Hal yang menurut Via aneh terjadi lagi. Karena seperti yang dia rasakan selama ini, Dio tidak pernah baik padanya. Tapi kali ini, dia membayar ongkos bagiannya juga. Alasannya sih karena supaya uangnya pas, tidak perlu ribet menunggu kembalian. Tapi Via tak ingin punya hutang budi pada Dio. Namun segigih apapun Via memaksa Dio untuk menerima uangnya, tapi Dio bersikeras tidak mau memerimanya.
Emang rezeki gue kali ya. Batin Via acuh.
Rencana Via selanjutnya, dia tidak langsung pulang ke rumah. Melainkan menginap satu hari di rumah salah satu teman dekatnya, yang sekaligus seseorang yang Dio anggap sebagai adik. Namanya Sivi Ivani. Via cukup dekat dengan Sivi. Tak jarang mereka mandi bersama saat di asrama (sekali lagi, ini cuma kalau kepepet). Ya maklumlah, siswinya hampir 500 sedangkan kamar mandi hanya ada 11. Bisa dibayangkan susahnya mereka mandi 'kan? Selain itu, Sivi sering curhat pada Via.
Dari semua yang Via dengar tentang curahan hati Sivi itu, menurut Via dia menganggap Dio lebih dari sekedar kakak. Kalian pasti mengerti 'kan maksud Via? Sivi baper atas semua perhatian yang Dio berikan padanya. Menurut Via dan teman-temannya, sikap Sivi juga terlalu berlebihan mendekati Dio. Waktu Dio masih dengan kekasihnya pun begitu. Seolah-olah Dio milik Sivi seorang. Yang terkadang membuat kekasih Dio saat itu cemburu. Sivi terjebak dengan status kakak-adikzone.
Sivi kira Via hanya main-main saja berbicara ingin menginap di rumahnya. Dan saat Via minta dia untuk menjemputnya, melalui telepon (Via tidak bilang bahwa dia bersama Dio), dia bilang "nggak bisa nih, gue lagi nganter Mama." tetapi jawaban saat Dio yang meminta jauh berbeda, Sivi menjawab "kakak dimana? Aku langsung otw nih." jadi kesimpulannya? Dia benar-benar menyimpan rasa pada Dio, right?
"Kak, maaf, ya, lama. Aku tadi izin ke Mamanya susah," kata Sivi ketika sudah sampai di depan Dio.
"Tapi udah diizinin 'kan?" tanya Dio.
"Udah, kok, Kak. Tenang aja," balas Sivi riang.
"Kakak sendiri 'kan?" tanya Sivi.
"Nggak," jawab Dio cengengesan.
"Lha, terus?" tanya Sivi heran.
Via pun keluar dari tempat persembunyian.
"Eh, ada lo juga," kata Sivi sedikit gugup.
"Iya nih. Oh iya, gue nginep di rumah lo, ya, sehari," kata Via sambil menaik turunkan alisnya.
"Iya siap. Kebetulan gue lagi pengen curhat sama lo, hehe," jawab Sivi. Sedikit kecanggungan masih tersirat dirautnya.
"Oke, makasih, ya," Kata Via.
"Sama-sama, Vi. Maaf, ya, tadi pas di telepon gue bilangnya nggak bisa jemput. Ini juga maksa dulu."
"Kalo Dio yang ngomong aja langsung deh ngerayu-rayu Mama biar dibolehin," ledek Via.
"Apaan sih lo," jawab Sivi salah tingkah.
Karena hanya ada 1 motor sedangkan mereka bertiga, ya mau tidak mau harus boti (bonceng bertiga).
Sebenarnya malu sih, tapi, ya, mau gimana lagi? Buat irit ongkos hehe. Batin Via.
***
Sesampainya di rumah Sivi, ya sesuai perkiraan, dia langsung bercerita pada Via. Ya tentang siapa lagi kalo bukan Dio sang pujaan hatinya. Tak lama setelah itu, ponsel Via berdering. Saat dia lihat,
Nomor tidak dikenal.
Via pun menggeser simbol hijau pada layar ponselnya, lalu terdengar suara seseorang yang mengganggu hidupnya.
"Halo, Vi. Lo bisa temenin gue nggak?" kata Dio dari seberang.
Dia dapet nomor gue dari mana? Batin Via terheran-heran.
"Lha? Kemana?" tanya Via.
"Ke asrama."
"Ngapain? Males amat."
"Plis dong. Ada barang gue yang ketinggalan."
"Kenapa nggak sama Sivi aja?"
"Cepetan mau apa nggak?"
Buat kedua kalinya pertanyaan gue dikacangin. Batin Via.
"Nggak."
Apaan banget deh. Batin Via.
"Yah. Ya udah deh."
Tut... Tut... Tut..
Telepon pun di akhiri. Keesokan harinya, saat Via sedang bersiap-siap ingin pulang, ponselnya berdering.
"Vi? Lo balik sekarang 'kan? Gue anterin, ya?" kata lelaki menyebalkan dari seberang telepon.
"Kesambet apaan lo? Gue bisa balik sendiri, kok."
"Uang lo 'kan tinggal dikit, lo mau kalo nanti di suruh jadi kenek?"
What theeee..... Batin Via mulai gereget sendiri.
"Muat lah! Nggak sesedikit itu kali duit gue! Udah ah, gue mau mandi!"
"Ya udah gue otw rumah Sivi, ya, lo jangan balik sebelum gue dateng," kata Dio yang langsung menutup telepon.
Mendengar kalimat terakhir Dio, membuat Via tidak jadi mandi dan langsung tancap gas dengan Sivi. Setelah sampai di satu persimpangan, Via pun turun. Dan setelah pamit tak lupa mengucap terimakasih pada Sivi, Via langsung menyuruh Sivi agar segera pulang. Dengan cepat Via menaiki angkutan umum dan berbicara pada Abang Supir angkot agar langsung menancap gas dengan rusuhnya. Beberapa menit kemudian ponselnya berdering. Via pun terkekeh geli melihat siapa yang menelponnya.
"Woi! Lo dimana sih?!" kata Dio setengah membentak.
"Di angkot," jawab Via polos sambil menahan tawanya.
"'Kan gue udah bila--" belum selesai Dio berbicara, Via dengan jahatnya mematikan ponsel dan segera memasukkannya ke dalam tas lalu tertawa dengan puasnya tanpa sadar ia sedang ada dimana.
"Neng, sehat?" tanya sang supir angkot yang membuat Via sedikit malu.
"Sehat kok, Bang," jawab Via.