Siska tampak dengan raut wajah takut dan gugup, beberapa kali melirik ke arah Kalvin yang sedang sibuk mengecek beberapa pekerjaan dari tabletnya. Mereka duduk bersisian di dalam mobil mewah, jelas privasi mereka sangat terjaga dengan adanya pemisah antara mereka dengan sang supir. Kalvin tampak sangat menikmati apa yang sedang ia kerjakan saat ini, pria yang sangat tekun dan bertanggung jawab sebagai wakil direktur perusahaan konstruksi Cipta Persada. Jelas Siska sangat menyesal dulu telah mengabaikan pria sebaik Kalvin. Bahkan dirinya yang merasa memiliki keluarga yang lebih kaya dan terpandang dibanding keluarga Perkasa, saat ini bagaikan butiran debu dan tersingkirkan dari keluarga besarnya. Siska menghembuskan nafasnya saat rasa sakit hati dan merasa tercampakkan kembali memenuhi benaknya akibat perbuatan keluarga kandungnya, tetapi ia tidak bisa berbuat banyak karena kesalahan sepenuhnya pada dirinya. Siska kemudian berjengkit terkejut saat Kalvin berpaling menatap dirinya. Siska yang sedari tadi ternyata melamun dan masih setia menatap sisi wajah Kalvin kemudian menunduk dengan selebar wajahnya yang merona.
"Ada apa?" tanya Kalvin ramah.
Siska menggeleng. "Nggak ada, Kak Vin rajin sekali."
"Aku, tentu harus memastikan jika dikemudian hari istri dan anakku tidak kelaparan, bukan?"
Untuk Siska, entah mengapa seolah-olah perkataan Kalvin itu ditujukan kepada dirinya. Bolehkah dirinya berharap lebih? Siapa tahu masih ada cinta tersisa untuk dirinya dari seorang Kalvin Perkasa, walaupun rasanya tidak mungkin. Karena dahulu kala, Siskalah yang meninggalkan Kalvin di sebuah restoran dan dirinya menolak pernyataan cinta Kalvin dari sebuah pesan singkat, yang kemudian dibalas oleh Kalvin dengan ucapan terima kasih. Baik betul, bukan? Keesokan harinya juga saat mereka bertemu sikap dan perhatian Kalvin tidak berubah, jangankan dengan Siska bahkan dengan siswa wanita yang lainnya juga sikap pria itu penuh sopan santun. Sungguh, penyesalan itu selalu datang belakangan.
Kalvin memicingkan matanya saat melihat perubahan pada mimik wajah Siska. Siska seolah menarik diri lagi dan jelas Kalvin tidak suka dengan hal itu.
Kalvin menjepit dagu Siska dengan kedua jarinya dan dibawanya agar menatap dirinya. Wajah Siska memang sejajar dengan wajahnya tetapi wanita muda itu tidak berani bertatap dengan Kalvin.
"Tatap aku," bisik Kalvin yang sejurus kemudian sudah melumat bibir Siska.
Siska yang baru saja membuka matanya tampak terkejut dan kemudian membalas pagutan bibir Kalvin. Nikmat dan terasa hangat sampai di dalam dada. Begitu apa yang dipikirkan oleh Siska. Selama ini ia telah lupa bagaimana rasanya desiran gairah tanpa paksaan, karena yang ia tahu hanyalah luka yang ditinggalkan oleh Yoga tetapi detik ini ia merasakan kembali jatuh cinta. Semoga saja harapannya terkabul. Siska masih memejamkan matanya membalas cumbuan Kalvin sampai-sampai dirinya tidak sadar mendesah lirih menikmati hangat dan empuknya bibir Kalvin. Hingga tangan Kalvin yang tadinya membelai sisi wajahnya, merambat turun menangkup sisi rahang dan merambat ke tengkuknya. Menarik Siska untuk semakin merapatkan tubuh mereka.
Tangan Kalvin yang lainnya bahkan sudah menarik pinggang Siska dan mendudukkan wanita muda itu dipangkuannya. Tubuh Siska menegang karenanya, ia berusaha menggeliat dan melepaskan pagutan bibir Kalvin dan sebelah tangannya menekan dada Kalvin agar memberikan jarak pada mereka. Kalvin menuruti Siska dengan menjauhkan wajahnya sedikit dan menatap manik hitam mata Siska.
Tangan Kalvin mengusap surai indah Siska dan mengusap punggungnya dengan lembut naik-turun seraya bertanya, "Kamu masih takut dengan pria?"
Siska menunduk memutus pandangan mata kalvin yang lembut tetapi terasa sangat intim untuknya, seolah-olah Kalvin sangat memujanya. Siska menempelkan dahinya pada leher Kalvin, karena perbuatannya itu Kalvin jadi lebih merapatkan tubuh mereka. Dalam diam tangan Siska terulur mencegah tangan Kalvin yang hendak merapatkan pinggangnya.
"Jangan Kak, aku duduk sendiri saja," pinta Siska. Kalvin tahu wanita ini masih gugup dan mungkin saja masih menyimpan ketakutan pada sentuhan pria, tetapi paling tidak tadi Siska tidak menolak ciumannya. Ciuman yang selalu Kalvin impikan dari wanita pujaannya.
"Kamu belum jawab pertanyaanku tadi, dan biarkan saja begini aku ingin memelukmu. Bolehkan? Jangan khawatir aku tidak akan berbuat lebih dari ini, jika kamu tidak mengijinkan."
Ucapan Kalvin yang menghantarkan kehangatan dan kenyamanan di diri Siska membuat gadis itu melonggarkan cengkraman tangannya pada tangan Kalvin dan berbalik mengusap lengan atas Kalvin. Siska bisa merasakan kerasnya otot bisep Kalvin di balik kemeja hitam selembut satin yang dikenakan. Rasa haus akan hal lain yang terasa asing untuk Siska merasuki hati Siska hingga ke pusat tubuhnya hanya dengan membelai tubuh pria itu dari luar pakaiannya. Ini cinta yang sebenarnya dirinya pendam atau hanya hasrat dan nafsu yang bercampur, entahlah. Yang pasti, Siska menyukai perasaan ini dan hanya pada Kalvin dirinya bisa begini.
Kalvin berbisik dengan suaranya yang parau, "Jika kamu terus mengusap lenganku seperti itu, aku nggak janji untuk diam dan tidak mencium bibir indahmu lagi, bagaimana?"
Bisikan Kalvin menghentikan pergerakan tangan Siska dan wajah wanita itu semakin merona. Kalvin tersenyum tipis dan membawa tangan Siska tadi untuk menekan dada kirinya merasakan denyut jantungnya yang menggila hanya karena wanita dalam pangkuannya ini.
"Kamu bisa merasakan detak jantungku yang menggila hanya karena dirimu. sejak dahulu sampai sekarang Sayang," bisik Kalvin mesra.
"Sayang," gumam Siska.
"Iya Sayang, aku selalu cinta kamu Siska. Tidakkah kamu bisa melihat?"
Siska mendongak dan saling bertatapan dengan Kalvin. Jadi tatapan penuh pemujaan dari Kalvin untuknya bukan hanya perasaannya saja, Siska kali ini merasa menjadi wanita paling beruntung di dunia. Nikmat mana lagi yang kau dustakan, biarlah keluarganya tidak lagi mengakui keberadaanya yang terpenting saat ini ada Kalvin di sisinya.
"Maaf, baru sekarang aku bisa melihat dan menyadari hal itu," ujar Siska dengan suara bergetar penuh rasa bersalah.
"Tidak perlu meminta maaf, aku tahu kamu pasti masih perlu waktu untuk bisa memahami semuanya. Aku juga tidak meminta kamu membalas cintaku sekarang juga. Hanya saja." Kalvin sengaja menggantung kalimatnya saat Siska tampak menegakkan tubuhnya dan meremas bahu Kalvin tanpa disadari wanita muda itu.
"Hanya apa Kak?" tuntut Siska.
Kalvin tersenyum dan mencium kening Siska seraya berkata, "Aku mau kita segera menikah."
"Tapi Kak!" protes Siska.
Kalvin menggelengkan kepala karena protes Siska. "Tidak ada tapi Siska, tolong jangan tolak aku lagi," ujar Kalvin dengan wajah dan sorot matanya penuh pengharapan dari Siska. Hati Siska terasa teremas melihatnya, ia tidak mungkin kembali mengecewakan pria baik ini, bukan?
"Aku bukannya mau menolak Kak, hanya saja aku sudah tidak memiliki siapa-siapa saat ini."
"Ada aku, Sayang. Kamu tidak akan sendirian lagi. Urusan dengan keluargamu serahkan padaku."
Siska memandang wajah kalvin penuh keraguan ada satu hal lagi yang ditakutkan oleh Siska, tetapi Siska mencoba memberanikan diri bertanya pada Kalvin, "Kak ... bagaimana jika aku tidak bisa melayani kebutuhan batinmu?"
Siska tertidur dalam dekapan Kalvin hingga sampai di rumah yang disewa oleh Kevlan. Kalvin mengusap lengan atas wanita muda itu dan mencium keningnya dengan mesra.
Kalvin berbisik, "Bangun Sayang, kita sudah sampai."
Seketika Siska terbangun dan menegakkan tubuhnya, masih di antara setengah kesadaran dirinya, ia menatap wajah Kalvin kemudian mengedarkan pandangan matanya keluar jendela.
Suara kekehan Kalvin terdengar, bahkan tubuh pria itu pun ikut bergetar. "Kenapa bingung?" tanya Kalvin di antara tawanya yang tertahan.
Siska menggeleng malu, wajahnya merona seperti gadis remaja. Kalvin mengapit dagu Siska dan membawanya untuk saling bertatapan.
"Jangan takut dan merasa malu, ada aku. Ok?"
Siska mengangguk, memaksakan menyunggingkan senyum tipis. Ia gugup karena tampak sosok wanita, ibunda Kalvin berjalan mendekati mobil yang mereka tumpangi.
Siska menggeser duduknya ke arah pintu dan membukanya. Ia terperangah karena sambutan hangat Luna, wanita paruh baya itu tersenyum ceria ke arahnya. Seketika hati Siska terasa tertohok, ia seketika teringat dengan mamanya sendiri.
"Boleh Mama peluk?" tanya Luna dengan kehangatan seorang ibu.
Siska kemudian mengangguk dan menghambur dalam pelukan wanita yang sama tingginya dengannya itu. Keharuman dan kehangatan seorang ibu, campuran antara bedak dan tepung menyapa Indra penciuman Siska. Siska pastinya langsung merasa betah dan seperti kembali ke rumah. Siska kemudian mengurai pelukan dan menatap sekitarnya sudah ada tiga mobil lainnya. Tampaknya mobil yang dikendarainya adalah mobil terakhir yang tiba.
"Kamu pasti capek sekali, bersihkan diri dan nikmati kudapan sore ya, Nak," ujar Luna seraya mengusap surai ikal Siska dengan Sayang.
Luna kemudian beralih pada putranya dan melakukan hal yang sama seperti pada Siska.
"Kenapa lama Nak? Kamu nggak macam-macam sama Siska 'kan?"
"Mama ... jangan nuduh gitu dong, Kalvin 'kan baik. Cuma cium dikit," timpal Kalvin seraya meringis menatap sang bunda yang sudah memicingkan matanya.
"Lagakmu dikit! Awas ya kalau macam-macam sama menantu Mama sebelum waktunya."
Perkataan Luna tentu membuat hati Siska semakin dipenuhi kebahagiaan. Ia masih menatap interaksi antara ibu dan anak di depannya saat ini tanpa bergeming dari tempatnya berdiri.
Luna mengalihkan tatapannya kepada Siska dan berkata, "Kamu tahu Nak, Kalvin ini sudah jatuh cinta padamu sejak masa remajanya. Jadi saat menemukanmu sekarang merupakan mujizat dan karunia Tuhan yang sungguh indah. kesabaran selalu memberikan hasil yang maksimal bukan? Jadi kalau sampai Kalvin berbuat yang tidak senonoh padamu lapor Mama ya? Mama pecat dia dari anak Mama, biar Siska saja yang jadi anak Mama." Setelah berkata demikian Luna kemudian menggandeng tangan Siska yang tadi hanya mengangguk seraya mengulum senyum menanggapi perkataan Luna. Kalvin sendiri mengiringi kedua wanita yang sangat ia cintai.
Siska disambut oleh Melody begitu berada di dalam rumah.
"Kamu bisa pakai kamar yang bersebelahan dengan kamar Melody," ujar Luna.
Melody tersenyum dan menggandeng tangan Siska dan menunjukkan kamarnya. Sedangkan Kalvin setelah memastikan Siska masuk ke kamar segera bergabung bersama dengan Adyatama dan Kevlan untuk membahas perihal Yoga.
"Bagaimana Yoga sekarang Pa?" tanya Kalvin.
"Sementara ini masih aman, ada orangtuanya dan juga Davka di sana," jawab Kevlan.
"Tenang saja, ada Kakek Greg juga dan anak buahnya berjaga ketat di sana," timpal Adyatama.