kelas dan langsung berjalan menuju tempat duduk Via.

Via mulai merapalkan apa saja dalam hatinya. Tak sempat Via bertanya, Aldo langsung menarik Via keluar meninggalkan kelas. Semua orang yang berlalu lalang menatapnya dengan tatapan bingung. Via di bawa menuju ruangan yang tidak terlalu luas, yang Via yakini itu adalah ruang osis. Dan tentu saja banyak sekali sekumpulan osis yang sedang berdiskusi. Kemudian dengan datangnya Via dan Aldo semuanya terdiam, lalu sedetik kemudian pecah lah ruangan itu.

"Wuih gila! Dapet dede gemes dari gugus mana tuh, Do?" kata seorang laki-laki yang ditimpali teman laki-laki lainnya.

"Bisa aja lo dapetin cewe imut gini, mau diapain, Do?"

"Lo, lo, pada, nggak bisa tahan banget sih liat cewe bening sedikit. Nih bocah tadi dateng telat, enaknya di apain, ya?" kata Aldo.

"Enaknya dipacarin tuh, Do!" celetuk salah satu osis di sana.

"Serius nih," kata Aldo.

"Sini deh, Do. Gue ada ide."

Mereka semua pun membuat konfrensi meja persegi panjang dadakan dengan berbicara berbisik. Tiga menit kemudian mereka serempak tertawa sambil menatap Via.

Perasaan gue, kok, nggak enak, ya?  Batin Via.