Chapter 19 - Penjelasan

Suasana begitu hening. Di ruang makan terdapat empat makhluk yang duduk berdampingan mengelilingi sebuah meja kecil.Elish, Peter, dan Lucky sibuk dengan makanan masing-masing. Sedang Jovan sibuk menyandarkan kepalanya di bahu kiri Elish.

Brakk!

Suara hentakan sendok di atas meja makan terdengar. Seluruh mata kecuali Jovan tertuju pada Peter -sang pelaku- yang sedang tertunduk dengan tatapan kosongnya. Jovan bersikap acuh tak acuh dengan perbuatan Peter.

"Aku muak!" Seru Peter tiba-tiba.

"Peter. Kau kenapa?" Tanya Lucky ragu.

Peter tidak menjawab. Ia mendongak dan menatap tajam ke arah Jovan. Jovan masih bersikap tak acuh, pria itu hanya menatap Peter malas.

Tangan Peter terangkat. Menunjuk ke arah Jovan menggunakan sendok, "Kau! Siapa kau sebenarnya selalu menempel pada kakakku?!" Bentaknya pada Jovan dengan tatapan penuh kebencian. Bahunya naik turun menarik napas berkali-kali menahan emosi.

"Peter kau..." Elish tak mampu berkata-kata.

Dia bisa melihatnya? - Pikir Elish.

"Hei." Lucky bersuara, "Kau bicara pada siapa?" Tanyanya kebingungan sambil menatap ke arah Jovan yang tak bisa dilihatnya dan Peter bergantian.

"JAWAB!!" Peter kembali membentak Jovan.

Jovan memutar matanya malas dan menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan.

"Akhirnya kau jujur juga." Ucap Jovan dengan tenang sembari memperbaiki posisinya menjadi duduk tegak. Senyuman terulas di bibirnya.

"Okey. Aku akan jelaskan semuanya padamu." Sambung Jovan.

Jovan menjelaskan seluruh kejadian yang menimpanya pada Peter. Semuanya diam mendengar dan menyimak perkataan Jovan.

Lucky? Dia hanya menatap heran sahabat dan kakak sahabatnya dengan mulut yang terus sibuk mengunyah.

***

"Jadi.." Lucky berjalan bulak-balik di samping kasur tidur Peter dengan tangan kanan yang mengusap-usap dagu dan tangan kiri yang berkacak pinggang, "ada yang mengikutiElish. Dan dia mengaku kalau dirinya adalah roh yang tersesat? Dan tidak semua orang bisa bisa melihatnya? Hmm.." ia tampak berpikir.

"Ini sudah keempat kalinya kau melontarkan dua pertanyaan itu." Ucap Peter datar sambil berguling mengambil ponselnya di atas meja yang hanya berjarak 10 cm dari kasur tidurnya.

"Diamlah. Aku hanya bicara dengan diriku sendiri. Agar aku terlihat keren dan pemikir." Keluh Lucky jujur.

Peter hanya bisa menggeleng dan memilih untuk memainkan ponselnya. Mengabaikan sahabatnya yang mulai menggila.

Ting!

Ponsel Lucky berbunyi. Sebuah pesan masuk. Lucky segera mengambil benda yang ia taruh di atas meja itu. Wajahnya berubah menjadi murung begitu membaca pesan itu.

WorstTwin

Kirim alamat Peter sekarang. Ibu menyuruhku mengantar bukumu. Cepat!

"Cih! Bilang saja kau ingin bertemu Peter." Gumam Lucky lalu segera mengetikkan alamat rumah Elish dan mengirimnya pada WorstTwin. Haha. Itu Lucy.

***

Tok. Tok. Tok.

Pintu rumah Elish diketuk. Mendengar itu Peter langsung bangkit dari kasur. Ia menatap Lucky yang sibuk mencoreti bukunya dengan gambar-gambar aneh.

"Jangan menatapku. Kau saja yang buka." Cetus Lucky.

Peter hanya bisa menghela napas dan segera berjalan menuju pintu. Sesungguhnya ia sangat malas menerima tamu saat ini. Jika saja Elish tidak pergi dan tentu saja Jovan ikut bersama kakaknya itu, dapat dipastikan ia akan bertahan di kamar dan berpura-pura tidak mendengar ketukan itu dan membiarkan Elish membukanya.

Peter segera membuka pintu. Dan betapa terkejutnya dia melihat siapa yang datang.

Deg!

E-e-eh??

"Ekhm." Peter berusaha menetralkan jantung dan mengatur ekspresinya, "Lucy? Ada apa?" tanyanya.

Lucy hanya menatap Peter malas, "Ini." katanya sambil menyerahkan sebuah paperbag putih pada Peter, "Beri pada Lucky. Itu buku untuk hari Senin." sambung gadis itu.

"Hanya ini? Kau tidak ingin mampir untuk minum atau.. apa?" Tanya Peter setelah menerima paperbag putih itu.

"Tidak." Lucy segera berbalik, "Lain kali saja, aku buru-buru." ucapnya lalu segera berjalan pergi meninggalkan rumah Elish.

Peter hanya bisa menghela napas kecewa dan menutup pintu lalu kembali ke kamar.

Pletak!

Sebuah tamparan mendarat dengan selamat di kening Lucky.

"Seharusnya kau berterimakasih, bodoh!" Bentak Lucky tidak terima dengan perlakuan sahabatnya barusan.

"Itu ucapan terimakasihku. Dan balasan karena kau sudah mengotori bukuku dengan gambar menjijikkanmu. Kalau Elish melihat itu, dia pasti akan mengira kalau aku adalah adik yang mesum." Ucapnya datar sembari meletakkan paperbag putih yang diberi Lucy tadi ke atas meja.

"Tenang saja. Aku akan merobek dan membawa ini pulang nanti." Balas Lucky santai sambil terus melanjutkan aktivitas kotornya. Ya. Kotor. Dia menggambar beberapa sketsa tubuh tak berbusana seorang gadis tanpa wajah. Hanya tubuh saja. Itu sudah menjadi kebiasaan, bukan, keahliannya membuat itu. Dan setiap kali ia selesai menggambarnya, ia akan mengumpulkannya di laci meja belajarnya yang tentu sudah penuh dengan gambar serupa. Bagaimana tidak penuh? Dia sudah melakukan itu sejak SMP.

Peter duduk di atas kasur tidurnya dan menyilangkan kedua tangannya di depan dada, "Lebih baik kau hilangkan kebiasaan burukmu itu. Itu hanya akan memperburuk. Kita cari saja solusi lain untuk menghilangkan traumamu." ujarnya sambil menatap tangan Lucky yang dengan lihai menarik garis lengkung membentuk tubuh wanita di atas kertas putih bergaris itu.

"Kita bisa mencari solusi lain nanti. Dan saat solusi itu ditemukan, barulah aku berhenti menggambar ini. Hehe." Balas Lucky tanpa berhenti dari aktivitasnya.

Peter menghela napas panjang dan memilih untuk berbaring. Ia memilih untuk tidur sejenak, menunggu hingga Lucky selesai dengan kegiatannya.

***