Chereads / -MY STORY- / Chapter 9 - VIII || MY STORY

Chapter 9 - VIII || MY STORY

🗝🗝🗝

"Udah puas ngomonginnya nona-nona?" Suara bariton itu mencyduk Sheila cs saat sedang ber gibah ria. Dan saat mendengar suara itu pula, Noah yang awalnya mengebu-ngebu untuk berkomentar, diam. Digantikan oleh cengiran tak bersalahnya.

Brandon dan Nichol memincingkan mata ke masing-masing orang. Mereka selaku objek pembicaraan telah menangkap basah para gadis yang dengan ria sedang bergibah. "Lagi dong," pancing Brandon

"Kalian denger semua?" Tanya Noah. Brandon mengangguk, sedangkan Nichol hanya berdehem. "Bukan gue ya!" Elak Noah.

Sheila melayangkan tatapan membunuh kepada Noah yang seenak jidat menghindar dari kesalahannya. Begitu di tatap seperti mangsa oleh singa betina, Noah menggaruk tengkuk nya yang sudah di pastikan tidak gatal.

"Kenapa nggak di lanjut?" Tanya Brandon sembari mengambil posisi duduk depan mereka. Karin dan Kimberly kebingungan untuk menjawab pertanyaan Brandon tadi.

Sementara Sheila yang melihat Kimberly pertama kali gelagapan, menahan tawa. Ada perasaan geli hati saat melihat sahabat nya itu gelagapan hanya karena pertanyaan bodoh dari seorang cowok. "Udah nggak ada yang rame,"

"Kalian beneran denger?" Tanya Sheila memastikan.

"Iya,"

"Baguslah," jawab Sheila yang membuat Noah bingung. "Kok bagus?" Sheila menatap Noah yang melayangkan pertanyaan yang menurut Sheila unfaedah. "Jadi kita nggak sama kayak cabe-cabe diluar yang bisanya ngomongin dari belakang," lanjutnya

Noah bertepuk tangan sekali lagi karena ucapan Sheila "Bisa bijak juga lo,"

Beda halnya dengan Noah. Kimberly mendelik mendengar penuturan Sheila. "Sok lo! Biasanya juga ngomongin orang paling depan!"

Sontak semua orang tertawa, kecuali Sheila yang menjadi objek tawaan itu. Dan pastinya Nichol yang menjaga image nya.

"Bye the way, kalian dari mana?" Tanya Kimberly.

"Ada urusan OSIS," balas Brandon

"Kan tadi udah dibahas! Kimber bodo!" Caci Sheila sembari menoyor kepala Kimberly.

Kimberly menepis tangan Sheila yang masih dekat dengan kepalanya "Sakit woi! Gue pinter kali, lo yang bodo!"

Sheila mengeluarkan lidahnya mengejek Kimberly. "Sakitkan? Gue tiap hari di gituin sama lo!"

"Kan lo emang bodo beneran, La!" Timpal Noah. Sheila melayangkan tatapan membunuh ke Noah. "Tau apa lo?!" Balas Sheila nyalang.

"Bukannya lo yang lebih bodo?" Ucap Karin yang ikut dalam keseruan ini.

"Sorry, gue terlahir pinter!" Sombong Noah. Semua orang di meja itu mendelik mendengar penuturan Noah. "Buktinya mana?"

"Bukti? Liat abang gue," jawabnya "Kalau abangnya pinter, adeknya pasti pinter!" Lanjut Noah dengan percaya diri tingkat maksimal. Dia melipatkan kedua tangannya di dada dan menutup mata sembari tersenyum bangga.

"Ya, gue perlu bukti nyata," kata Sheila "5 kali 7 bagi 5 kali 10 bagi 9, berapa?"  Tantang Sheila.

Gaya kebanggaan Noah jatuh seketika saat Sheila bertanya soal matematika. Otaknya seketika nge-blank dan dia jadi kelimpungan. "A-ah, mm, bentar!"

Semua orang dimeja itu menunggu Noah menjawab pertanyaan Sheila. "Jawabannya 10!" Akhirnya Noah menjawab dengan mantap setelah melakukan perhitungan yang entah bagaimana caranya.

Sheila menepukkan tangannya kagum "Keren lo!" Pujinya. Noah tersenyum bangga. Tapi perayaan dua orang itu terhenti ketika mereka merasakan toyoran kasar di kepalanya.

"Bodo!" Kata Kimberly dan Brandon serentak. Sheila dan Noah meringis kesakitan akibat toyoran kasar dari Kimberly dan Brandon.

"Lah? Emang salah?" Tanya Noah polos "Kata Sheila bener tuh!"

"Lah, gue mana tau!" Balas Sheila "Gue kira bener," lanjutnya tak kalah polos dari Noah tadi.

"Salah ogeb!" Caci Kimberly

"Emang apa? Aku juga nggak tau," timpal Karin. Seketika Brandon tersenyum bodoh. "Gue juga nggak tau sih,"

Kimberly menepuk jidat nya mendengar penuturan Brandon. "Terus kenapa lo bilang salah?" Heran Kimberly.

"Firasat gue itu salah," balas Brandon tanpa dosa. Kimberly menghela nafas kasar. "Kenapa gue di kelilingi orang aneh?" Keluhnya

Seketika muncul ide luar biasa dari kepala Brandon. Dia mengarahkan kepalanya menghadap Nichol dam fokus pada matanya. "Gue tau! 7.7," jawab cepat Brandon dengan cengiran.

"Licik!" Serempak mereka.

"Loh kok licik?" Tanya Brandon pura-pura tak paham. "Lo curang," singkat Nichol.

"Pasti lo liat isi kepala orang lagi kan?!" Tuduh Karin. Telunjuknya mengarah ke kepala Brandon. Brandon menggeruk tengkuk nya yang tidak gatal. Dia terpojok.

"Iya deh, gue ngaku," balas Brandon.

"Dan bodohnya lo, kenapa nggak liat isi pikiran anak ini aja?!" Tutur Kimberly sembari menunjuk Sheila dengan jempol kanannya. "Bener juga," timpal Karin. Sementara Brandon tersenyum kikuk dengan ucapan Karin dan Kimberly.

"Aneh," batin Brandon

🗝🗝🗝

Kringgg....

Bel berbunyi membubarkan semua murid SMA Kenangan.  Semua murid bersorak ria. Begitu pula dua gadis yang bersiap menghadapi sift malam mereka.

"Mari pulang~ marilah pulang~," Sheila bersenandung ria sembari memasukan semua bukunya.

Kimberly hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah bodoh sahabat nya itu. " Lo bisa diem nggak?!" Kesal Kimberly. Tapi senyum masih terpampang di wajahnya.

"Nggak!" Jawab cepat Sheila sembari kembali bersenandung, meninggalkan Kimberly yang masih berada di meja mereka. Tapi kemudian dia berbalik menghadap Kimberly. Dia merasa ada yang janggal "Itu mulut nggak pegel ,buk?" Tanya Sheila.

Kimberly yang baru menyadari, kalau dia tersenyum sedari tadi, memegang pipinya "Kalau boleh jujur, pegel naudzubillah!" Keluh Kimberly. Dia menggendong tasnya dan berjalan mendekati Sheila. "Sampe kapan kita harus ginii??" Rengek Kimberly

"Santai aja kali, Kim!" Seru Sheila "Cuman ada gue, nggak usah ribet-ribet!" Lanjutnya. Sheila juga menepuk-nepuk pipinya yang dari siang tersenyum saat bersama Karin. Rasanya rahangnya ingin lepas.

"Gue takut kepergok," ujar Kimberly.

"Aelah! Orang biasa juga banyak yang jarang senyum!" Kata Sheila "Noh si es batu! Dia nggak pernah senyum kan?"

"Iya sih," balas Kimberly. Dia meregangkan semua tulang-tulangnya yang bekerja dua kali lipat dari biasanya seharian. Setidaknya dia harus menjadi pribadi yang lebih baik disini. Harus!

"Dahlah, hayu pulang!" Ajak Sheila. Dia menepuk pundak Kimberly, dan membawanya ke rangkulannya. "Keburu si Karin dateng, ntar senyum lagi kerjaan!"

Kimberly yang mendengar kata itu langsung speed charge. Tenaganya seketika terkumpul untuk berlari menjauh dari sekolah. Yang pasti di temani oleh Sheila. "Bye the way, sampai kapan kita harus sembunyi dari fakta?" Tanya Kimberly begitu mereka sampai parkiran.

"Ntahlah! Gue caapeekkkkk beneran," rengek Sheila, seolah orang yang membuat mereka begini berada di hadapannya.

"Kalau ngaku ke mereka, kapan?" Tanya Kimberly sembari menaikan sebelah halisnya. Selama sekolah disini, dia bener-bener gatal untuk menggaruk dan mencakar wajah-wajah orang yang menyebalkan selama hidupnya.

Sheila terkekeh meremehkan ketika Kimberly bertanya.

Seketika Kimberly mengerutkan keningnya begitu melihat Sheila yang terkekeh seperti itu. "Kenapa lo?" 

"It's sounds funny,"

"What kind of sound?"  Heran Kimberly. Sahabatnya itu memang suka sekali bermain teka-teki.

"Lo yang terus-terusan nanya ke gue. Padahal lo yang lebih berpengalaman di lapangan!" Seru Sheila. Seketika Kimberly paham makna kekehan menyebalkan dari Sheila. "Mulai dah nyebelinnya!" Ujar Kimberly.

Sheila mendelik mendengar penuturan Kimberly. "Idiihhhh, lo lebih nyebelin!" Tutur Sheila "Dahlah! Tahan dua hari lagi,"

"Sebisa mungking," balas Kimberly.

🗝🗝🗝

"Noah yang tampan imut lucu  pulang!!" Seru Noah ketika dia dan Nichol sampai di rumahnya. Berbeda dengan Noah yang penuh keributan, Nichol hanya diam dan masuk begitu saja.

"Waalaikumsallam!" Ketus seorang wanita yang sudah berumur dari arah dapur. "Kalau masuk tuh salam! Bukan malah ngaku-ngaku ganteng," peringat Nata, ibu dari kedua anak itu.

"Hehehehe, sorry ma!" Kekeh Noah. Nata hanya menggelengkan kepala melihat tingkah laku anak bungsunya. Kemudian matanya beralih menatap anak pertamanya. "Kamu juga masuk tuh salam, Nic!" Nasehat Nata.

"Hm," Nichol hanya berdehem membalas mama nya dan memilih pergi beranjak ke kamarnya.

Nata yang melihat hal itu menghela nafas kasar. Sudah berbagai cara ia lakukan untuk berinteraksi dengan anak tertua nya itu. Tapi hasilnya nihil. Sejak kejadian itu, yang terjadi beberapa tahun lalu.  Nichol menjadi lebih pendiam dari biasanya.

Noah yang menyadari perubahan raut mama nya, berusaha menghibur. "Udah ma, pasti abang berubah kok!" Kejadian seperti ini sudsh sering di alami Noah. Meskipun ia tak tahu apa yang terjadi kepada dia yang sampai saat ini masih dicari keras oleh dua pihak leluarganya. Karena, Noah masih sangat kecil saat peristiwa itu terjadi.

Yang bisa ia lakukan hanyalah menjadi penyemangat bagi kedua pihak keluarga di rumah ini. "Mami Arun gimana, ma?" Tanya Noah. Arun adalah ibu kedua bagi Noah dan Nichol. Beliau adalah ibu kandung dari orang yang dicari keras oleh semua orang. Bahkan sampai sepuluh tahun, semua masih belum menyerah mencari keberadaanya.

"Mami Arun lagi di dapur sayang," balas Nata dengan senyum hangat. Noah mengangguk dan berjalan menuju dapur, tempat Mami Arun -nya.

"Mami!" Seru Noah saat dia sudah sampai di dapur.

Arun yang sedang memotong bahan-bahan masakan itu terhenti dan melihat Noah dengan senyum. "Udah pulang sayang?"

Noah meraih tangan mami nya dan mencium punggung tangannya. "Masih di sekolah, mi!" Candanya. Arun menepuk pelan tangan Noah. "Kamu ini,"

"Kenapa mami masak sendiri sih? Kan ada koki," kata Noah. Dia sangat tidak suka Mami nya itu kerja sendiri. "Lebih enak masakan Mami apa koki?" Dan jawabannya selalu sama. Noah memutar bola matanya malas tiap kali Arun bertanya seperti itu.

"Nggak usah mulai deh mi!" Balas Noah. Arun hanya terkekeh melihat ekspresi Noah. "Kalau dede el disini, pasti dia juga bakal ngomong hal yang sama mayak aku, mi!" Jawab Noah. Mama Arun tersenyum kecut mendengar penuturan Noah.

Seketika ada yang memukul kepala belakang Noah dengan keras "Auch!" Ringisnya. Dia berbalik dan melihat abangnya berdiri dengar ekspresi datar. "Apaan sih lo?!" Kesal Noah.

"Lo ngomong di pikir dulu ogeb!" Balas Nichol. "Nggak usah di dengerin kata nak ayam ini Mi!" Ketusnya. Dan seketika Noah menyadari kebodohannya.

"Maaf, Mi!"

Arun hanya tersenyum menanggapi kedua laki-laki yang sudah dia anggap anak itu. "Nggak papa sayang,"

Noah tersenyum lega mendengar Mami nya tak akan marah.

"Semoga lo bisa ketemu, El!"

🗝🗝🗝