Chereads / I Need You, Papa / Chapter 1 - Putra dan Zahra

I Need You, Papa

Reita_Atsya
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 18k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Putra dan Zahra

Rahadian Putra Pratama, siapa yang tidak kenal dengan sosok pria ini. Semua penduduk Jakarta bahkan mungkin Indonesia mengenalinya. Anak pertama dari Reza Pratama, seorang konglomerat yang di kenal oleh masyarakat akan kebaikannya serta kebijaksanaannya. Namun entah, apakah itu berlaku juga untuk anak sulungnya atau tidak.

Rahadian Putra Pratama, yang akrab di panggil dengan sebutan Putra itu selalu saja berganti ganti wanita.

Putra di kenal akan keplayboyannya, pria yang saat ini sudah berusia 28 tahun semakin hari semakin terlihat sangat tampan dan tubuhnya yang terbentuk dengan abs serta otot ototnya yang begitu menggoda para kaum hawa.

Bahkan mulutnya pun pandai mengucapkan kata kata manis yang tidak membuat jera para wanita akan omong kosongnya. Meski mereka semua tau bahwa Putra adalah fakboy, tapi mereka tetap saja slalu dan slalu mendekati Putra dan mencoba merebut hatinya sang pangeran. Tentu saja mereka lakukan itu dengan tujuan yang sama, yaitu uang.

Putra yang merupakan anak pertama pasti akan mendapatkan harta waris yang lebih banyak dari kedua adiknya itu. Dan mereka sangat yakin dengan penerus perusahaan yang di miliki oleh keluarga Pratama, yaitu adalah Putra. Meski kenyataannya, kedua orang tua Putra sangat ragu menurunkan jabatannya kepada anak sulungnya tersebut.

Dewi Aulia, serta Reza Pratama merasa prustasi dengan sikap anaknya itu, tidak tau harus berbuat apa agar anaknya dapat sadar dan kembali ke jalan yang benar. Bahkan hampir setiap malam, Putra slalu pulang ke rumah dengan keadaan mabuk. Meski di marahi bahkan di ancam oleh kedua orang tuanya, Putra tidak pernah jera dan kembali mengulangi sikap buruknya itu.

Lalu suatu malam, ketika Putra sedang berada di club bersama teman temannya. Matanya seakan terpana dengan satu wanita yang berada di lantai dansa. Tentu saja, wanita itu akan jadi target selanjutnya Putra untuk di gombali dan di miliki.

Wanita dengan rambut panjang sepunggung tergurai indah karena rambutnya yang ikal berwarna coklat tua, bahkan kulitnya terlihat sangat putih bagaikan salju serta kemulusannya pun tidak di ragukan lagi. Jika ada nyamuk disana pasti akan segera jatuh akibat kemulusannya tersebut.

Iris matanya berwarna abu-abu serta bola matanya berwarna biru sebening air, wanita itu tidak terlalu menggunakan make up namun sudah terlihat sangat cantik jelita.

Putra yang merasa dirinya sangat sangat tampan itu, dengan penuh percaya diri segera menghampiri wanita yang sudah di targetkannya.

Dengan rambut berwarna hitam dan bola mata yang seirama, Putra merapikan pakaiannya yang sekiranya berantakkan. Setelah ia berada di samping wanita itu, Putra menggerakkan tubuhnya untuk menari mengikuti alunan musik serta mencoba untuk bicara dengannya.

"Ekhm.. Sendirian?" Tanya Putra dan langsung mendapatkan tatapan dari wanita tersebut. Wanita itu terlihat sangat cantik dari jarak sedekat ini, membuat jantung Putra ikut berdisco. Tentu saja Putra menyadari akan detakan jantungnya yang berdetak lebih cepat dari biasanya. Bisa di katakan ini hal pertama yang ia rasakan sejak ia terlahirkan di dunia yang menyenangkan bagi Putra.

"Iya, kalau kamu?" Tanya balik wanita cantik itu. Aah suaranya terdengar sangat merdu dan lembut, dan seketika muncul pikiran pikiran kotor di benak Putra, namun seketika ia tepis pikiran itu untuk sekarang. "Gue sama teman-teman, mereka ada disana. Mau bergabung?" Tanya kembali Putra yang di angguki oleh wanita itu. Mereka berdua duduk berkumpul dengan teman-temannya Putra, merasa ingin kenal lebih jauh lagi, maka Putra memperkenalkan dirinya.

"Nama gue Putra, nama loe siapa?" Tanya Putra dengan tangan yang di ulurkan hendak berjabat tangan. Tentu saja di sambut baik oleh wanita itu, "Zahra." Jawabnya singkat.

"Baru ini gue lihat loe disini."

"Ya, aku baru pindah di sekitar sini kemarin."

Mereka berdua melakukan perbincangan yang menyenangkan, saling memperkenalkan diri dan bercanda tawa serta mereka sudah saling bertukar nomer ponsel. "Emm Zahra, bagaimana jika kita melakukan one night stand?" Tanya Putra dengan suara yang ia pelankan.

Hal itu tidak membuat terkejut wanita cantik tersebut yang bernama Zahra, pasalnya ia sadar akan tempat dimana ia bermain. Jadi hal itu bukanlah hal tabu bagi dirinya.

"Maaf Putra aku tidak suka melakukan hal itu dengan orang yang baru saja ku kenal." Tolak Zahra dengan lembut. Bagi Putra ini merupakan penghinaan bagi dirinya. Selama ini tidak pernah satu pun wanita yang berani menolaknya, hanya Putra seorang yang dapat melakukan penolakan itu. Karena merasa terhina, hal itu tidak membuat Putra menyerah. Ia berjanji pada dirinya sendiri kalau dia akan membuat Zahra luluh dan tidak akan pernah mau berpisah dengan dirinya.

Sebelum Putra berhasil mendapatkan diri Zahra, Putra tidak akan pernah melepaskannya. Tentu saja, setelah merasakan dan bosan akan tubuh Zahra, Putra akan meninggalkan dirinya.

Seperti itulah yang di lakukan oleh Putra selama ini, bermain main dengan wanita untuk dapat merasakan kenikmatan tubuh para wanita.

"Tak apa, kalau begitu izinkan aku untuk dapat mengenalmu lebih jauh lagi Zahra." Pinta Putra dan Zahra hanya tersenyum. Kemudian Zahra pulang ke rumahnya setelah merasa dirinya sudah hampir mabuk berat. Awalnya wanita itu menolak tawaran Putra, namun pada akhirnya ia menerima tawaran itu karena tidak kuasa untuk berdiri dengan benar.

"Sudah sampai tuan putri." Ujar Putra yang mengantar Zahra hingga depan pintu rumahnya.

"Terima kasih banyak Putra, kau baik sekali. Sampai jumpa di lain waktu, bye..." Seru Zahra yang kemudian langkah kakinya terhenti akibat tangannya di tarik oleh Putra.

"Apa loe gak mau kasih gue ciuman perpisahan?" Seru Putra dengan rasa percaya dirinya jika Zahra akan mau memberikannya walau pun itu hanya kecupan ringan pada bibirnya.

Zahra terkekeh kecil, ia menggelengkan kepalanya serta berkata. "Belum saatnya, jika kita sudah saling kenal dan kita merasa nyaman satu sama lain, akan ku berikan kau sebuah ciuman. Sampai jumpa Putra, berhati hatilah di jalan."

Kini Zahra benar benar masuk ke dalam rumahnya tanpa di halangi oleh Putra. Pria tampan itu memukuli stir mobilnya segera setelah ia memasuki mobil sportnya tersebut.

"Sial... Apa-apaan wanita itu? Berani sekali dia menolak gue! Bahkan hingga dua kali! Dia belum tau aja siapa gue sebenarnya, Rahadian Putra Pratama, tidak akan pernah menyerah untuk mendapatkan apa pun yang dia mau!

Lihat saja Zahra, akan gue pastikan nanti loe akan terbaring lemah di bawah gue dan mengemis-ngemis meminta untuk di puaskan! Kalau bukan karena kecantikan loe, udah gue buat malam ini loe menangis karena sudah membuat gue terhina di depan teman-teman gue tadi."

Putra menancapkan gasnya dengan kecepatan penuh, karena sudah hampir subuh jalanan pun tidaklah sepadat pagi atau malam hari. Jadi Putra bisa leluasa menguasai jalanan di hadapannya.

Emosi masih menyelimuti dirinya, sesampainya di rumah ia membanting pintu dan berteriak, "Sialan, brengsek." hingga membuat penghuni rumah terbangun akibat gangguan yang di buat oleh Putra.

"Apa-apaan kamu itu? Pulang-pulang malah marah tidak jelas seperti itu." Ucap Dewi yang merupakan ibu Putra. Sementara yang di ajak bicara hanya diam memalingkan wajahnya dari hadapan sang ibu.

"Kenapa tidak sekalian tidur di luar saja? Selalu saja kau pulang menjelang pagi! Ingat umur mu, kau sudah tua, dan hampir menginjak kepala tiga." Saut Reza sang ayah dengan kesalnya akan sikap anak pertamanya ini.

"Berisik! Ini hidupku, terserah dengan apa yang akan ku lakukan!" Bentak Putra yang tidak suka akan teguran dari sang ayah.

"Kau benar, itu hidupmu. Kalau begitu pergilah dari rumah tanpa membawa apa pun. Serahkan kunci mobil serta kartu kredit mu itu, dan jangan pernah minta apa pun pada kami lagi!" Ancam Reza dan ancaman itu hanya bagaikan angin, Putra mengabaikannya dan berjalan menuju kamar lalu mengunci dirinya disana.

Reza menghela nafas dan memijit keningnya akibat pusing memikirkan Putra. Dan kali ini ancaman ayahnya bukanlah isapan jembol belaka. Karena saat matahari tlah bersinar dengan terangnya, Reza memblokir kartu kredit serta atm anaknya itu. Maksud Reza agar anaknya Putra dapat mendengarkan perkataan ayahnya dan dapat berhenti berfoya-foya serta merubah sifat buruknya yang tidak tau menurun dari siapa. Karena baik Reza atau pun Dewi, mereka berdua merupakan orang yang baik semasa mudanya hingga saat ini. Tidak ada satu pun dari mereka yang suka berganti-ganti pasangan atau pun mabuk-mabukan.

"Papa!" Teriak Putra yang memasuki ruang kerja ayahnya di kantor. Seketaris Reza menundukkan kepala dan meminta maaf karena membiarkan anak sulungnya masuk begitu saja, meski pun sudah di katakan jika ayahnya sedang ada tamu penting saat ini, Putra tidak perduli. Putra merasa marah karena kartu kredit atau pun atm nya tidak dapat di gunakan.

Reza melambaikan tangan kepada seketarisnya untuk kembali ke meja kerjanya. "Apa yang kau lakukan? Tidakkah kau lihat kalau saat ini aku sedang ada tamu?" Tanya Reza kepada Putra sang anak. Putra tidak menjawab ucapan ayahnya, ia berjalan menuju sofa yang berada di dalam ruangan ayahnya itu, dan duduk disana menanti tamunya itu pergi.

"Maaf atas kelancangan anak saya, tolong abaikan keberadaannya dan mari kita kembali ke pembicaraan kita tadi." Ujar Reza kepada tamunya yang merupakan rekan bisnisnya. Namun sang tamu merasa terganggu dengan kehadiran Putra. "Pak Reza, saya rasa saya harus undur diri. Kita akan bicarakan lagi nanti, permisi." Seru rekan kerja Reza.

Setelah tamu penting itu pergi meninggalkan ruang kerja Reza, dengan murkanya ia menampar keras wajah Putra.

"Kau tau siapa tadi yang datang? Itu pak Anjar, tamu penting papa! Kalau sampai bisnis papa dengannya gagal, papa akan benar benar mengusirmu dari rumah!" Bentak Reza.

"Pa! Kenapa papa memblokir semua kartu Putra? Putra merasa malu tadi! Putra sedang mengajak kencan Zahra, tapi gara-gara kartu Putra di blokir sama papa, Putra jadi malu sekali karena Zahra yang harus bayar kencan kita!" Ketus Putra yang mengabaikan ancaman ayahnya.

"Wanita terus yang kau pikirkan! Ini peringatan terakhir papa dan kau harus dengar baik baik! Papa minta dengan sangat kepada mu untuk merubah sifat mu itu, kau anak pertama papa yang sangat papa harap untuk memegang perusahaan ini nanti menggantikan papa.

Berhenti bermain wanita, berhenti clubbing, mabuk-mabukan, mulai tata kehidupan mu dengan baik untuk masa depan mu sendiri. Mulai belajar kerja di perusahaan papa seperti Fauzi, dan cobalah mencari satu wanita yang baik yang bisa menerima mu dan sabar menghadapi sifat burukmu itu!"

Sudah pasti bisa di tebak jika perkataan Reza tidak di dengar dengan baik oleh Putra. Sang anak merasa kesal dan pergi menuju rumah.

Dua tahun Putra menganggur dan yang ia lakukan hanya bersenang-senang, dua tahun lalu ia lulus kuliah S2nya di Amerika dengan peringkat terbaik. Fauzi serta Chyntia juga di tawari sang ayah untuk kuliah keluar negri seperti kakaknya, namun kedua anaknya itu menolak dan tetap ingin kuliah di negri tercintanya.

Sejak kepulangan Putra itulah, sifat anaknya telah berubah drastis. Sebelum Putra mengambil kuliah di Amerika, Putra merupakan anak yang baik baik, tidak pernah membantah ucapan kedua orang tuanya. Mungkin pergaulan disana yang di pilih Putra merupakan pergaulan yang salah dan masih melekat hingga saat ini.

Terkadang, Dewi serta Reza merasa menyesal memberi izin anaknya kuliah disana. Tapi percuma mereka menyesal, karena nasi tlah menjadi bubur dan waktu tidak akan mungkin berputar kembali sekali pun kita terpuruk seakan mau mati menyesali apa yang tlah terjadi.

Yang dapat di lakukan hanyalah, menebus penyesalan itu agar dapat berjalan dengan baik dan tidak terulang kembali.

Putra berdiam diri di kamarnya dan tenggelam akan kesibukannya bermain game di laptopnya. Ponselnya di matikan agar tidak seorang pun temannya menghubungi untuk mengajaknya pergi. Karena sangat memalukan jika Putra memaksakan pergi tanpa bisa membayar apa pun yang di inginkannya atau pun mentraktir teman-temannya itu.

Malam pun tlah tiba, sang mentari tlah berganti dengan bulan untuk menjaga bumi agar dapat bersinar. Reza pulang ke rumah, dan mendapati seluruh keluarganya berkumpul semua diruang santai sedang menikmati acara komedi di televisinya. Reza tersenyum senang seakan lelahnya hilang begitu saja mendapati seluruh orang yang di sayanginya menyambut kepulangannya dengan senyuman bahagia mereka, kecuali Putra yang masih merasa kesal.

"Sudah lama kita tidak berkumpul seperti ini, bagaimana jika kita makan malam di luar?" Usul Reza dan segera Chyntia memeluk erat sang ayah karena menyetujui tawaran dari Reza.

Mereka semua pun setuju dan pergi menuju kamarnya masing masing untuk bersiap siap.

Dalam perjalanan mereka semua bicara ini dan itu, hanya Putra yang diam merasa tidak suka dengan semua ini.

"Putra, apa kau tidak suka kita pergi bersama-sama? Sudah lama sekali bukan kita tidak berkumpul bersama." Ujar Dewi yang menyadari ketidak sukaan dari anak pertamanya itu.

"Aku kira sejak tadi tidak ada orang di samping Chyntia, rupanya ada kak Putra toh. Hawa keberadaannya tipis sekali, ini orang apa hantu sih?" Ledek Chyntia yang sebenarnya merasa kesal dan muak akan sikap kakak pertamanya yang sudah berubah drastis. "Hantu." Ketus Putra dan mengacak-acak rambut adiknya yang sudah tertata rapi itu.

"Berhenti kak! Chyntia sudah susah payah tau menata rambutnya!" Ketus Chyntia yang tidak di tanggapi oleh Putra, dan ia masih saja mengacak rambut adiknya itu.

"Hahaha dengan begini kau terlihat sangat cantik, adikku sayang." Ledek Putra karena rambut Chyntia benar benar berantakan di buatnya.

Sang ayah dan ibu tersenyum senang melihat anak pertamanya yang seakan akan telah kembali ke dirinya yang dulu. Sejak dua tahun lalu setelah ia pulang, mereka tidak pernah mendengar Putra tertawa selepas tadi. Bahkan mereka nyaris tidak pernah saling jumpa dalam satu hari karena kesibukan Putra yang bersenang-senang itu. Chyntia memeluk erat sang kakak yang membuat kakaknya terheran. "Ada apa sih? Tumben-tumbenan kamu mau meluk kakak." Ujar Putra.

"Chyntia kangen sama kakak, Chyntia rindu sama diri kakak yang seperti ini. Jangan berubah lagi kak, jangan jadi orang yang tidak Chyntia kenal lagi." Pinta Chyntia. Mendengar itu, Putra hanya terdiam dan memalingkan wajahnya ke luar jendela mobil serta menatap indahnya pemandangan malam yang dapat di lihat oleh jangkauan matanya tersebut.

Sesampainya mereka semua di restaurant, mereka segera menyantap pesanan yang telah datang tak lama dari mereka memesannya. Aroma lezat masakannya dapat tercium hingga membuat perut mereka berbunyi, tak sabar ingin segera menghabiskan dan memenuhi perut mereka yang kosong.

"Putra." Sapa seorang wanita cantik yang datang seorang diri menghampiri Putra dan juga keluarganya. "Hai Zahra, sendirian aja kesini?" Tanya Putra setelah melihat Zahra yang tadi menyapanya.

"Aku bersama rekan kerja tadi, mereka mengadakan pesta kecil-kecilan menyambut kedatangan ku. Eum, keluarga mu?" Tanya balik Zahra yang melirik ke arah keluarga Putra, karena mereka memandang Zahra tanpa berkedip.

"Oh ya kenalin Zahra, ini papa ku, mama, dan kedua adikku, Fauzi dan Chyntia." Ucap Putra memperkenalkan Zahra kepada keluarganya. Wanita cantik itu memberikan senyuman manis dan menyapa keluarga Putra dengan lembut. "Malam semuanya, saya Zahra temannya Putra meski pun belum lama kami saling kenal."

"Salam kenal Zahra, cantik sekali kamu." Puji Dewi dan itu berhasil membuat Zahra merasa malu. "Terima kasih banyak tante." Ucap Zahra dengan wajahnya yang merona. Tentu saja pandangan ini tidak luput dari mata Chyntia, gadis dengan panjang rambut sepundak berwarna hitam lurus itu duduk di sebelah ayahnya dan menyikut sang ayah untuk melihat sikap kakak pertamanya yang duduk tepat di hadapannya.

Di mata mereka berdua, Putra kini terlihat seakan tertegun dan terpesona akan kecantikannya Zahra. Putra sama sekali tidak melepaskan pandangannya sedikit pun dari Zahra, bahkan ia menampilkan senyuman di pipinya meski itu hanya sedikit.

"Kak Zahra, kau nampak beda dari semua teman kak Putra yang aku kenal." Seru Chyntia. Sebenarnya yang ia maksudkan adalah dari wanita-wanita Putra yang di kenal olehnya, Zahra terlihat jauh lebih baik dan sopan. Tidak mungkin Chyntia mengatakan hal itu, sudah pasti Chyntia akan menutupi keburukan kakaknya agar Chyntia jatuh cinta pada sang kakak. Karena Chyntia merasa yakin bahwa kakaknya sedang jatuh cinta untuk pertama kalinya.

"Boleh aku minta nomer ponsel mu?" Pinta Chyntia dan tentu di kabulkan oleh Zahra meski sebenarnya pada awal Zahra nampak terkejut.

"Apa kau mau ikut bergabung bersama kami nak Zahra?" Tanya Reza.

"Mungkin lain kali saja om, saya sudah sangat kenyang dan juga sudah malam saya harus pulang, besok pagi saya harus pergi kerja." Tolak Zahra dengan sopan setelahnya ia pamit undur diri.

"Sudah cantik, sopan pula. Mama sangat suka sama Zahra, kalau kalian menjalin hubungan mama sudah pasti akan merestui hubungan kalian berdua. Ya kan sayang?" Ujar Dewi yang kemudian menanyakan pendapat ke suaminya.

"Tentu saja, papa juga sangat setuju dengan hubungan kalian nanti. Kalau bisa nikahi dia Putra." Saut Reza.

"Ngomong-ngomong dimana kalian kenal kak?" Tanya Fauzi yang masih asik menyantap makanannya itu. "Club malam." Jawab singkat Putra yang membuat mereka semua terkejut.

"Club?" Ucap Chyntia spontan dan saling pandang ke Dewi, mamanya. "Tapi dia gak terlihat seperti suka clubbing." Celetuk Dewi. "Zahra memang tidak terlalu suka clubbing, dia akan pergi jika merasa bad mood saja. Selain itu, Zahra bukan gadis yang mudah di dapatkan. Zahra berbeda dengan yang lainnya, Putra harus kerja keras untuk mendapatkannya." Ucap Putra dengan tersenyum tanpa di sadarinya, bahkan orang tuanya senyum melihat sang anak sudah kembali seperti dulu.

'Mungkin memang harus meluangkan waktu bersama-sama seperti ini untuk membuat Putra kembali ke dirinya yang dulu.' Itulah batin kedua orang tuanya, yang sangat mengharapkan sang anak kembali berubah.

Malam ini, keluarga Pratama menghabiskan malamnya dengan berbincang-bincang banyak hal. Tak luput Putra ikut dalam perbincangan tersebut, seakan-seakan Putra dengan sifat buruknya tlah hilang di telan bumi. Seluruh keluarga berdo'a agar ini berlangsung selamanya dan bukan hanya mimpi saja. Bahkan Dewi berpikir, ini pasti berkat Zahra yang tlah berhasil membuat anaknya kembali seperti sedia kala.

Satu minggu lebih tlah terlewati sejak saat itu, dan hari-hari yang di lakukan oleh Putra adalah bermain game di rumah. Dan tidak sengaja saat ini Putra mendapati album semasa kecilnya yang ia simpan di laci meja yang berada di kamarnya. Dengan lembut Putra membuka album itu dan mengamati semua foto yang ada di tiap-tiap halamannya. Dan kenangan di masa lalunya bangkit tanpa izin terlebih dahulu pada sang pemilik.

Pada saat ini muncul ingatan dimana ia baru saja lulus sekolah SMA nya dengan nilai terbaik, ia mendapati juara 1 di sekolahnya. Putra mendapatkan hadiah mobil dari Reza sesuai dengan janji yang di buatnya saat Putra sudah menduduki di bangku terakhirnya di SMA. Saat itu Putra juga membuat janji kepada ayahnya.

'Aku akan kuliah dan mendapatkan nilai terbaik, dan aku tidak akan membuat kecewa papa serta mama. Aku akan jadi anak yang akan memenuhi harapan kalian semua.'

Perkataan janji yang ia buat saat itu, terlupakan olehnya saat ia kuliah di Amerika. Sesaat Putra melamun memikirkan dirinya sendiri. "Apa yang ku lakukan selama ini?" Gumam Putra yang kemudian ia mengambil ponselnya dan menatapi nomer ponsel Zahra.

Setelah lima menit berlalu dengan menatap nomer Zahra, akhirnya Putra memutuskan untuk menghubunginya.

"Ada apa Putra?" Tanya Zahra setelah menerima panggilan telpon dari Putra. "Lagi apa?" Tanya balik Putra yang langsung mendapatkan jawaban dari wanita cantik itu, "Kerjalah, emang kamu gak kerja?". Putra hanya diam dan mencoba mengalihkan pembicaraan tersebut.

"Pulang kerja nanti gue jemput ya? Loe gak bawa mobil kan? Tadi gue liat status loe kalau mobil loe lagi di bengkel."

"Ok, jemput aku jam 5 sore nanti. Jangan telat ya aku gak suka nunggu soalnya." Ucap Zahra yang di akhiri dengan tawa kecil.

"Siap tuan putri. Gak bakal gue buat loe menunggu, bukan pria namanya kalau membiarkan wanita secantik loe menunggu." Gombal Putra namun Zahra hanya tertawa dari balik ponselnya itu.

"Kamu kan Putra bukan pria. Ya udah aku lanjut kerja dulu ya, kamu udah tau kantor ku kan?"

"Iya udah tau gue, semangat ya kerjanya tuan putri Zahra." Panggilan itu pun berakhir dan membuat Putra tersenyum sendiri dan jantungnya tak berhenti berdegub dengan cepat.

"Astaga... Gue rasa gue bener-bener jatuh cinta sama Zahra. Hal yang selama ini gak ingin gue alamin, pada akhirnya gue alamin juga." Ucap Putra entah kepada siapa.

Melihat jam dinding di kamarnya sudah menunjukkan pukul 15.30 ia pun beranjak dari kasurnya menuju kamar mandi untuk bersiap-siap menjemput sang pujaan hati. Setelah selesai bersiap, Putra menghampiri Dewi ibu tercintanya.

"Wangi sekali anak mama ini, mau kemana?" Tanya Dewi yang sedang asik membaca tabloid kesayangannya.

"Mah, Putra minta uang dong. Semua kartu Putra masih di blokir, Putra mau jemput Zahra dan mengajaknya kencan, sekarang kan malam minggu." Pinta Putra.

"Bener kamu mau ajak Zahra kencan? Bukan pergi sama temen-temen kamu itu kan?" Tanya Dewi memastikan.

Putra mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan pada ibunya chatingan mereka yang membuat Dewi percaya jika anaknya tidaklah berbohong.

Dewi meletakkan tabloidnya pada meja yang berada di depannya dan berjalan menuju kamar untuk mengambil dompet lalu kembali lagi menemui anaknya.

"Ini pakai saja credit card mama, dan ajak Zahra untuk makan malam bersama di rumah besok. Rasanya mama sudah kangen sama Zahra pengen segera bertemu dengannya." Ujar Dewi.

Credit card milik Dewi di ambil dan di simpan di dompet oleh Putra, "Nanti akan Putra sampaikan ajakan mama ke Zahra. Do'ain aja biar jodohnya Putra itu Zahra. Putra jalan dulu ya ma, kasian Zahra kalau harus nunggu Putra."

Usai menyesuaikan diri di bangku pengemudi, Putra segera menancap gas mobil sportnya untuk menjemput Zahra.

Tak lama Putra tiba, wajah cantik Zahra sudah terlihat, ia sedang tersenyum ke arah Putra yang saat ini kaca mobilnya sedang di turunkan dan Putra sedang tersenyum manis kepada Zahra. Begitu sang pujaan hatinya sudah sangat dekat, Putra keluar dari mobilnya dan membukakan pintu untuk Zahra. "Silahkan tuan putri." Seru Putra yang membuat Zahra terkekeh kecil mendengarnya. Setelah di pastikan Zahra duduk, Putra menutup pintu tersebut dan ia berlari kecil untuk segera masuk dan duduk di bangku pengemudi lalu menancapkan gasnya.

"Bagaimana kalau kita pergi menonton?" Tanya Putra ketika keadaan menjadi hening setelah Zahra banyak bercerita tentang kerjanya hari ini.

"Boleh juga, tapi antar aku pulang dulu. Aku harus mandi dan berganti pakaian, tidak mungkin aku pergi seperti ini." Pinta Zahra.

"Kenapa memangnya? Loe terlihat cantik ini, mending langsung aja kita pergi." Seru Putra yang segera di balas oleh Zahra yang merajuk. "Aku kan seharian ini kerja, aku pasti berkeringat dan juga bau. Aku gak mau kalau pergi begitu aja kalau tidak membersihkan diri dulu."

"Baiklah baiklah... Apa pun yang loe mau bakal gue turutin, tuan putri tersayang."

"Apaan sih, gombal mulu nih."

"Hahaha gue gak gombal kok, gue cuma ungkapin apa yang ada di hati gue aja."

Sesampainya di rumah Zahra, wanita cantik itu mempersilahkan Putra masuk dan memberikannya segelas kopi panas barulah ia pergi mandi.

Satu setengah jam lamanya Putra menunggu Zahra dengan kesal, karena baginya ini terlalu lama. Apa saja sih yang di lakukannya kenapa bisa memakan waktu selama ini?

"Maaf sudah menunggu lama." Ujar Zahra yang keluar dari kamarnya, ia memakai dress berwarna hitam pekat dan rambutnya yang di kuncir kuda serta membiarkan beberapa helai rambutnya terurai di depan kedua telinganya. Bahkan ada make up di wajahnya yang tidak terlalu tebal dan terlihat sangat natural.

Putra memandangnya tanpa henti-henti, ia terus menatap dari atas hingga bawah, Zahra benar benar telah merebut hati Putra. Jantung Putra semakin berdetak tidak karuan, ingin rasanya Putra membatalkan kencannya karena tidak ingin orang lain melihat kecantikan orang yang di sayanginya ini. Dan memonopoli Zahra untuk dirinya sendiri.

"Putra... Apa aku terlihat aneh?" Tanya Zahra yang merasa takut jika penampilannya buruk karena Putra hanya diam memperhatikannya tanpa memberi komentar tentang penampilannya ini.

"Kata siapa? Loe cantik banget Zahra, beneran. Gue aja sampai terhipnotis sama diri loe sampai seperti ini. Bahkan rasanya gue pengen batalin rencana nonton kita dan gue cuma mau disini mandangin kecantikan loe aja." Jawab Putra.

"Makasih..." Ucap Zahra dengan raut wajahnya yang memerah, mungkin karena malu akan pujian dari Putra.

"Ayo kita pergi nanti kemaleman." Ucap Zahra kembali dan Putra segera meraih tangan Zahra dan memberi kecupan pada punggung tangan Zahra seraya berkata, "Yes your highness."

Lalu pergilah dua insan tersebut untuk menikmati kencannya di malam minggu yang terasa sangat panjang bagi kaum muda mudi.

Sesampainya mereka berdua di salah satu mall terbesar di Jakarta, mereka segera menuju bioskop untuk menonton film. Putra membiarkan Zahra untuk memilih film apa yang ingin di tontonnya, setelah Putra membeli tiket, ia pun membeli popcorn dan juga cola untuk mereka berdua.

Awalnya Zahra yang ingin membeli itu namun di tolak dengan tegas oleh Putra, kata Putra itu tugas seorang laki-laki untuk memenuhi kebutuhan wanita. Jadi Zahra hanya cukup duduk manis dan menikmati itu semua.

Usai menonton mereka berdua memutuskan makan malam di foodcourt yang berada di mall tersebut. Menikmati makan malam berdua sembari mengulas ulang film yang di tontonnya tadi.

"Zahra, tadi nyokap gue nitip salam buat loe dan loe dapat undangan makan malam di rumah besok, loe bisa datang gak?" Tanya Putra sekiranya waktunya sudah tepat.

"Titip salam kembali ya Put. Dan itu... Kamu serius? Aku di undang makan malam?" Tanya balik Zahra yang tidak menduga akan hal ini. Putra menggarukkan pipinya yang tidak gatal itu dengan jati telunjuk kanannya seraya berkata, "Seriuslah. Lagi pula nyokap gue suka sama loe dan ngarepin kalau loe itu jodoh gue. Jadi gimana soal makan malamnya?"

Wajah Zahra memang mudah di baca, kini Putra tau kalau Zahra sedang malu karena wajahnya memerah seperti tomat.

"I-iya, aku bisa datang." Ucap Zahra gugup membuat Putra tersenyum kecil. "Ok." Ujar Putra singkat dan mereka melanjutkan kembali aktifitas makannya yang belum selesai.