Kalvin segera bergegas berlari menghampiri Siska begitu mendengar jeritan gadis itu. Seketika darahnya bergejolak marah melihat siapa sosok yang saat ini memeluk erat Siska dengan paksa. Sedangkan di saat yang bersamaan ia melihat keberadaan dua orang pengawal itu. Ia memberikan kode untuk keduanya berjaga, karena ia ingin Yoga untuk melepaskan Siska terlebih dahulu.
"Lepaskan dia Yoga dan hadapi aku!" seru Kalvin seraya menahan marah. Seluruh pengunjung kantin tampak melihat ke arah mereka dari sudut lain tampak beberapa orang sekuriti berlari menuju ke arah mereka.
Yoga menatap sinis kepada Kalvin seraya melonggarkan cengkraman dan pelukannya kepada Siska. Hal itu dimanfaatkan oleh gadis itu untuk melepaskan diri dan menghambur ke dalam pelukan Kalvin yang segera memeluknya erat.
"Apa kabar teman? Tuan Kalvin Prakasa yang terhormat akhirnya kamu mendapatkan bekasku bukan?"
"Jadi dia biangnya? Pantas saja kamu tampak tertekan sedari tadi?" tanya Kalvin dengan suara bergetar kepada Siska dan kemudian menatap tajam pada sosok pria di depannya.
"Masih punya muka kamu ternyata hah! Jangan suka menekan perempuan. Kalau berani hadapi aku!" Tatapan tajam Kalvin ke arah Yoga, kebencian dan dengki tampak di raut wajah Yoga.
"Kak Vin, Siska takut," ujar Siska lirih dengan suara bergetar dalam pelukan Kalvin.
Seluruh pengunjung kantin, yang merasa ada sesuatu yang tidak beres berkerumun mengelilingi Kalvin, Siska dan Yoga. Tidak sedikit di antara mereka mengambil video dan mengunggahnya di akun sosial masing-masing.
Yoga dengan matanya yang sudah memerah marah, menatap tajam dengan penuh kebencian ke arah Kalvin dan Siska. Ia benci melihat Siska merasakan kenyamanan di dalam dekapan Kalvin.
Yoga mendengus jengah dan berkata mengejek kepada Siska, "Lihat dirimu wanita sundal, tubuhmu kurus, jelek dan tidak terawat. Bisa-bisanya memeluk Kalvin seperti itu? Dasar tidak tahu diri!"
"Diam dan tutup mulutmu Yoga! Mulut busukmu bahkan tidak pantas menyebut nama Siska!" bentak Kalvin dengan menahan marah.
Kalvin memberikan kode kepada anak buahnya untuk meringkus Yoga, saat ia melihat Yoga mulai menunjukkan gelagat melarikan diri. Yoga sudah pasti tidak akan berani untuk melawannya di sini, bukan hanya karena perbedaan fisik, jelas Kalvin lebih unggul dalam olah fisik dibanding Yoga. Oleh karena itu kebencian Yoga terhadap Kalvin dikarenakan iri hati, dan merasa selalu kalah saing sejak sekolah dahulu.
Kedua orang berbadan kekar segera meringkus Yoga dan membawanya ke rumah Sapri. Yoga pasrah tanpa perlawanan yang berarti dirinya tahu kali ini sudah tidak ada jalan untuk menghindar.
Setelah kepergian Yoga, Kalvin yang sedari tadi masih memeluk Siska yang masih menangis segera melerai pelukannya.
"Hapus airmatamu, kita makan dahulu. Kemudian kita ke kamar Melody," ujar Kalvin.
Siska dikarenakan kejadian barusan merasa nafsu makannya hilang, tetapi tidak berani menolak perintah Kalvin. Ia merasa nyaman bersama dengan pria itu. Dengan patuh Siska berjalan kembali masuk ke dalam toilet. Ia menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Dilihatnya Kalvin yang tadinya masih berdiri dalam diam dan memperhatikan dirinya, lalu berjalan mendekatinya.
"Masuklah, aku akan menunggu di luar. Jangan takut, mulai saat ini aku tidak akan biarkan siapapun berani menyakitimu," kata Kalvin seraya mengusap puncak kepala Siska dengan sayang.
Wajah Siska merona dan kembali masuk. Tak bisa dipungkiri hatinya merasa lega dengan keberadaan Kalvin berdiri di luar. Ia merasa terlindungi, padahal belum ada dua puluh empat jam mereka kembali.
"Panggil orangtua Yoga, tetapi ingat jangan sampai Yoga dibawa pulang. Mengerti?!" perintah Kalvin dengan anak buahnya lewat ponsel.
Siska menatap Kalvin dengan malu-malu. Pembawaan Kalvin tampak berbeda dengan saat berbicara dengannya. Lelaki yang berada di depannya saat ini terlihat sangat berwibawa. Seketika Siska merasa sesal kembali hadir, karena dulu sempat menolak cinta dari pria tampan ini.
Benar apa yang dikatakan Yoga, tubuhnya yang kurus, kering dan kusam saat ini benar-benar tak pantas bersanding dengan Kalvin yang bersih dan tampak mahal. Siska mendongak saat dirasakan lengan atasnya disentuh oleh Kalvin.
"Apa yang kamu pikirkan? Ayo kita makan, keburu nggak enak nanti."
Setelah mereka duduk berhadapan, Kalvin kembali berkata, "Kamu tidak perlu cemas dan khawatir, urusan Yoga biar aku yang selesaikan."
"Aku mau kamu ikut denganku," tambah Kalvin lagi.
Siska mendongak dan tatapan matanya bertemu dengan mata Kalvin yang tampak serius.
"Ikut denganmu, Kak?" tanya Siska lirih, serasa tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Iya, tinggallah bersamaku. Kamu nggak ingin ketemu dengan orangtuamu?" tanya Kalvin.
Siska menggeleng sedih dan berkata, "Aku sudah diusir dari rumah Kak."
Kalvin menarik nafas panjang dan berkata,"Ya sudah, untuk sementara kamu ikut denganku dulu. Nanti kita bicarakan lagi."
"Tapi, bagaimana dengan pekerjaanku di sini?" tanya Siska.
"Percayalah aku sangat mampu untuk menghidupimu. Tempatmu bukan di sini Siska."
Tempatmu yang sebenarnya adalah berada di sisiku.
Kalvin merasa Siska pasti mengalami hal yang sama dengan Melody. Amarah kembali hadir, tetapi ia mencoba menepisnya. Ia tidak ingin momen kembali bertemu dengan Siska rusak karena ulah Yoga tadi. Siska banyak berhutang cerita dengannya. Yang pasti Kalvin akan benar-benar membuat perhitungan dengan Yoga.
Setelah selesai makan siang, Kalvin mengajak Siska ke kamar Melody. Ternyata mereka sudah berjalan di koridor rumah sakit menuju ke arah luar. Kalvin dan Siska bertemu dan bergabung bersama dengan mereka.
"Lho Siska? Ini benar kamu? Apa yang terjadi?!" tanya Melody dengan keterkejutan yang tidak ia tutup-tutupi. Siska tampak sangat berbeda.
Siska menunduk malu, dengan kedua telapak tangannya mencengkeram lengan Kalvin. Ia merapatkan tubuhnya di belakang Kalvin.
"Tidak usah malu, adikku tidak akan bertanya macam-macam kok," bisik Kalvin menenangkan.
Melody merasa ada yang tidak beres terhadap Siska, kemudian merubah pertanyaannya, "Kamu sakit?"
"Tidak Dek, Siska ini bekerja di rumah sakit. Kakak baru tadi bertemu dengannya," Kalvin yang menjawab.
"Siska mau ke mana sekarang?" tanya Melody dengan ramah.
Siska malu terhadap Melody, Melody sepertinya lupa dengan perlakuan tidak baik Siska di masa lampau. Tetapi Siska tidak akan pernah lupa akan kelakuannya dahulu dan sekarang dirinya merasa sangat bersalah dibuatnya.
"Mau ke kos sebentar-"
"Ikut Melody saja ya? Tinggal sama Lody, mau ya Siska?" potong Melody, dirinya merasa kasihan dengan keadaan Siska. Ia bisa menebak bahwa selama ini pasti Siska hidup dalam kekurangan. Padahal sebetulnya keluarga Siska itu tidak kalah kaya dengan keluarga Alsaki maupun Perkasa.
"Iya Siska, ikutlah bersama dengan kami. Kamu bisa ngobrol-ngobrol bersama dengan Lody nanti." Kali ini Adyatama yang menambahi.
Siska tersenyum tipis dan mengangguk, kemudian ia melirik Kalvin yang tadi sudah berjanji akan mengantarnya mengambil barang-barangnya yang tidak seberapa di kosnya.
Kalvin dan Siska lebih dulu meninggalkan rombongan untuk ke kos Siska.
Melody dan Adyatama saling berpandangan dan kemudian Melody berkata, "Kasihan Siska ya, Mas. Kenapa jadi begini sekarang ya? Coba dari dulu mau dengan Kak Kalvin sudah pasti tidak akan begini nasibnya."
Adyatama menggandeng tangan Melody dengan erat seraya mengusap punggung tangannya dengan ibu jari, ia berkata, "Nasib orang kita nggak pernah tahu Sayang, setiap pilihan dalam hidup selalu memiliki konsekuensinya masing-masing. Tak perlu disesali, yang terpenting sekarang kita berusaha menjadi pribadi yang lebih baik dari kemarin."