🗝🗝🗝
"Hah!" Nichol menghembuskan nafas kasar setelah ia keluar dari ruang rapat. Dia terus saja merutuki ide nya sendiri, yang menurutnya membuat ia kerepotan.
Flashback..
"Kita tidak bisa menoleransi murid seperti ini!" Bentak salah satu guru. Semua guru mengadakan rapat dadakan setelah mendapati pergelangan tangan Airin retak ringan dan perlu di larikan ke rumah sakit.
"Dia terlalu berbahaya," sahut guru lainnya, "Bagaimana kalau kejadian ini terulang lagi? Mungkin tangan murid lain sudah patah,"
Kepala sekolah memegang kepalanya yang berdenyut kencang karena omelan semua guru. Dia menatap ke arah Pak Broto selaku wali kelas 11 IPS 3. "Ada usulan,pak?"
Pak Broto menatap kepala sekolah dengan tatapan putus asa. Dia menggeleng dengan berat hati.
Nichol yang berada di dalam ruangan itu hanya menyimak. Dia juga tidak tahu apa yang terjadi dan alasan apa ia di panggil. Yang ia tahu, semua guru sedang membicarakan soal kelakuan nekat gadis yang paling dia tak suka.
"Mungkin ini adalah keputusan terberat," ujar Kepala sekolah "Terpaksa kita mengeluarkannya," lanjut beliau.
Nichol membelak mendengar keputusan Kepala sekolah. "Tapi memang ayah dari Sheila tidak akan marah?" Tanya salah satu guru, "Mereka sanggup untuk membayar semua kerugian yang Sheila buat, bukan?"
"Tidak! Sudah bagus anak itu di keluarkan saja!" Bantah guru lain.
Entah ada angin apa, hati Nichol serasa tak setuju saat mendengar guru tadi ingin sekali Sheila di keluarkan. "Saya mau bantu,"
Nichol merutuki dirinya sendirj yang tiba-tiba bicara tak masuk akal. Tapi, semua guru sudah melihat ke dirinya yang tiba-tiba berbicara. Jadi ya, mau bagaimana lagi?
"Saya mau bantu Sheila," ujar Nichol "Saya akan atur tata krama nya. Kalau dia belum berubah, silahkan keluarkan dia!" Lanjutnya
"Kami beri waktu sampai ujian semester pertama,"
Flasback off..
"Satu bulan lagi," gumam Nichol. Ia mengepalkan tangannya. Tekadnya sudah bulat. Jadi hanya satu tujuannya sekarang, Sheila.
🗝🗝🗝
"Lima belas menit," ujar Kimberly bersuara setelah keheningan terjadi di dalam uks. Semua orang menyerngit tak paham dengan ucapan Kimberly. "Gue mau kalian jelasin semuanya dalam lima belas menit,"
Karin menghembuskan nafas mendengar permintaan Kimberly. "Semua itu salah gue," ujar Karin "Gue nuduh kalian yang ngedorong Milka ke sungai, maaf!"
"Kenapa lo lakuin itu??" Tanya Kimberly tak faham "Dulu kita sahabat, tapi lo berubah di kelas 5 gara-gara Milka,"
"Maafin gue, nggak seharusnya gue temenan sama cewek ular kayak Milka," sesal Karin. "Gue takut, kalau orang tau gue yang dorong Milka ke sungai, mereka bakal lebih benci sama gue" lanjutnya
"Jadi gue pake kalian sebagai tersangka. Kalian banyak yang suka, banyak temennya. Gue yakin ada yang bela. Tapi kalau gue? Temen gue waktu itu cuman Milka," jelas Karin panjang lebar
"Tapi ternyata, apa yang terjadi nggak sesuai perkiraan gue," sesalnya
Sheila membuang nafas kasar "Serin sama antek-antek nya percaya sama lo, karena lo kaya. Dan semua orang pasti percaya sama Serin karena dia cantik," lanjut Sheila yang bisa membaca kejadian itu.
"Dan bodohnya, gue juga ikut percaya," timpal Brandon.
Kimberly menatap Brandon dengan tatapan luka lama yang kembali terbuka. "Gue sih nggak sesakit itu sama Karin. Dia emang pada dasarnya queen of bullying dulu," ucapan Kimberly menusuk ke hati Karin.
Sekarang dia menyesali ke naifannya untuk percaya kepada Milka, dan menjadi pembully bersamanya.
"Tapi gue kecewa banget sama lo, Brand. Seenaknya nuduh kita tanpa bukti, padahal lo deket sama gue sama Sheila," lanjut Kimberly dengan tatapan elang melayang ke Brandon.
"Sorry," sesal Brandon.
Sheila menepuk tangannya untuk memecah kecanggungan antara mereka. "Okay! Daripada gini terus, ayo kita ke kantin!" Usul Sheila
"Setuju! Gue laper," sahut Noah
Sheila tersenyum puas mendengar ucapan Noah. "Brand! Lo yang bayar, ok!" Seru Sheila.
"Lah?! Kok gue??" Protes Brandon
Sheila menyengir mendengar protesan itu. "Kan lo kaya," balas Sheila dengan cengiran bodohnya. "Ayoo!!" Sheila dengan semangat 45 nya berlari ke kantin untuk memesan banyak makanan. Berhubung di traktir.
"Woi! Tunggu gue!!" Seru Noah menyusul Sheila. "Ayo, Rin!" Tanpa izin, Noah menarik tangan Karin menuju kantin.
Sementara Kimberly menggeleng melihat betapa kekanak-kanakannya sahabatnya itu. Brandon diam-diam mencuri perhatian ke arah Kimberly. Dia tersenyum senang karena yang ia cari selama ini, sudah di depan mata.
"Masih Sheila yang sama,hah?" Tanya Brandon dengan senyum di wajahnya. Kimberly tersenyum kecut mendengar penuturan Brandon "Better Sheila,"
🗝🗝🗝
"Buset!" Kaget Brandon saat melihat makanan yang di bawa Sheila dan Noah ke meja mereka. "Uang gue melayang kalau gini," keluhnya
"Kan lo kaya," enteng Noah. Brandon menoyor kepala Noah. "Lo juga kaya bambank!" Timpal Brandon "Kaya an lo padahal," lanjutnya
"Nah! Gini aja," Sheila menggantungkan kaimatnya. Membuat semua orang di meja itu menunggu. Sedetik kemudian Sheila tersenyum penuh arti. Dia mengangkat telunjuknya ke udara "Kalian yang bayar!"
Nichol yang baru saja datang, menunjuk dirinya sendiri yang tadi di tunjuk Sheila. Dia mengerutkan keningnya tak paham. "Bayar apa?"
Brandon dan Noah yang tak melihat ke beradaan Nichol, terkejut mendapati orang itu berada di sebelah.
"Kapan lo dateng bang?" Heran Noah
"Ajaib," timpal Brandon
Kimberly menggeleng mendengar penuturan Brandon. "Dia di sini 5 menit lalu,"
"Kalau orang tau sikap asli tiga orang most wanted ini, pasti nggak akan ada yang mau," ledek Karin.
Noah hanya terkekeh menanggapi ucapan Karin. Sementara Brandon tersenyum sumringah ketika ada Nichol. Dia menepuk bahu Nichol "Nah bro! Kita bagi dua, oke?" Ujar Brandon
"Apa?"
Brandon menunjuk makanan yang ada di meja mereka dengan dagunya. "Tuh makanan belum di bayar,"
Nichol menatap banyaknya makanan yang ada di atas meja dengan malas. "Hm,"
Brandon tersenyum mendengar itu. "Uang gue aman!" Soraknya dalam hati.
Nichol beralih menatap Sheila yang sedang lahap menyantap makanannya. Dia terkekeh geli dalam hati. Kalau gini kan jinak. "Ikut gue!" Titah Nichol.
Sheila yang sedang menyantap makanannya menatap Nichol dengan tatapan malas. "Mbmsha ngmk smh? Mlo nmhak nghamghu hue amn?" Tanya Sheila dengan mulut penuh. Bahkan mulutnya tak bisa menahan makanan itu.
"Telen dulu," peringat Nichol.
Kimberly terkekeh mendengar perintah Nichol "Lo nggak tau? Anak satu ini eat for life?"
Sheila mengambil minum untuk membantu makanan masuk ke pencernaannya. "Tau nih! Gue lagi makan di ganggu," protes Sheila ketika makanan sudah masuk sepenuhnya.
"Bentar doang," tanpa menunggu persetujuan dari Sheila, Nichol menarik tangannya dengan paksa. Dan membawa Sheila ke pojok kantin.
"Jangan di apa-apain bang!" Teriak Noah. Nichol melambaikan tangannya sebagai kode. Adiknya yang satu itu memang selalu berpikir berlebihan.
"Jadi kenapa?" Tanya Sheila dengan dingin.
Nichol memutarkan bola matanya malas jika Sheila sudah seperti ini. Mulai dah garangnya.
"Pulang sekolah jangan langsung pulang. Setiap Jum'at, pisah dari kelas ke ruang OSIS. Dan Sabtu jangan sampai ada acara," jelas Nichol yang membuat Sheila menganga.
"Gue mau diapain nih?" Tanya Sheila penuh selidik "Jangan bilang ini hukuman gue gara-gara perkelahian kecil itu!" Ketus Sheila "Mendingan gue di dispensasi satu minggu dari pada gini," lanjutnya.
"Airin sampai masuk RS. Itu bukan perkelahian kecil. Gue nggak perlu tau buat apa lo lakuin itu," ucap Nichol "Tapi gue masih mau baik, kalau lo nggak ikutin apa kata gue, lo bakal di drop out sama sekolah. Mau?" Ancam Nichol panjang lebar.
Sheila menggeleng cepat saat mendengar kata DO. Bisa-bisa dia di bunuh sama daddy nya kalau sampai di DO. Sheila berusaha keras menelan salivanya. "J-jadi lo mau gue apa?"
"Belajar bareng gue sebulan," ujar Nichol. "Jadwal udah gue tentuin sesuai yang tadi gue bilang," lanjutnya. Sheila mengangguk patuh.
Hatinya menjerit senang saat harus menghabiskan waktu dengan Nichol satu bulan. Tapi, ia juga bersedih harus berhadapan dengan semua rumus dan sejarah selama satu bulan penuh.
"Bagus! Good girl," puji Nichol. Sheila membelak ketika mendengar Nichol memujinya.
"Apa? Ulangi lagi??" Pinta Sheila senang. Kepalanya sampai maju mendekati Nichol.
Nichol mengalihkan pandangannya dan mendorong pelan Sheila, agar menjauh darinya. "Nggak,"
Sheila memasang wajah kecewa di hadapan Nichol. Tapi kemudian tersenyum "Tumben lo ngomong panjang amat," ujar Sheila.
"No reason,"
Sheila mencibir mendengar jawaban Nichol. Dasar labil! "Ya udahlah," pasrah Sheila "Ini dah beres kan? Gue mau balik makan,"
Nichol mengangguk menanggapi pertanyaan Sheila. Mereka kembali ke meja mereka dengan beberapa orang bertanya-tanya.
"Ngapain aja kalian?" Tanya Brandon penuh selidik.
"Rahasia!" Seru Sheila dengan senyum menawan. Sheila merasa lengannya di sentuh seseorang. Dia melihat ke arah Kimberly yang memasang wajah bertanya. "Nanti gue cerita," bisik Sheila yang di balas anggukan Kimberly.
🗝🗝🗝
"Jadi lo ngapain aja?" Tanya Kimberly. Sekarang mereka sedang berada RS tempat Airin di rawat.
"Bukan hal penting! Paling besok sampai 1 bulan, gue kemana-mana bareng dia," jawab Sheila.
Kimberly membelak mendengar ucapan enteng Sheila. "Gila lo! Itu sih untung banget!" Kesal Kimberly, tapi senyum masih terpajang di wajahnya.
Sheila membalas ucapan Kimberly dengan cengiran. "Siapa dulu dong!" Bangga Sheila.
Kimberly kembali memasang wajah malasnya ketika Sheila menyombongkan diri. Sheila terkekeh melihat perubahan wajah Kimberly.
"Bye the way, ngapain lo ikut gue?" Heran Sheila. Dia berniat ke RS untuk meminta maaf kepada Airin. Sebenarnya karena paksaan Nichol. Tapi sialnya oeang itu malah menyuruh Sheila pergi sendiri.
"Jaga-jaga siapa tau si Airin manas-manasin lo lagi!" Ketus Kimberly.
"Tenang! Gue bisa jaga emosi!" Ujar Sheila.
Kimberly mendelik mendengar penuturan Sheila "Di tampar sedikit doang, dia masuk rawat inap. Kalau si Airin bikin harga diri lo jatuh, bisa-bisa dia masuk igd!"
Sheila mencibir mendengar penjelasan Kimberly. "Kayak lo nggak pernah aja,"
"Emang nggak!" Bantah Kimberly
"Asal! Waktu SMP kan hobi lo berantem!" Ketus Sheila "Jangan lupa, daddy sampai di telepon tiap hari sama BK. Dan pasti ngomongin lo yang berantem!" Ujar Sheila "Saking capeknya daddy denger guru BK itu ngomel, dia langsung nanya korbannya masuk mana bu? IGD? UGD? ICU?, " jelas Sheila panjang lebar mengumbar kenakalan sahabatnya itu.
Kimberly menyumpal mulut Sheila dengan kertas yang ia bawa. "Jangan keras-keras bodo!"
Sheila tak mengindahkan ucapan Kimberly. Dia menyingkirkan kertas dari mulutnya, dan berjalan menuju ruangan Airin.
"Permisi," salam Sheila ketika membuka pelan pintu rawat inap Airin. Di belakannya, Kimberly mengekor
Semua di ruangan itu menoleh ke arah Sheila. Dan Airin langsung gemetaran melihat Sheila datang. Sementara orang tuanya yang tidak tahu siapa dia, menyambut Sheila dengan senyum.
"Eh? Temennya Airin ya? Ayo masuk!" Ujar ibu Airin.
Sheila tersenyum manis menanggapi ibu nya Airin. "Iya tante, maaf nggak bawa apa-apa," ujar Sheila merendah
"Ah nggak papa! Kalian dateng juga Airin udah makasih," jawab beliau.
Kimberly dan Sheila tersenyum semanis mungkin kepada keluarga Airin. "Airin, ini ada temennya kok diem aja?" Tanya ibu Airin.
Sheila mendekati Airin yang memasang tatapan membunuh. Beda dengan tubuh nya yang sudah gemeteran. "Maaf," satu kata keluar dari mulut Sheila.
"Emang seharusnya lo minta maaf," balas dingin Airin.
Ibu dan ayah Airin sudah kebingungan kenapa Sheila meminta maaf. Sementara Kimberly sudah was-was akan ada yang terjadi.
"Loh? Kok minta maaf?" Heran ibu Airin.
Airin memandang ibunya dengan malas dan memindahkan tatapannya ke Sheila. "Dia bukan temen Airin," jawab Airin "Tapi orang yang bikin Airin kayak gini," lanjutnya dengan menatap dalam manik Sheila.
Ibu Airin terkejut akan hal itu. Tapi, ayah Airin sudah tersulut bara emosi. "Masih punya malu kamu kesini?!" Bentak Ayah Airin.
Sheila menghadap ke ayah Airin dan menunduk. "Maaf om, saya cuman mau minta maaf,"
"Saya minta kamu pergi dari sini," usir ayah Airin. Sheila mengangguk dan berjalan menuju pintu ruangan, hendak pergi.
"Berhenti!" Tapi Ayah Airin menghentikan langkah Sheila. Sheila berbalik dan mendapati ayah Airin sudah berada di hadapannya.
Plak!!
Pipi kiri Sheila serasa sangat panas akibat tamparan ayah Airin. Kimberly terkejut melihat Sheila di tampar seperti itu. "Om!" Bentak Kimberly.
"Kalian boleh pergi. Itu buat anak saya," usir ayah Airin sekali lagi. Kimberly hendak membalas ayah Airin, jika saja Sheila tak menghentikannya.
"Udah, Kim!" Ujar Sheila. Mereka berdua keluar dari ruangan tersebut dengan perasaan badmood.
"Cih! Satu keluarga penuh drama," hina Kimberly. Sheila diam tak menanggapi Kimberly.
Ia lebih memilih memegang ujung bibirnya yang sedikit berdarah akibat tamparan tadi. "Hah!" Ujar Sheila menghembus nafas kasar. "Ngerepotin,"
🗝🗝🗝