Setelah keliling lapangan 3 kali putaran, push up 2 seri (20 kali) dan sit up 2 seri untuk pemanasan, langsung dilanjutkan baris berbaris. Aish, kenapa jadi begini, keluhku sambil tetap mengikuti instruksi kakak senior.
Aku hanya berharap ini segera berakhir, sudah tidak tahan aku melakukan kegiatan seperti ini.
"Tiap-tiap banjar dua kali belok kanan, jalan!"
'Kenapa gue mesti ada di sini? Mana panas, laper, haus, capek. Kagak istirahat dari tadi. Aish. Semua ini gara-gara mas Anton. Kalau bukan karena Aya ogah banget ikut beginian.' Pikirku saat kami hanya berdiri diam dengan sikap sempurna menghadap kakak-kakak senior.
"Hei, hei!" Mita mencubit-cubit lenganku sambil memanggilku dengan suara lirih. Membuatku kembali ke dunia nyata.
"Apa sih? Sakit tahu." Kataku sedikit teriak sambil mengelus lenganku yang sakit karena cubitan. Mita hanya memberikan kode lewat mata menunjuk kearah kakak senior. Kulihat kakak senior tonti sudah melihatku dengan tatapan yang tidak mengenakkan.
'Tanda-tanda ini.' Pikirku saat melihat tatapan mata kakak-kakak senior.
"Indira maju ke depan!" Teriak salah satu senior perempuan, membuat semua langsung menoleh kearahku.
'Tuh kan bener.' Pikirku sambil menunduk, bukan karena malu hanya saja merenungi diri kenapa bisa bodoh seperti ini.
"Malah diem. Cepet maju kesini!" Teriak senior yang lain.
Pelan-pelan aku maju ke depan dengan menunduk, tak kuat melihat tatapan para senior dan teman-teman yang lain.
Saat ini aku berada di tengah lapangan bersama lima orang lainnya. Iya di tengah lapangan dan dikelilingi beberapa kakak senior yang berjalan bolak balik sambil menatap tajam kearah kami.
"Kalian berenam niat nggak sih ikut tonti. Dari tadi kita perhatiin cuman rame di belakang. Yang ini malah ngelamun sambil muka dilipet begitu, nggak suka ikut tonti ngomong." Kata senior sambil berjalan mengelilingi kami.
'Emang nggak niat, kalau bukan karena Aya sama mas Anton, ogah gue ikut beginian.' Pikirku tanpa sadar, iya gimana lagi sedari awal ikut karena terpaksa jadi males ikut beginian.
"Nah kan, baru diomongin udah ngelamun lagi." Kata senior lain yang kebetulan ada di depanku.
'Kenapa mesti ngelamun sih'. Aku emosi dengan diriku sendiri.
"Maaf kak." Kataku pelan, karena tidak tahan ditatap tajam begitu. Lagian apa sih salahnya melamun, kan nggak ganggu kalian juga.
"Apa? Kita nggak denger." Teriak senior yang memang jaraknya agak jauh dari tempatku berdiri.
Hih, mau ngatain kok lebih tua orangnya nanti dikira nggak sopan. Kalau nggak ngatain kok gimana gitu.
"Maaf kak." Kataku lantang, tanpa sengaja kulihat mas Vino tersenyum singkat lalu kembali dengan raut wajah serius saat mata kami bertemu pandang.
"Hanya satu. Cewek lagi. Ini yang cowok nggak malu, masa kalah sama yang cewek." Sindir mas Vino.
"Ya udah, kalian lari keliling lapangan yang cewek tiga kali yang cowok lima kali. CEPET!" Dengan enggan aku mulai lari mengikuti kelima cowok yang dihukum bersamaku.
'Aish, sial bener hari ini.'
Selama lima hari penuh aku menjalani rutinitas seleksi anggota tonti sekolah. Aku menjalani dengan enggan berharap tidak terpilih. Amat sangat berharap malah.
Hari ini merupakan hari terakhir seleksi sekaligus pengumuman anggota yang terpilih. Aku benar-benar berharap agar tidak terpilih. Dengan harap-harap cemas aku mendengarkan pengumuman yang terpilih menjadi anggota tonti.
"Selanjutnya yang terakhir Agatha Rosmita maju ke depan." Seru senior tonti, senyum ku lamgsung mengembang begitu saja lupa bahwa Aya menunggu dengan cemas di pinggir lapangan..
'Yes, yes gue nggak terpilih.' Aku tak bisa menahan rasa bahagiaku.
Kulihat Aya dipinggir lapangan menatapku kecewa. Astaga lupa ada Aya, kutatap Aya dengan raut wajah memelas. Berharap dia tidak sadar kalau itu hanya sandiwaraku saja.
"MAAF." Teriakku pada Aya, membuat semua yang ada di sebelahku melihat kearahku.
"Nggak papa. Masih banyak cara." Teriak balik Aya sambil melambaikan tangan, membuatku merasa tak enak hati padanya.
'Gue tahu kalau lo pasti kecewa karena gue nggak lolos.' Pikirku sambil menatap kearah Vino yang sedang memberikan pengarahan pada anggota terpilih.
"Udah nggak papa." Kata Anton sambil memberiku secarik kertas. Aku hanya tersenyum sambil menerima kertas itu.
Aku langsung berlari menghampiri Aya begitu Anton sudah pergi bergabung dengan teman-temannya dan memberitahunya tentang kertas pemberian dari Anton itu.
Dengan pasti kubuka kertas pemberian Anton.
"TERIMA KASIH MAS ANTON." Teriakku yang dibalas lambaian tangan Anton.
Vino : 081xxxxxxxxx
"Gue nggak mimpi kan Ra?" Aya memegang pipinya tidak percaya dengan apa yang dia baca di secarik kertas itu.
"Enggak." Kataku sambil menyubit lengan Aya pelan. Yang langsung dibalas pukulan darinya.