Chapter 16 - Menginap

Jovan terpaku. Menatap Peter dari atas hingga bawah. Sedangkan Peter hanya diam menatap ke depan. Mereka berdiri berhadapan di ambang pintu masuk rumah Elish.

"Hei. Apa kita tidak akan masuk?" Lucky bersuara dari belakang Peter.

Peter tersadar dan menoleh pada Lucky, "Ah. Kita tunggu Elish dulu." Ucapnya dan kembali menghadap depan.

Lucky hanya menganggukkan kepala tanda mengerti. Mereka tetap berdiri di posisi yang sama dan menunggu Elish tanpa bersuara.

Lima menit. Sepuluh menit.

Jovan, Peter, dan Lucky masih berada di posisi yang sama. Peter menghadap ke depan, Jovan menatap Peter, dan Lucky menatap punggung Peter sambil sesekali mengintip ke dalam rumah Elish.

Lima belas menit. Masih menunggu.

Dua puluh menit. Masih menunggu.

"Kalau kita hanya berdiam diri di sini tanpa memanggil Kakakmu, kita akan mati berdiri di sini." Lucky jengah dengan kebodohan mereka.

"..." Peter diam.

"..." Jovan juga diam.

"Aku saja yang memanggilnya." Putus Lucky sambil mendorong Peter ke belakangnya.

"Nona Elish!" Seru Lucky.

Tok! Tok! Tok!

"Ya! Siapa?" Suara Elish menggema dari dalam.

Ketiga makhluk yang berdiri di ambang pintu itu menoleh ke sumber suara.

"Teman Peter!" Sahut Lucky.

Tidak lama setelah Lucky menjawab, tampak Elish berjalan menuju arah mereka dari dapur. Jovan hendak memeluk Elish, namun diabaikan oleh gadis itu. Entah sejak kapan Jovan menjadi seberani itu pada Elish.

"Ada apa?" Tanya Elish setelah sampai di hadapan Lucky tanpa sedikit pun menggubris Jovan yang kini menatapnya kesal.

"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin memohon untuk diizinkan menginap di sini." Jelas Lucky tanpa menunggu aba-aba dari Peter. Bahkan ia seperti tidak menganggap keberadaan Peter.

"Uhm.. itu, terserah pada Peter. Aku tidak masalah. Kau bisa tidur di kamar Peter. Kalau dia tidak keberatan." Elish melirik Peter.

Lucky ikut menatap Peter dengan mata kucingnya. Jovan juga menatap ke arah Peter, namun dengan tatapan sinis.

"Okeyokey. Terserah. Jangan tatap aku seperti itu." Peter menyerah dan menerobos masuk melewati ketiga makhluk yang terus menatapnya.

"Silahkan masuk." Elish mempersilahkan Lucky masuk dan menuntunnya duduk di salah satu sofa.

"Kau bisa langsung beristirahat di kamar Peter kalau kau lelah. Aku ke dapur dulu ya." Ucap Elish dan dibalas anggukan oleh Lucky.

***

"Elish~" Jovan merengek memanggil nama Elish dengan suara berbisik. Pria itu mengikuti kemana saja arah Elish berjalan.

"Hm." Sahut Elish tanpa berhenti melakukan aktivitasnya memasak sup untuk makan siang.

"Ayolah.. aku kan sudah minta maaf. Kumohon, jangan abaikan aku." Mohon Jovan.

"Hm."

"Elish~"

Elish berhenti. Gadis itu berbalik dan menatap Jovan tajam. Ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Wajahnya cemberut.

"Hari ini sudah tiga kali kau melihatku di dalam kamar mandi. Saat aku mandi, saat aku membenahi pakaianku, dan saat aku buang air. Kemarin juga. Dua hari yang lalu juga. Walaupun kau tidak pernah macam-macam padaku, tapi aku juga wanita, dan kau pria. Kita sama-sama sudah dewasa. Bagaimana kau bisa sesantai itu saat melihatku di kamar mandi tanpa rasa bersalah sedikit pun?!" Oceh Elish panjang lebar dengan suara yang juga berbisik namun nadanya ditekan di setiap akhir kata.

Gadis itu benar-benar kesal terhadap perlakuan Jovan hari ini. Bagaimana tidak kesal. Elish adalah seorang mahasiswi, yang notabene sudah bisa dibilang dewasa. Gadis mana yang tidak marah jika dilihat oleh seorang pria saat tidak berbusana, apalagi saat buang air.

Jovan memang sulit menghilangkan kebiasaannya menembus dinding sembarangan, sehingga tanpa sengaja ia juga terbiasa menembus dinding kamar mandi. Dan sialnya ia selalu mendapati Elish sedang berada di dalamnya saat ia tidak sengaja menembus dinding 'ruang terlarang' itu.

"Kalau aku tidak menyesal mana mu-"

"Diam!" Bentak Elish sambil memukul meja. Wajahnya kian memerah. Hal itu mampu membungkam Jovan.

Elish menatap horror Jovan. Dan yang ditatap hanya tertunduk lemas.

"Aku akan pergi ke kampus. Jangan ikuti aku. Diam saja di sini. Kalau kau tidak mau menurut, silahkan cari orang lain untuk membantumu." Ujar Elish kemudian berjalan pergi meninggalkan dapur setelah mematikan kompor.

Jovan tidak menjawab. Ia masih shock karena dibentak oleh Elish. Baru kali ini Elish semarah itu padanya. Biasanya, sekesal apa pun Elish padanya, Elish tidak pernah membentaknya seperti itu.

***

"Hei, Nona Elish!" Sapa Lucky begitu melihat sosok Elish yang baru keluar kamarnya. Gadis itu membalas dengan senyumannya.

Peter dan Lucky kini berjalan masuk dan duduk berdampingan di atas sofa.

"Sudah dapat susunya?" Tanya Elish sekadar, mengingat kedua makhluk itu tadi permisi untuk pergi membeli susu untuk Lucky.

Peter dan Lucky mengangguk bersamaan. Elish yang melihat kekompakan adik dan sahabat adiknya itu hanya tersenyum gemas.

"Kau akan pergi?" Tanya Peter.

"U-hm. Jadilah anak baik. Okey? Sepertinya aku akan pulang larut malam hari ini. Kalau kalian lapar, aku sudah memasak sup." Elish mengusap pucuk kepala kedua lelaki itu bergantian, "Oh iya. Sebelum aku lupa, aku hanya ingin mengingatkan padamu." Elish menatap Lucky, "Berhenti memanggilku Nona Elish, cukup panggil Elish." ujarnya kemudian berjalan keluar dari rumah.

Kini tinggallah Peter dan Lucky berdua. Tidak. Bertiga, dengan Jovan.

Jovan mengintip mereka dari dapur dan menatap sendu kepergian Elish. Ia sedikit iri melihat interaksi ketiga makhluk yang baru dilihatnya. Melihat Elish tersenyum tulus dan mengusap pucuk kepala dua lelaki itu, Jovan merasa panas di hatinya. Ia tidak begitu mengerti apa yang dirasakannya saat ini.