Sabrina melenggang keluar dari ruang wardrobe milik Mahesa, ia menemui istri presdir dan berpamitan dengannya.
"Nyonya Almira, saya pamit dulu" ujar Sabrina.
"Iya Sabrina, hati-hati di jalan" sahut Nyonya Almira.
Sabrina segera membungkuk kan tubuhnya lalu bergegas pergi dari hadapan Almira, tak lama kemudian Emma datang menghampiri calon mertuanya. Almira meminta Emma untuk duduk di dekatnya, Emma pun mengiyakan dan bergegas duduk.
"Emma, ada apa? Apa kau sudah berkenalan dengan Sabrina?" tanya Almira.
Emma tersenyum. "Sudah ma, aku sudah berkenalan dengan Sabrina. Dia anak yang baik, pintar dan juga cekatan ya ma"
"Kamu benar Emma, dan Sabrina bisa seperti itu karena sudah terbiasa dengan Mahesa.
"Didikan Mahesa benar-benar membuat Sabrina menjadi perempuan tangguh ya ma. Aku bangga dengannya, ma ada yang ingin aku bicarakan" ujar Emma.
Almira meletakkan cangkir teh yang sedang di pegangnya. "Tentang apa Emma? Apa ada yang ingin di tambahkan dalam list pernikahan kamu dan Mahesa?" tanya Almira lembut sambil mengelus tangan Emma.
Emma tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Bukan ma, bukan soal itu?"
Almira mengerutkan keningnya. "Lalu soal apa? Katakan saja Em"
Emma menghela nafas. "Ma, sebaiknya rencana pernikahan ini di batalkan saja. Sepertinya aku bukan calon istri yang baik untuk Mahesa, buktinya saja tadi aku sudah membuat kesalahan dengan tidak memperhatikan pakaian Mahesa. Makanya Sabrina datang untuk mengambil pakaian yang pas untuknya"
Almira menghela nafas. "Emma, kamu jangan menyerah. Ini baru hari pertama kamu mempersiapkan semuanya untuk Mahesa. Kamu masih bisa belajar sampai sebulan ke depan, ayolah Emma kamu jangan membuat Shaka sedih di sana. Sabrina bisa melakukan itu semua karena ia telah terbiasa dengan Mahesa"
"Tapi ma" bantah Emma.
"Emma, dengarkan mama. Mama yakin kamu pasti bisa, kamu sangat layak menjadi istri Mahesa"
Emma pasrah dan tak bisa berkutik lagi dengan ucapan calon mertuanya, terkadang ingin rasanya ia pergi meninggalkan keluarga ini. Kalau tidak berperasaan Emma sudah tidak mempedulikan kedua orang tua Mahesa. Karena mereka berdua sudah sangat baik dengannya, dan Emma tidak mungkin menyakiti perasaan mereka berdua.
Emma menghela nafas panjang. "Ma, baiklah aku akan mencobanya. Maafkan aku ya ma jika terkadang aku merasa lelah dan ingin menyerah" gumam Emma lirih.
Almira segera membelai rambut Emma dengan lembut. "Emma, pernikahan itu menyatukan kekurangan setiap pasangan untuk menjadi sempurna. Mama yakin kamu dan Mahesa mampu melalui ini semua, karena kamu anak yang baik. Kamu pasti bisa meluluhkan hati Mahesa"
Emam tersenyum sambil menitikan air matanya. "Iya ma, terima kasih sudah menjadi penguatnya aku. Aku tidak tau lagi bagaimana jadinya aku kalau tidak ada mama di sampingku. Mungkin aku benar-benar sudah menjadi seorang perempuan yang lemah"
"Emma itu lah perempuan tugasnya harus saling menyemangati, karena mama yakin kamu itu memang calon istri yang baik untuk anak mama. Shaka pasti akan bangga di sana melihat kamu bahagia bersama Mahesa" gumam Almira.
Kini rasa percaya diri Emma kembali meningkat setelah di berikan support dari sang mama. Ia serasa memiliki kekuatan untuk menghadapi Mahesa yang menurutnya sangat menyebalkan dan tak bisa menjadi teman hidup yang baik untuk nya.
"Ibu, ayah, Shaka do'akan aku ya. Semoga aku bisa menjadi istri yang baik untuk Mahesa, karena bagaimanapun meluluhkan hati seorang pria keras kepala sangat lah sulit" gumam Emma dalam hati.