Retta mendengar kalau handphone-nya berbunyi. Retta mengambil handphone-nya dan melihat terlebih dahulu siapa orang yang menghubunginya sekarang.
Retta langsung menerima sambungan telepon itu. "Hallo." Retta mengawali pembicaraan.
"...."
"Gak tahu Pah, Retta masih nyaman tinggal di Indo Pah." Retta menjawab dengan nada yang begitu jujur. Orang yang menghubungi sekarang memang Papahnya.
"...."
"Ya entahlah. Retta gak bisa kasih janji sama Papah," ujar Retta.
Retta bukan orang yang bisa dengan mudah mengucapkan dan juga memberikan sebuah janji kepada orang lain, sedangkan dirinya masih tanda tanya apakah dirinya bisa menepati apa yang sudah dia janjikan atau tidak.
Retta tidak suka ingkar janji, makanya Retta lebih memilih untuk tidak berjanji, daripada Retta mengingkari sebuah janji yang sudah dia buat.
Retta begitu tidak menyukai orang yang ingkar janji, makanya Retta tidak mau menjadi orang yang seperti itu. Retta tidak mau menjadi orang yang tidak dia sukai.
"...."
"Iya. Nanti Retta pikirkan," jawab Retta dengan nada yang begitu santai.
"...."
"Gak juga sih. Ini semua gak ada hubungannya."
Peyvitta yang mendengar apa yang sudah Retta ucapkan menjadi melirik ke arah di mana Retta berada.
Peyvitta tidak tahu sama sekali apa yang sedang Retta bicarakan, tapi saat Retta mengucapkan kalimat itu, Peyvitta seolah merasa penasaran akan apa yang sedang Retta bahas dengan orang yang dia duga adalah Papahnya Retta.
"...."
"Oh ya udah kalau gitu. Papah istirahat aja. Gak usah bingung sama masalah ini," ujar Retta. Retta terlihat begitu santai menghadapi semua hal ini.
"...."
"Retta bisa jaga diri kok. Lagian di Indo Retta gak sendirian kan Pah. Ada Om Gilang, Om yang lainnya. Ada Alex sama ada pacar Retta juga yang jagain Retta. Papah gak perlu khawatir," ucap Retta.
Peyvitta sekarang bisa menebak apa yang sudah Papahnya Retta ucapkan barusan. Peyvitta mengira kalau Papahnya Retta itu pasti mengkhawatirkan Retta yang tinggal di Indonesia.
Peyvitta merasa ada sesuatu yang berbeda yang hatinya rasakan saat mengetahui kalau Papahnya Retta begitu perhatian dan khawatir akan keadaan Retta, sedangkan dirinya? Peyvitta tidak merasakan itu.
Peyvitta merasa sedikit iri terhadap Retta, tapi Peyvitta hanya bisa iri tanpa melakukan hal yang lainnya, sebab tidak ada yang bisa dia lakukan untuk bisa mendapatkan sebuah perhatian dari orang tuanya.
"...."
"Makasih ya Pah," jawab Retta dengan nada yang terdengar begitu lembut.
Peyvitta melirik ke arah di mana Retta berada. Peyvitta melihat sebuah senyuman yang menunjukkan kalau Retta sekarang merasakan sebuah kebahagiaan.
Bukan hal yang aneh kalau Retta merasakan yang namanya bahagia, karena dirinya juga akan merasakan hal itu, kalau dirinya sampai mendapatkan sebuah perhatian dari orang yang berstatus sebagai orang tuanya, tapi sayangnya Peyvitta tidak merasakan itu, makanya Peyvitta tidak bisa merasakan yang namanya bahagia.
Peyvitta hanya bisa bersedih mengingat kehidupannya yang berjalan jauh berbeda dengan anak-anak perempuan di luar sana.
Di mana mereka mendapatkan sebuah perhatian yang cukup besar dari orang tuanya, sedangkan dirinya mendapatkan sebuah pengabaian dari mereka.
"...."
"Good night."
"...."
"Oh iya lupa. Good afternoon." Retta tidak ingat akan perbedaan waktu yang ada.
Retta merasa cukup dekat dengan Papahnya, makanya Retta tidak sadar kalau sebenarnya di tempat di mana Papahnya tinggal belum masuk waktu malam.
"...."
"Gak ada. Kali ini Retta lagi gak ingin apa pun."
Peyvitta sekarang menjadi semakin fokus mendengarkan pembicaraan Retta. Peyvitta sebelumnya tidak berniat untuk menguping, hanya saja Peyvitta ingin tahu bagaimana kedekatan Retta dengan Papahnya.
Saat mendengar sebuah jawaban yang baru saja Retta ucapkan, Peyvitta mengira kalau sebelumnya Papahnya Retta menanyakan sesuatu hal yang sedang Retta inginkan sekarang. Peyvitta tersenyum tanpa arti mengingat semua itu.
"...."
"Iya, nanti kalau Retta ingin pasti Retta bilang sama Papah."
"...."
"Bye-bye."
Setelah selesai melakukan sambungan telepon, Retta melirik ke arah Peyvitta. Retta terdiam saat memperhatikan Peyvitta yang sekarang tengah terbengong. Retta memperhatikan Peyvitta beberapa saat, tapi Peyvitta masih tetap terbengong.
"Hei, lo kenapa?" tanya Retta. Retta begitu tanda tanya saat melihat Peyvitta yang seperti ini.
Mendengar suara Retta, Peyvitta tersadar dari lamunannya. Peyvitta menggelengkan kepalanya. "Hm, enggak papa." Peyvitta menjawab dengan nada yang terdengar begitu datar dan dengan jawaban yang bukan merupakan jawaban yang sebenarnya.
"Lo kenapa melamun kayak gitu?" tanya Retta. Retta menjadi penasaran sama alasan yang membuat Peyvitta menjadi melamun.
"Lo mau pindah?" tanya Peyvitta.
Peyvitta lebih memilih untuk bertanya akan apa yang sudah dia pikirkan tadi saat mendengar percakapan Retta dengan Papahnya, dibandingkan dengan dia yang harus menjawab alasan yang membuat dirinya menjadi terbengong.
Retta menggelengkan kepalanya. "Enggak," jawab Retta dengan nada yang terdengar begitu santai.
"Tadi apa?" tanya Peyvitta.
Peyvitta masih tanda tanya sama pembahasan yang sudah dirinya dengar. Peyvitta semula hanya bisa menebak saja, karena kalimat-kalimat yang dia dengar hanya kalimat yang diucapkan oleh Retta.
"Oh, gue emang diajak untuk ikut sama Bokap sama Nyokap ke Inggris." Retta sebelumnya tidak tahu kalau Peyvitta sudah mendengarkan pembicaraannya dengan Papahnya.
"Terus?" Peyvitta menjadi bingung sendiri. Apa yang sudah dirinya duga memang benar. Di mana Retta mengakui kalau Papahnya mengajak dirinya untuk ikut ke Inggris.
"Ya gue gak mau," jawab Retta dengan nada yang terdengar begitu enteng.
"Kenapa?" tanya Peyvitta. Peyvitta mendadak menjadi tanda tanya akan alasan yang membuat Retta tidak ingin pergi ke Inggris.
"Gue lebih betah di sini. Everything i got is in this country," jawab Retta.
"Everything?" Peyvitta mengernyit dengan begitu bingung.
"Ya, friends, boyfriend and others." Apa yang sudah Retta ucapkan memang benar. Semua yang dia miliki berada di Negara ini, seperti teman-temannya, pacar dan hal yang lainnya.
"How about the family?" tanya Peyvitta. Peyvitta begitu tanda tanya akan hal ini.
Alasan yang semula membuat Peyvitta seolah bertanya tentang 'everything' dalam kalimat Retta itu, karena Peyvitta tahu kalau keluarga Retta tidak berada di Negara ini, sedangkan semula Retta mengatakan kalau semuanya ada di Negara ini.
"That is. It's the only thing that's not in this country." Hanya itu. Hanya keluarganya yang tidak ada di Negara ini.
"Nah kalau gitu lo mau bagaimana?" tanya Peyvitta. Peyvitta menjadi ingin tahu apa yang akan Retta ambil atau Retta putuskan mengenai hal ini.
"Gak mau gimana-gimana." Retta menjawab dengan nada yang begitu datar.
Peyvitta dengan seketika langsung mengernyit bingung. "Maksudnya?" Peyvitta sama sekali tidak paham dengan jawaban yang sudah Retta ucapkan.
"Sebenarnya bukan keluarga yang gak ada di sini, tapi orang tua. Cuma orang tua yang gak ada di sini, karena kalau dibilang keluarga, keluarga Alex juga keluarga gue." Retta menjelaskan sedikit tentang itu.
Peyvitta menganggukkan kepalanya mengerti. Peyvitta mengerti kenapa Retta lebih memilih untuk tetap tinggal di Indo, karena memang kebanyakan yang dia punya berada di Indonesia, maka bukan hal yang mudah untuk dirinya bisa pindah ke Inggris.