Begitu hanya tinggal mereka bertiga, Richard serta Kendrich hendak mengajak Lori kembali ke bandara untuk mencari ibu dari anak itu. Hanya saja… Richard sama sekali tidak bisa bergerak karena anak itu masih memeluk kakinya.
"Putri kecil, bisakah kau melepaskan kakiku? Orang jahat itu sudah pergi, jadi kau tidak perlu memelukku lagi. Hm?" Richard bertanya dengan sabar serta nada lembut seakan dia tengah merayu seorang gadis membuat Kendrich geleng-geleng pasrah.
Lori tidak bergerak ataupun menjawab. Dia hanya tersenyum sembari memberikan tatapan memuja pada Richard membuat pria itu terkekeh kecil.
"Yah, mau bagaimana lagi? Wajahku ini memang luar biasa tampan bahkan anak kecil saja tidak luput dari ketampananku."
Bolehkah Kendrich muntah? Tiba-tiba saja perutnya merasa mual mendengar kenarsisan sepupunya.
"Sekarang aku mengerti kenapa Bibi Meisya selalu mengomel kalau kau menemuiku. Kau semakin narsis. Seharusnya aku yang dijuluki orang yang paling narsis di dunia ini, sepertinya aku memiliki saingan."
Richard tertawa lepas mendengar kalimat sepupunya. "Aiya, kau tahu kita ini dekat karena kita memiliki banyak kesamaan." Richard membungkuk untuk menggendong anak perempuan itu.
Dan dengan senang hati Lori melepas pelukannya agar dia bisa digendong dan menikmati aroma enak dari ayah barunya.
Kemudian mereka berjalan ke arah gerbang kedatangan sambil mencari sosok wanita yang kebingungan sedang mencari sesuatu. Hanya saja mereka tidak menemukan wanita apapun yang tampak kehilangan anak.
"Putri kecil, dimana ibumu?"
Dengan patuh Lori mengerling kesekitarnya untuk mencari ibunya. Tapi dia tidak menemukan ibunya lalu kembali ke ayahnya. "Aku tidak tahu. Tadi mama ada disini."
"Sebaiknya kita menyerahkannya ke pihak berwajib. Biarkan mereka yang mencari ibunya." usul Kendrich kali ini menggunakan bahasa Belanda.
Dia menduga anak ini sudah terlanjur menganggap sepupunya sebagai ayahnya dan dia ragu kalau anak itu ingin berpisah dari Richard. Itu sebabnya dia mengucapkannya dalam bahasa Belanda agar anak itu tidak mengerti kalimatnya.
"Tidak. Aku tidak mau. Papa, jangan tinggalkan aku sendiri."
Richard tercengang mendengarnya, begitu juga dengan Kendrich yang terlalu syok mendengar anak itu berbicara bahasa Belanda dengan fasih.
"Putri kecil, berapa banyak bahasa yang kau kuasai?" kali ini Richard sengaja bertanya dalam bahasa Mandarin.
"Belanda, Jerman, Prancis, Inggris, India, Indonesia, dan Cina!"
What the hell!? Anak ini bisa berbicara dalam tujuh bahasa?!?! Anak yang jenius sekali!!
Bahkan Richard serta Kendrich saja tidak bisa bahasa India ataupun Indonesia. Tapi mereka menguasai lima bahasa lainnya ditambah dengan Jepang serta Korea.
"Bukankah kau masih… berapa usiamu?"
"Aku baru berulang tahun yang ketiga bulan lalu." jawab anak itu dengan nada ceria tanpa habis membuat dua pria dewasa tersebut terpana mendengarnya.
"Sekarang bagaimana? Kau tetap akan membawanya?" kali ini Kendrich bertanya dalam bahasa Jepang yang pastinya tidak akan dimengerti oleh Lori.
Mendengar dia tidak mengerti apapun yang dikatakan Kendrich, Lori cemberut dan mengeratkan pelukannya pada leher sang ayahnya. Dia akan memberontak dan menentang keras bila ayah tampannya akan meninggalkannya di sini.
"Aku…" Richard melirik ke arah anak perempuan yang tengah memandangnya dengan penuh harap. Entah kenapa dia merasa terpesona akan dua mata beda warna ini. Dia juga merasakan sesuatu yang aneh seolah mengikatkan hatinya pada anak perempuan cantik ini. "Aku akan membawanya bersamaku." sambung Richard kali ini menggunakan bahasa Inggris menciptakan senyuman lebar pada anak itu.
"Serius?"
"Lagipula ada keuntungannya aku menggendongnya."
Keuntungan?
Kendrich melirik kearah sekitarnya dan baru sadar banyak gadis-gadis memandang Richard dengan tatapan menggoda sementara Richard hanya bermain mata menanggapi gadis-gadis itu.
Malang bagi Richard karena 'anak perempuannya' menyadari sikapnya yang sedang bermain mata dengan semua gadis yang melewati mereka.
Lori menangkup kedua pipi ayahnya lalu memaksa pria itu memandangnya.
"Papa, papa tidak boleh memandang perempuan lain. Papa hanya boleh melihat mama saja."
Richard mematung mendengarnya sementara Kendrich tertawa terbahak-bahak melihat sepupunya menjadi patung.
Richard mengerjap beberapa kali lalu dengan sabar menuruti anak itu dan tidak melirik ke perempuan lain. Nanti setelah dia lepas dari anak ini, baru dia bisa bermain di luar sesuka hatinya.
"Tapi, putri kecil, aku bahkan tidak tahu seperti apa wajah ibumu. Bagaimana mungkin aku bisa melihat ibumu saja?"
"Bagaimana mungkin papa tidak pernah bertemu dengan mama? Lalu bagaimana aku bisa lahir ke dunia ini?"
"…" Richard merasa heran, apakah anak ini hanyalah anak balita? Kenapa ucapannya seperti anak remaja?
Kendrich tertawa geli melihat Richard tak berkutik dihadapan anak kecil. Tampaknya dia akan melihat drama yang menarik antara interaksi dua ayah anak ini.
Sepertinya Kendrich sudah secara resmi telah menganggap Lori sebagai anak dari sepupunya.
"Siapa namamu adik kecil?" Kendrich memutuskan ingin mengenal lebih dalam calon keponakannya ini sementara Richard sudah mati kutu dan tidak mau bicara lagi.
"Namaku Loreine Summer Richie."
"Richie? Kebetulan sekali nama panggilan ayahmu juga adalah Richie, bukankah begitu, Richie?" goda Kendrich sambil menepuk bahu sepupunya.
Richard masih menolak untuk bicara. Dia hanya ingin segera pulang lalu menyerahkan anak ini pada asistennya dan dia akan bekerja sebagai Cerberus.
"Benarkah? Ternyata kau memang adalah ayahku."
Langkah Richard terhenti mendengar ini sementara keningnya berkerut mulai tidak tahan dengan sikap manja serta sok dekat dari anak perempuan ini.
"Putri kecil, jika kau berbicara lagi, aku akan meninggalkanmu di sini. Hm?" nadanya terdengar lembut dan penuh kasih, tapi kalimatnya terdengar sangat menakutkan membuat Lori menutup rapat mulutnya.
Dari sekian banyaknya pria yang mendekati ibunya, Lori tidak pernah bertemu dengan pria setampan dan seberbahaya ini. Dihadapannya, tidak akan ada pria yang sanggup menangani temperamen ibunya. Tapi menurutnya, pria ini pasti bisa mengendalikan ibunya yang liar.
Karena itu, dia akan menutup mulutnya rapat-rapat dan tidak membiarkan pria ini memiliki alasan untuk membuangnya.
Puas karena dia berhasil membungkam anak kecil tersebut, Richard melanjutkan langkahnya dan masuk ke dalam mobil Kendrich.
"Kau tidak memiliki baby seat?" tanya Richard membuat sebelah alis Kendrich terangkat.
"Kau pikir aku sudah punya anak? Tentu saja tidak ada baby seat di mobilku." dengus Kendrich dengan cuek. "Pangku saja dia. Tidak masalah jika aku akan mendapatkan tilang."
Masalahnya, Richard ingin segera melepaskan diri dari anak kecil ini. Mendapatkan perhatian dari berbeda jenis kelamin memang sangat menyenangkan. Tapi kalau terlalu banyak dan lebih menuntut perhatiannya, sudah tidak menyenangkannya lagi. Sebaliknya, dia merasa sangat sebal.
Tanpa peringatan, Richard segera menyerahkan Lori pada Kendrich untuk digendongnya.
"Aku yang akan menyetir."
Kendrich melongo dan hanya bisa pasrah saat dia duduk disamping kursi supir seraya memangku anak perempuan yang tiba-tiba menjadi diam seribu bahasa.