Mahesa baru saja selesai menandatangani berkas kerjanya, tak lama kemudian ponselnya berdering dan di layar ponsel tertera nama sang mama. Dengan cepat ia langsung menjawab panggilan telepon tersebut.
"Iya ma, ada apa?".
"5 menit lagi sudah jam 3. Kamu harus segera menjemput Emma di tempatnya bekerja".
"Iya ma, aku inget kok".
"Yasudah kalau gitu, kabari mama kalau sudah sampe di tempat kerja Emma".
Mahesa tak menjawab, ia langsung mematikan teleponnya begitu saja.
"Astaga, kali ini benar-benar bukan mimpi. Aku harus menikahi perempuan yang tidak pernah aku cintai" Gerutu Mahesa.
Ia segera bergegas merapikan meja kerjanya, lalu pergi meninggalkan kantor untuk menjemput Emma. Belum sempat ia membuka pintu, tiba-tiba Sabrina sudah ada di hadapannya.
"Loh pak, anda mau kemana?" tanya Sabrina bingung.
"Aku harus pergi sekarang, Sab"
"Tapi setelah ini anda ada meeting dengan kepala cabang Orange Group"
Mahesa menghela nafas. "Tolong, kamu atur ulang meeting kita dengan mereka. Karena sekarang saya harus pergi ke boutique"
"Apa?! boutique? untuk apa pak? apa bapak ada pesanan jas baru? kalau begitu biar saya saja yang mengambilnya" seru Sabrina.
Mahesa mengangkat tangannya sambil memejamkan matanya, hal itu sebagai tanda jika Sabrina tidak perlu melakukannya.
"Tidak perlu Sab, saya ke boutique untuk mencari gaun pernikahan"
Sabrina terbelalak. "Apa? gaun pernikahan? memangnya siapa yang mau menikah?" Sabrina makin penasaran.
Mahesa kembali menghela nafas. "Sabrina! tolong jangan banyak tanya dulu, pikiran saya sedang kacau"
Sabrina menunduk. "Baik pak, maafkan saya"
"Tidak apa-apa, yasudah kalau begitu saya pergi dulu" gumam Mahesa yang langsung bergegas dari hadapan Sabrina.
Mahesa langsung mengendarai mobil nya, setelah menempuh waktu kurang lebih 1 jam. Mahesa tiba di toko bunga tempat Emma bekerja, ia melihat sekeliling area toko bunga ttersebut sambil menerka-nerka bagaimana Shaka kecelakaan di depan toko bunga yang kini ada di hadapannya.
Tiba-tiba lamunan nya buyar ketika ponselnya kembali berdering, Mahesa menghela nafas ketika melihat nama yang tertera di layar ponsel adalah sang mama.
"Iya ma, kenapa?".
"Kamu udah sampai di tempat Emma belum? Kenapa gak kabarin mama?".
"Ini aku baru aja sampe ma".
"Yaudah kirimin fotonya ya kalau memang kamu udah sampai di toko bunga itu".
Mahesa mendengus kecil, kali ini ia merasa seperti boneka sang mama. Ia mencoba menghela nafas terlebih dahulu sebelum turun dari dalam mobil, setelah itu barulah ia turun dan mulai melangkahkan kakinya menuju toko bunga tersebut.
Di buka nya knop pintu toko tersebut, dan suara lonceng di atas pintu berbunyi hal itu menandakan ada tamu yang datang. Mahesa langsung mendapati sosok Emma yang mengenakan dress biru tua selutut sedang sibuk menata beberapa bunga, lalu Emma memutuskan berhenti sejenak dan bergegas menghampiri Mahesa.
"Emm.. Hai, ada yang bisa di bantu?". Tanya Emma dengan nada sedikit bergetar.
Mahesa menghela nafas. "Tinggalkan pekerjaanmu sekarang, karena kita sudah ada janji untuk fitting".
Tak lama kemudian Bibi Anna yang mendengar ucapan Mahesa, segera menghampiri mereka berdua.
"Pergilah Emma, biar bibi yang melanjutkannya".
Mahesa pun segera keluar dari dalam toko setelah mendengar ucapan Bibi Anna.
"Astaga, tidak sopan sekali sikap Mahesa terhadap Bibi Anna" gerutu Emma dalam hati.
"Terima kasih bi, maafkan sikap Mahesa".
Bibi Anna tersenyum. "Tidak apa-apa, semoga fitting nya berjalan lancar. Pilihlah gaun yang kamu suka".
"Iya bi, kalau gitu aku pergi dulu".
Sang bibi hanya menganggukkan kepalanya, sementara Emma segera bergegas menghampiri Mahesa dan masuk kedalam mobil.
"Maaf sudah menunggu lama". Ujar Emma.
Namun Mahesa tak menjawab dan langsung melajukan mobilnya, sepanjang perjalanan kesunyian menyelimuti mereka berdua. Sementara Emma tidak berani membuka suara untuk pertama kali.
Tak lama kemudian kesunyian di antara mereka pecah ketika ponsel Mahesa kembali berdering. Lagi-lagi sang mama yang menelepon, Mahesa pun segera menjawab telepon sang mama.
"Iya ma, ada apa lagi? Udah, ini aku udah sama orangnya. Gak percaya banget sih mama".
Mahesa segera menyodorkan ponselnya pada Emma.
"Ini mama mau bicara sama kamu".
Emma pun segera meraih ponsel Mahesa.
"Halo ma".
"Emma, kamu baik-baik aja kan?".
"Iya ma, aku baik. Aku sama Mahesa lagi mau ke butik. Tadi sebelum mama telepon kita lagi ngobrol soal gaun yang mau kita pakai".
"Oh benarkah?"
"Iya ma, mama gak usah khawatir. Ternyata benar yang mama bilang, Mahesa memang orang yang baik".
"Syukurlah kalau begitu, yasudah kalian berdua have fun ya. Pilih gaun yang paling cantik ya Emma".
"Iya ma, pasti".
Sambungan telepon pun terputus, Ema segera memberikan ponselnya pada Mahesa. Mahesa sedikit bingung ketika mendengar Ema harus berbohong pada sang mama.
"Kenapa kamu bilang gitu ke mama?". Tanya Mahesa.
"Bilang apa maksud kamu?".
"Yang tadi di telepon, bilang kalau kita lagi ngobrol dan bilang kalau aku baik".
Emma menghela nafas. "Memang harusnya aku bilang gimana? Aku harus bilang ke mama kalau kamu itu sudah tidak sopan ketika masuk ke dalam toko dan meminta aku pergi begitu saja dari toko, dan bilang ke mama tentang ketidaksopanan kamu terhadap Bibi Anna? Maaf Mahesa, aku terpaksa melakukan itu semua karena aku tidak mau mama kamu kecewa". Gerutu Emma.
Sementara Mahesa hanya diam tak menjawab sepatah katapun. 30 menit kemudian mereka berdua tiba di butik langganan keluarga Anoko. Mahesa segera bergegas turun dari dalam mobil tanpa menunggu Emma sedikitpun.
"Astaga, nyebelin banget sih dia". Gerutu Emma.