Chereads / Hujanku / Chapter 8 - Malu

Chapter 8 - Malu

Pagi ini rasanya malas sekali untuk berangkat sekolah. Tapi aku tidak punya alasan untuk tidak berangkat. Iya kali masak alasannya malas sekolah, kan nggak lucu. Dengan berat hati kulangkahkan kaki ku menuju sekolah.

"Ra? Gimana kaki lo?" Mas Anton berjalan disampingku.

"Nggak gimana-gimana. Emang kenapa?" Tanya ku bingung.

"Bukanya kemarin lo jatoh?" O iya aku lupa, kemarin kan aku jatuh pas jam olahraga.

"Oh, udah kering kok." Jawabku santai.

"Yakin?" Mas Anton meragukan jawabanku.

"Kenapa sih emangnya? Kayak nggak pernah liat gue jatoh aja." Kataku mulai sebal.

"Tau ah." Kata mas Anton lalu berjalan cepat meninggalkanku yang berjalan pelan.

"Baik anak-anak tugas bahasa Indonesia minggu kemarin dikumpulkan ya."

'Mampus aku lupa belum ngerjain. Gimana ini. Mana killer lagi itu guru.' Pikirku sambil berpikir mencari alasan kenapa belum mengerjakan.

"Ra? Mesti lupa." Bisik Aya pelan. Aku hanya bisa mengangguk.

"Indira, Nayara. Bapak bisa mendengar pembicaraan kalian. Sekarang yang belum mengerjakan keluar kelas, kerjakan tugas itu ditambah kerjakan soal LKS halaman 23 di perpustakaan."

"Baik pak." Kataku pelan sambil menyiapkan buku dan alat tulis.

"Harus selesai hari ini juga, dikumpulkan maksimal pulang sekolah." Tambah guru bahasa itu, aku hanya mengangguk pelan.

Perlahan aku berjalan ke perpustakaan, mana tugas kemarin itu banyak, masih di tambahi ini lagi. Aish. Tanpa sadar ku tendang tembok saking kesalnya.

"Aish sakit ternyata." Kataku sambil meringis kesakitan.

"Konyol." Kata seseorang berjalan memasuki kelas di sebelah XI IIS1.

"Sial, kenapa mesti ketemu mas Vino sih." Gumamku pelan. Lalu kupercepat langkah kakiku menuju perpustakaan.

Kukerjakan dengan serius, entah kesambet apa aku bisa menyelesaikan semua tugas itu. Aku heran sendiri.

"Akhirnya selesai juga ini tugas." Kurenggangkan tubuhku, aish, pegal sekali.

Pak Agus dimana ya, di kantor kali ya, ini udah jam pulang kan. Heh! Jam pulang berarti aku bolos kelas bahasa Inggris dong. Aish sial.

'Dimana pak Agus, kok ga ada di kantor.' Pikirku saat memasuki ruang guru dan mendapati meja pak Agus kosong.

"Cari siapa mbak?" Tanya salah seorang guru yang sedari tadi memperhatikanku.

"Pak Agus bu, apa belum selesai mengajar?"

"Oh, masih di kelas XI IIS1 mbak."

"Terima kasih bu."

Mampus aku, itu kan kelas mas Anton. Kalau dilaporin ke ortu bahaya ini. Tahu ah bodo, penting ngumpulin tugas. Dilaporin ya udah lah, trima aja, nggak tiap hari juga.

Baru juga sampai depan kelas XI IIS1, eh pak Agus sudah lihat dan melambaikan tangan menyuruhku masuk.

"Indira mana tugasmu?" Tanya pak Agus dari dalam kelas. "Bawa kesini."

Aku paling nggak suka kalau begini nih, ditatap seisi kelas, serasa buronan ketangkep aja ini aku.

"Ini pak." Kataku sambil menyerahkan tugasku pada pak Agus.

"Lain kali jangan diulang. Udah berapa kali kamu seperti ini." Kata pak Agus sambil memeriksa tugasku.

"Tiga kali pak." Kataku sepelan mungkin agar tidak ada yang dengar.

"Tiga kali. Astaga Indira, satu kali lagi bapak tidak akan memperbolehkan kamu masuk kelas saya satu pertemuan." Kudengar suara tertawa seisi kelas, membuatku sangat malu.

"Baik pak, maaf sebelumnya." Kataku sambil menunduk malu.

"Ya sudah balik sana. Tidak malu apa dilihat kakak kelas. Bukunya diambil besok di meja saya." Pak Agus menyuruhku keluar.

"Malu lah pak." Kataku lalu berjalan cepat keluar kelas tanpa menoleh ke seisi kelas.

Skip

"Kali ini kalian harus menggambar apa yang kalian lihat, dari sudut pandang tempat duduk kalian. Jadi hasil gambar kalian nantinya akan berbeda-beda." Kata pak Adi sambil menaruh sekeranjang buah di atas meja.

Aku tidak bisa fokus kali ini, mengingat kejadian siang tadi di kelas Anton. Aku harus bagaimana ini.

Drrttt

Drrttt

From: mas Anton

Tenang gue nggak akan laporin ke ortu lo kok.

Membuatku sangat lega membacanya. Dengan semangat kugambar satu keranjang buah di depanku.

Akhirnya selesai juga, eh, tinggal aku doang ini di kelas. Sial. Karena kulihat sekeliling sudah tidak ada murid selain aku.

"Pak ini hasil lukisan saya." Kataku sambil menyerahkan hasil lukisanku.

"Lumayan, baiklah ini saya kembalikan, tolong disimpan ya. Karena setiap akhir semester 2 akan dipilih satu gambar dari setiap tema untuk di tampilkan di pameran sekolah." Kata pak Adi sambil mengembalikan gambaranku.

"Baik pak." Lalu mengambil tas dan keluar kelas.

Gambarku yang kemarin harus aku minta ini. Siapa tahu besok gambar itu yang kepilih buat di pamerin, kan lumayan.

Kulihat lapangan udah sepi, aula juga udah sepi, berarti ekstra tonti udah selesai dari tadi dong. Ah sial, gimana ini, nge chat pasti nggak di bales. Bongkar paksa loker dikira maling.

"Aish." Sebal aku, reflek kakiku menendang asal.

"Nih gambar lo kemarin." Tiba-tiba Vino nongol entah dari mana dan memberikan gambarku.

"Makasih mas. Untung dikembaliin." Kuambil langsung kertas dari Vino dengan cepat.

"Mau bareng?" Vino mengajakku pulang bareng. Mau aku mas, mau banget. Tapi nanti aku baper gimana.

"Enggak mas, gue harus mampir dulu soalnya, jadi mas duluan aja." Sebenernya nggak mampir sih cuman, aku nggak enak aja sama Aya nanti dikira aku nikung lagi. Kan bahaya.

"Yakin?" Vino menatapku dalam, aku hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Baiklah. gue duluan ya mas." Kataku sambil berlari meninggalkan mas Vino.

From: mas Vino

Ra

Kenapa ini orang, tumben.

To: mas Vino

Iya, kenapa mas?

From: mas Vino

Aya temen lo kan?

Deg

Kenal dari mana?

Perasaan nggak pernah ngasih tahu kakel kalau Aya temen deketku. Iya kecuali Anton sih.

To: mas Vino

Oh, iya. Kenapa?

From: mas Vino

Nggak papa, nggak jadi.

Kenapa sih Vino kok nggak jadi, kan jadi kepo aku.

Deg

Apa jangan-jangan Vino mulai suka Aya?

Tanpa kusadari air mataku menetes perlahan.

Kalau benar Vino mulai suka Aya harusnya aku seneng bukannya nangis sedih kayak gini.

Apa yang sebenarnya terjadi padaku?