Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Hujanku

🇮🇩Nesarea
--
chs / week
--
NOT RATINGS
18.2k
Views
Synopsis
Aku suka hujan, ya aku memang suka hujan. Aneh? Kurasa tidak, banyak orang yang suka hujan seperti ku. Hujan itu sangat indah, dan selalu mengejutkan. Hujan bisa datang dan pergi sesuka hatinya. Kadang gerimis, kadang deras. Sama seperti dia, ya dia. orang yang selalu membuat perasaanku campur aduk.
VIEW MORE

Chapter 1 - Wajah itu

"DIRA!!! DIRA!!!" Teriak mama sambil menggedor-gedor pintu kamar, entah untuk yang ke berapa kali. Samar-samar mulai kudengar suara mama memanggilku. Karena kupikir ini masih pagi, kutarik kembali selimut untuk menutup tubuhku.

Suara mama tidak berhenti juga namun sudah tidak seintens tadi. Sambil duduk kupaksa mataku untuk melek, kulihat jam sudah menunjukkan pukul 6.30 WIB. Melihat jam membuat kantukku hilang seketika. Dengan buru-buru aku siap-siap untuk berangkat sekolah. (Jangan bilang pada siapa-siapa aku hanya cuci muka dan gosok gigi saja ya.)

"Kenapa baru bangunin sekarang sih mah?" Omelku pada mama yang sibuk di dapur sambil berjalan cepat. Mama hanya menggelengkan kepala terkejut sambil sesekali menatapku yang memakai sepatu dengan buru-buru.

"Udah setengah jam mama teriak-teriak, ini malah kamu yang ngomel." Kata mama sambil menyiapkan sarapan.

"Makan dulu!" teriak mama melihatku lari ke garasi. Kubalas dengan lambaian tangan tanda buru-buru, mama hanya menggelengkan kepala melihatku. Hingga membuat beliau lupa memberikan bekal yang sudah disiapkannya untuk kubawa.

Aku sudah tidak fokus pada apa saja yang diucapkan mama, langsung kuambil sepeda dan kukayuh secepat aku bisa. Walaupun aku tahu kalau bakalan telat sampai sekolah. Sepanjang jalan aku hanya berharap guru piket pagi ini mau berbaik hati padaku. Ya walau aku yakin itu tidak mungkin terjadi sih.

Benar saja, di pintu gerbang sudah ada guru BK yang siap memberi hukuman untuk siswa-siswa yang telat. Sambil ngos-ngosan kuparkirkan sepedaku, sambil diawasi guru BK yang berkacak pinggang menatapku dari hall sekolah.

Ada sekitar 10 siswa yang pagi ini dihukum karena telat sepertiku, membuat aku sedikit lega karena tidak sendirian. Aku berlari kecil ke lapangan tempat siswa-siswa lain berbaris untuk dihukum.

Guru BK memberikan ceramah pada kami, entah apa saja yang beliau ucapkan aku tidak peduli. Aku hanya ingin cepat-cepat selesai dan masuk kelas. Mataku langsung menatap guru BK itu ketika kudengar hukuman kami adalah lari keliling lapangan. Walaupun hanya dua kali, tapi tetap saja rasanya aku ingin protes.

Bagaimana tidak, aku baru saja mengendarai sepeda dengan buru-buru bahkan rasa lelahku belum hilang. Dan ini masih harus ditambah lari keliling lapangan. Sambil menyeka keringat, aku berlari pelan tidak peduli akan selesai terakhir atau tidak. Rasanya tubuhku ini sangat lelah, ditambah belum sarapan membuatku makin lelah.

"Tau begini, mandi sama sarapan dulu tadi." Kesalku setelah menyelesaikan hukuman. Dengan lunglai aku berjalan pelan mengambil tas yang tadi aku taruh di hall dan menuju kelas.

"Ra tumben telat?" Bisik Aya padaku saat aku sudah masuk ke kelas dan duduk di sampingnya. Nayara Safira atau Aya merupakan teman sebangku sejak SMP, kemana-mana bersama sampai dijuluki anak kembar saat SMP.

"Semalem lembur drakor gue." Kataku sambil tersenyum lebar walaupun mukaku masih merah dan penuh keringat. Aya hanya menggelengkan kepala tidak habis pikir padaku.

"Dasar lo ini, nanti minta yang episode 20 ya." Sambil mengambil dan memberikan flashdisk padaku. Kupukul lengannya pelan karena tidak percaya dengan kata-kata Aya, dia hanya tersenyum lebar menatapku.

"Ya, baik anak-anak tolong kerjakan tugas di buku halaman 23, nanti dikumpulkan di meja saya, karena saya ada keperluan penting, pelajaran saya cukupkan, terima kasih." Kata pak Slamet.

Seketika kelas menjadi sepi penghuni setelah pak Slamet guru matematika keluar. Hanya tinggal aku, Aya dan beberapa siswa yang di kelas mengerjakan tugas. Siswa-siswa yang lain sudah menyebar ke kantin dan lapangan sekolah.

"Ra, kantin yo!" Aya menarik lenganku, karena kebetulan aku sangat lapar dengan semangat aku mengiyakan ajakan Aya.

"Ya, Kenapa senyum-senyum ga jelas gitu?" Kusenggol lengannya karena kulihat dia tidak berkedip melihat seseorang.

Mataku menyapu seisi kantin untuk mencari apa yang membuat Aya tersenyum seperti itu. Apakah ada menu baru yang makanannya merupakan makanan kesukaan Aya? Pikirku dalam hati. Tetapi kulihat tidak ada, membuatku bingung memikirkannya.

"Ra, itu Ra? Ganteng banget Ra, serius." Aya mulai meremas-remas tanganku, membuatku sekali lagi melihat kearah mata Aya menatap tapi hasilnya tetap nihil.

"Yang mana? Banyak cowok disitu." Kataku bingung, ya kali banyak orang di kantin mana tahu aku orang mana yang dimaksud.

"Itu-itu." Sambil menunjuk-nujuk kearah gerombolan kakak kelas. Kulihat kearah mana tangan Aya menunjuk, hanya saja aku hanya dapat melihat punggung mereka yang berjalan keluar kantin.

"Yah ilang. Ntar deh kalau ketemu gue kasih tahu." Aya terlihat kecewa sambil menundukan kepala. Kupegang bahu Aya untuk menenangkan dirinya yang kecewa.

Kupesankan Aya makanan karena dia masih saja duduk diam. Membuatku bingung harus bagaimana, karena aku belum pernah merasakan suka pada seseorang. Jadi aku tidak tahu apa yang Aya rasakan sekarang.

Aya mengajakku melewati ruang kelas XI, entah apa tujuannya dia tidak memberitahuku. Aku menurutinya karena dia memberiku sogokan es krim, entahlah padahal tidak perlu sogokanpun aku mau-mau saja lewat situ.

"Ra itu orangnya, yang duduk di meja paling depan." Kata Aya saat lewat kelas XI IIS1, tanpa pikir panjang langsung saja kutengok kedalam kelas itu.

Oh jadi itu orangnya, pikirku dalam hati. Pantas saja Aya menyukainya, ganteng gitu. Dengan cepat kugelengkan kepala untuk menyadarkanku supaya tidak hanyut menatapnya. Gimana nggak wajahnya tampan dan kalau dia jadi artis pasti bakal terkenal karena ketampanannya.

"Lumayan ganteng Ya, ntar deh gue tanyain mas Anton siapa tau kenal." Kataku akhirnya sambil menghabiskan es krim.

"Mas Anton?" Aya kaget karena aku tidak pernah cerita. Dia menghalangi jalanku dan menatapku dengan raut wajah penasaran.

Aku enggan menjawab pertanyaan Aya, kutarik dia masuk kelas karena sebentar lagi bel pergantian jam pelajaran berbunyi. Sampai di dalam kelas dan duduk Aya masih saja menatapku minta jawaban. Aku hanya berharap guru segera masuk kelas dan membuat Aya lupa akan pertanyaannya.

"Siang anak-anak." Aku bersyukur karena guru sudah datang, sehingga menunda Aya untuk menghujaniku dengan pertanyaan. Aku berharap dia lupa.

Ups.