Sesampainya di rumah, Mahesa bergegas turun dari dalam mobil dan masuk ke dalam tanpa memperhatikan Emma.
"Ma, mama, aku pulang". Teriak Mahesa.
Sang mama langsung menghampirinya. "Loh, Emma mana?". Tanya sang mama bingung.
Mahesa membalikkan tubuhnya, ia segera kembali ke garasi mobil untuk mengeceknya. Sang mama pun juga ikut mengekori Mahesa. Mahesa segera membuka pintu mobil dan hal itu membuat Emma tersentak kaget.
"Kamu sengaja biar aku bukain pintu?". Tegas Mahesa.
Emma membalikkan wajahnya. "Apa?! Nggak bukan begitu, tapi ini seat belt nya macet gak bisa di buka.
"Keterlaluan kamu Mahesa, memangnya tadi kamu main pergi gitu aja?".
"Sorry mom". Seru Mahesa lirih.
Mahesa segera melepaskan seat belt yang masih melekat di tubuh Emma. Hal itu membuat Emma tersentak kaget dan mencoba untuk diam sejenak agar tubuhnya tidak menyentuh wajah Mahesa.
"Udah kan, gini aja gak bisa". Gerutu Mahesa.
"Tapi emang beneran susah tadi, gak bisa di buka. Ngapain juga aku bohong sama kamu".
"Sudah, kenapa jadi bertengkar sih. Yaudah ayo Emma kita masuk ke dalam, sebentar lagi makan malam akan di mulai".
Emma bergegas turun dari dalam mobil, dan berjalan bersama calon mama mertuanya. Ema sangat bersyukur memiliki calon mertua yang begitu perhatian padanya.
Sesampainya di ruang tamu, Emma langsung duduk. Asisten rumah tangga Almira segera menyajikan beberapa kudapan manis untuk Emma. Keluarga ini memang sudah hafal makanan apa saja yang Emma suka.
"Emma, bagaimana? Apa kamu suka dengan gaun pengantinnya?".
Emma menghela nafas. "Tentu saja aku suka ma, tapi apa tidak berlebihan ma kalau kita sampai membeli gaun semahal itu? lagi pula gaun itu hanya di pakai sekali dalam seumur hidup".
Almira tersenyum. "Emma, membeli gaun itu tidak ada apa-apanya di banding mama punya calon menantu yang begitu berharga seperti kamu".
Emma terenyuh mendengar ucapan calon mama mertuanya, dirinya tidak menyangka jika akan mendapatkan perhatian khusus bak puteri raja oleh calon mertuanya.
"Terima kasih mama, aku sangat bersyukur mempunyai keluarga seperti kalian".
"Emma, kamu mau minta apa aja pasti papa turuti. Kamu benar-benar seperti malaikat yang Shakaa bawa untuk keluarga ini". Ujar Christian.
"Terima kasih, pa".
"Mama sama papa apa-apaan sih, Emma ini orang baru di rumah kita. Kenapa udah di kasih fasilitas kaya anak mama sama papa". Protes Mahesa.
"Mahesa, gak baik bicara seperti itu. Emma ini calon istri kamu, seharusnya kamu bersyukur memiliki calon istri seperti Emma". Tegas sang mama.
"Terus aja ma, di belain". Gerutu Mahesa kesal.
Tak lama kemudian asisten di bagian dapur datang menghampiri Almira dan memberitahu jika jamuan makan malam sudah siap.
"Permisi nyonya, makan malam sudah siap".
"Baik terima kasih, bi". Seru Almira.
Almira segera mengajak yang lainnya untuk menuju meja makan, sementara Emma yang hendak bergegas menyusul calon mertuanya. Tiba-tiba langkahnya terhenti karena seseorang menahan lengan kanannya. Emma membalikkan tubuhnya menghadap Mahesa.
"Kamu denger baik-baik ya, kamu jangan gede kepala. Mentang-mentang orang tuaku sayang sama kamu". Gumam Mahesa.
Emma menggeleng tak menjawab, ia langsung bergegas menuju ruang makan dan mengambil posisi duduk di kursi favorite nya.
"Mahesa, ngapain kamu duduk di situ?". Tanya sang papa.
"Lah ini kan kursi aku pa, biasanya aku juga duduk di sini kan". Gumam Mahesa.
"Mulai sekarang kamu duduk di samping Emma".
"Tapi kan itu kursi Shaka, pa".
"Ya kan sebentar lagi Emma menjadi istri kamu, ya sudah seharusnya kamu duduk di samping dia".
Mahesa mendengus kesal. "Iya pa".
Mahesa segera bergeser menempati kursi di samping Emma sambil menatap nya dengan tatapan penuh kebencian.
"Oh Tuhan, bagaimana bisa aku menatap calon suamiku dengan tatapan seperti itu. Sedangkan dari tatapannya sangat terlihat jelas jika ia sangat membenci diriku." Gumam Emma dalam hati.
"Emma, kamu melamun?". Tanya Almira.
Lamunan Emma pun seketika buyar. "Tidak ma".
"Kalau tidak melamun kenapa kamu diam saja? Barusan papa tanya sama kamu, apa ada yang perlu di tambahkan lagi untuk mengisi acara pernikahan kamu dengan Mahesa?".
"Oh, maaf kan aku pa. Aku tidak fokus, aku tidak tahu pa. Aku hanya ikut gimana Mahesa saja".
"Aku butuh helikopter pa". Gumam Mahesa.
"Untuk?". Tanya sang papa.
"Sejak awal kalau aku menikah, aku ingin terjun bebas dari helikopter dan mengucap janji suci sambil melayang di udara".
Seketika Emma tersedak mendengar ucapan Mahesa.
"Emma, kamu kenapa? ini di minum dulu, nak". Ujar Almira.
Emma segera menenggak habis minumannya. "Jadi maksud kamu kita terjun dari dalam helikopter?".
"Iya, kenapa? kamu takut?".
"Nggak, ini pengalaman baru untuk aku". Seru Emma.
"Bagus kalau begitu". Ujar Mahesa.
"Baiklah, papa akan mencarikan helikopter untuk kalian berdua".
"Gak usah pa, aku sudah punya list helikopter yang aku mau. Papa tinggal tanda tangan aja di berkas pembayarannya".
"Okey, kalau begitu. Kamu tinggal antar aja berkasnya pada papa".
Emma menghela nafas mendengar perbincangan Mahesa dengan sang papa, ia benar-benar tidak habis pikir permintaan Mahesa yang menurutnya sangat konyol pun juga di setujui oleh orang tuanya.