Sebuah mobil ambulans berhenti di depan sebuah rumah sakit. Beberapa suster membuka pintu belakang dan mengeluarkan Jovan dari dalam ambulans.
Para petugas rumah sakit itu membawa Jovan masuk ke ruang ICU menggunakan brankar dorong yang sedari tadi sudah ditempati Jovan sejak di dalam ambulans.
Di tubuh Jovan sudah terpasang berbagai macam alat bantuan pernapasan dan beberapa lilitan perban di bagian kepala serta tubuhnya yang lain guna menghentikan pendarahannya.
Helen masih terus berada di samping Jovan hingga akhirnya mereka terpisah oleh pintu ruang ICU. Gadis itu terduduk lemas di bangku pengunjung. Ia menangis tak karuan.
Gadis itu memeluk erat barang-barang Jovan yang ia genggam sejak Jovan diangkat ke dalam ambulans.
'Tak lama kemudian terdengar suara beberapa orang berlari ke arah Helen. Gadis itu menoleh ke arah suara dan mendapati beberapa anggota keluarga Jovan datang menghampirinya. Ia langsung berdiri dan memeluk Mary, ibu Jovan.
Mereka duduk dan mendengarkan penjelasan dari Helen dengan seksama mengenai kejadian yang menimpa Jovan. Helen tidak dapat menahan air matanya selama menceritakan apa yang ia saksikan. Beberapa kali Mary mengelus punggung Helen lembut guna meredakan tangis gadis itu.
***
Hari sudah pagi. Kini Jovan sudah dipindahkan ke kamar rawat inap.
Kemarin saat keluarga Jovan dan Helen masih setia menanti di bangku pengunjung, dokter keluar dari ruang ICU dan membawa kabar gembira bahwa Jovan masih bisa diselamatkan. Hanya saja saat ini Jovan koma dan belum sadarkan diri.
Helen dan Mary masing-masing duduk di sisi kanan dan kiri Jovan. Helen memandangi wajah Jovan yang sedang terlelap. Sedangkan Mary terlelap sambil terus menggandeng tangan anaknya.
Di salah satu sofa di kamar rawat inap itu, tampak seorang gadis kecil tertidur pulas dibalut dengan selimut birunya. Gadis kecil itu adalah Sophie, adik Jovan satu-satunya.
***
Jovan bertanya-tanya pada dirinya sendiri, "Hah? Ini dimana? Rumah sakit? Helen? Ibu? Sophie? Kenapa?"
Ia bangkit dari tidurnya dan turun dari tempat tidur. Ia melihat ke sekeliling kamar dan akhirnya matanya berhenti pada sosok yang tidak asing sama sekali baginya sedang tertidur pulas di tempat tidur.
"Hah? Hei! Itu aku?! Eh, bukan. Ah, tapi memang benar itu aku. Lalu..." Kalimatnya terhenti begitu ia tidak dapat melihat bayangannya sendiri di cermin yang ada di dalam kamar itu.
"Aku ini apa?" Tanyanya lagi pada diri sendiri.
Ceklek.
Pintu terbuka. Seorang pria berjas dokter dan dua orang perawat wanita memasuki ruangan itu.
"Ah.. maaf mengganggu malam-malam begini. Tapi kami harus memeriksa keadaan Jovan saat ini." Ucap salah satu perawat pada Helen dan Mary yang terbangun karena mendengar suara pintu.
Jovan hanya menonton mereka sambil berdiri di samping tempat tidur. Ia menatap mereka satu per satu dengan heran.
"Hei~ apa kalian 'tak melihatku?? Aku di sini. Halooo~" Seru Jovan dengan tangan melambai namun tidak satu pun menggubrisnya.
"Okey. Kalian tidak melihatku."
Kini Jovan berbalik dan menatap adiknya sendu.
"Ahh... adikku sayang. Sepertinya kau tidak melihatku juga." Ucap Jovan seraya pergi meninggalkan ruangan itu.