"Lori, ayo ikut mama pulang. Aku sudah merindukanmu, kau tidak tahu betapa aku mengkhawatirkanmu semalaman ini. Aku tidak bisa tidur, dan juga tidak bisa makan. Ayo pulang, aku sudah membeli pasta kesukaanmu. Hm?" Ling Meng mengucapkannya dengan nada selembut mungkin berusaha membuat Lori untuk melihat ke arahnya.
Namun Lori tetap tidak mengangkat wajahnya, dan terus menunduk diatas pangkuan ayahnya.
"Apa benar kau adalah ibunya?" Richard menanyakannya sambil menyesap kopinya dengan santai. "Tampaknya anak ini tidak mengenalimu." ucapnya dengan nada tegas serta dingin.
"Itu tidak mungkin. Dia sangat mengenaliku. Bukankah begitu Lori? Apakah kau marah karena aku nyaris melupakanmu di bandara kemarin?"
"Hm. Dia memang berhak untuk marah." Richard yang menjawab pertanyaannya. "Apa kau punya bukti bahwa kau adalah ibunya. Kemarin anak ini nyaris dibawa oleh penculik, jadi aku agak bersikap protek terhadap anak ini."
Ling Meng menggigit bibirnya dengan frustrasi. Aneh sekali, kenapa Lori tidak mau ikut dengannya meski dia sudah menyampaikan pesan sahabatnya? Yah, setidaknya anak ini tidak membongkar identitas ibunya yang sebenarnya, sehingga Richard tidak akan tahu bahwa dirinya bukanlah ibu kandung dari Lori.
Sayangnya, tanpa diketahuinya, Richard sangat tahu betul bahwa wanita yang duduk berhadapannya saat ini bukanlah Qiao Anxia, ibu dari putrinya. Dia juga merasa bingung dengan perubahan sikap putrinya yang mendadak menjadi super diam. Tapi putrinya yang pendiam ini akan memudahkannya untuk menjalankan sandiwaranya.
Dia tidak akan menyerahkan Lori pada wanita ini, tidak peduli apakah wanita ini adalah sahabat dari Anxia atau bukan. Tujuannya dia mengajak bertemu disini karena dia ingin bertemu dengan Anxia, tapi ternyata wanita itu malah tidak muncul.
Setidaknya dia memegang kelemahan perempuan itu. Sama seperti dirinya, Anxia pasti akan melakukan segala cara untuk membawa kembali Lori. Richard akan menggunakan kelemahan perempuan itu.
"Tuan, bisakah kau membiarkan putriku kembali? Aku yakin sekali dia pasti mau kugendong." kemudian sekali lagi Ling Meng mengucapkan serentetan kata dalam bahasa asing.
Richard memang tidak mengerti artinya, tapi dia tahu betul kalimat itu adalah kalimat yang sama dengan sebelumnya.
Richard menggenggam tangan mungil Lori yang ternyata sangat dingin membuat kening Richard mengernyit. Apakah anak ini sedang ketakutan? Apakah kalimat barusan tadi adalah kalimat yang mengancam?
"Baby girl, apakah kau mau kembali bersamanya?" tanya Richard dengan sangat lembut serta menenangkan. Tangannya tidak berhenti mengusap lembut ke punggung putrinya sementara tangannya menuntun dagu putrinya agar kedua mata mereka saling bertemu.
Dia menatap sepasang mata hijau ungu dengan penuh kasih sayang seolah sedang mengatakan 'Tenanglah, papa ada disini bersamamu.'
Kalimat itu memang tidak terucap, tapi tersampaikan hingga ke relung hati Lori yang tidak pernah merasakan perlindungan dari sosok seorang ayah. Mata anak itu berkaca-kaca lalu mengangkat kedua tangannya mencengkeram kemeja sang ayah dengan gemetar.
Lori masih tidak bersuara tapi setidaknya Richard tahu sekarang, Lori tidak ingin kembali dengan wanita ini.
"Kau lihat sendiri. Anak ini merasa enggan bersamamu. Jika kau bisa membawa bukti bahwa kau adalah ibu kandungnya, aku akan menyerahkannya tanpa perlawanan. Tapi jika tidak, maaf, aku tidak akan menyerahkannya padamu." lanjut Richard sembari memberikan aura mengancam dan tidak ingin dibantah.
Ling Meng menelan ludah melihat intimidasi pria dihadapannya. Pria ini sungguh menakutkan! Pikirnya.
Ling Meng merasa sedang berhadapan dengan macan yang sedang bersiaga menjaga gua wilayahnya. Jika dia bertindak gegabah dia yakin macan itu akan langsung melompat untuk menerkamnya.
Lebih baik dia mundur terlebih dulu dan menjalankan rencana cadangan yang sudah dipikirkan sahabatnya.
"Baiklah. Aku akan mengambil sertifikat kelahirannya dan menemuimu lagi besok. Lori, kau jangan nakal ya. Kita pasti akan segera bertemu."
Lori masih diam tidak merespon kalimat Ling Meng dan masih menyembunyikan wajahnya di ceruk leher ayahnya.
Ling Meng mendesah pasrah lalu pamit pergi keluar dari hotel tersebut tanpa tahu Richard memandang punggungnya dengan kilatan bahaya.
Tanpa mengendorkan pelukannya pada putrinya, Richard mengambil ponselnya dari saku celananya lalu menghubungi seseorang.
"Ini aku. Kau ingat misi kita yang berasal dari Jepang?... Aku akan menyerahkan semua buktinya padamu dan sisanya kuserahkan padamu… Aku? Aku memiliki buruan lain." senyuman miring yang begitu menawan muncul pada bibirnya membuat semua orang melihatnya meleleh seperti jeli.
Sayangnya Richard sama sekali tidak peduli dengan perempuan lain disekitarnya. Semenjak dia mengetahui Lori adalah putri kandungnya, dia akan mengabulkan keinginan putrinya.
'Papa tidak boleh memandang perempuan lain. Papa hanya boleh melihat mama saja.'
Waktu itu dia merasa jengkel mendengar nada perintah dari anak ini. Tapi kini, dia akan menuruti keinginan putri satu-satunya dengan sukarela.
Dia tidak akan melirik ke perempuan lain dan hanya akan memandang Qiao Anxia saja. Meskipun ada begitu banyak perempuan yang jauh lebih baik dan memiliki latar belakang yang bersih, Richard tetap akan hanya memandang ibu dari putrinya ini.
Apakah itu cinta? Sepertinya bukan. Dia memang tertarik pada Anxia, lebih tepatnya tertarik pada tubuhnya yang seksi dan liang hangat yang membawanya ke langit tujuh. Dan dia sudah tidak sabar ingin menikmati tubuh itu di tiap malamnya yang kesepian.
Gara-gara malam panas itu, Richard seringkali nyaris jatuh ke godaan yang sama. Dia nyaris memuaskan hasratnya ke semua wanita yang melemparkan dirinya sebagai pelacur. Walaupun dia kesakitan karena harus menahan hasratnya, Richard tetap tidak menyentuh wanita lainnya.
Dia tidak ingin hidup dipenuhi kenafsuan seorang pria yang akan menghancurkan kehidupannya suatu saat nanti. Dia sudah kecolongan satu kali karena Anxia menjebaknya, dan dia tidak ingin jatuh di lubang yang sama.
Tapi kini, Qiao Anxia muncul kembali sebagai ibu dari putrinya. Anak yang sangat menyenangkan serta cantik. Tentu saja Richard tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini dan berniat menjadikan Anxia sebagai miliknya seutuhnya.
Seorang pria yang merasa iri pada saudara-saudaranya yang sudah memiliki pasangan, Richard juga ingin memiliki pasangan sendiri. Tidak masalah tidak ada cinta diantara mereka, yang penting dia memiliki anak perempuan luar biasa seperti Lori ini.
Dia tidak akan pernah menduga pemikirannya berubah total begitu Richard menyadari perasaannya yang sesungguhnya terhadap calon istrinya.