Chereads / Wait for me to come back! / Chapter 35 - INCARAN

Chapter 35 - INCARAN

Yoga mematikan mesin motor Bardi begitu berhenti di depan rumah kos Siska. Ia segera mematikan rokoknya dan berjalan menuju gerbang.

"Cari siapa Mas?" tanya seorang gadis berseragam SMA.

Yoga menghentikan langkahnya dan berbalik berhadapan no dengan gadis tersebut.

"Mau cari Siska Andini, ada nggak ya?"

"Mbak Siska udah pindah nggak di sini lagi," jawab gadis itu.

Yoga berpura-pura memasang wajah khawatir dan berkata, "Duh, di mana aku harus cari adikku itu ya?" gumamnya.

"Oh, jadi Mbak Siska adiknya Mas? Mbak Siska pindah di rumah Bu Tin koki Rumah Sakit Daerah, Mas. Kalau jam segini Mbak Siska pasti ada Rumah sakit."

Hati Yoga membuncah akan perkataan gadis manis di depannya ini. Kesempatan untuk memanfaatkan Siska kembali terbuka lebar di depannya. Benar bukan? Sejauh apapun wanita itu menghindar darinya pasti akan dengan mudah ia temukan kembali.

"Adek manis punya nomor telepon Siska nggak?" tanya Yoga.

Gadis itu mengerutkan keningnya mulai curiga, ia bimbang untuk memberikan nomor telepon Siska atau tidak? Diamatinya pria tampan di depannya sekali lagi. Penampilan Yoga cukup rapi dan senyum pria itu juga memikat rasa-rasanya tidak mungkin jahat.

Pada akhirnya dengan mengesampingkan rasa keraguannya ia memberikan nomor telepon Siska. "Maaf sebelumnya, Mas namanya siapa ya?" tanya gadis itu seraya mengulurkan ponsel Yoga kembali.

"Oh iya perkenalkan aku Robi dan itu temanku Anwar." Tunjuk Yoga kepada Bardi yang masih setia bersandar di pohon dekat sepeda motor mereka.

"Namaku Nia. Salam buat Mbak Siska kalau ketemu ya Mas. Kami kangen, udah lama dia nggak pernah ke sini."

"Nia sama siapa itu kamu?!" seru seorang wanita paruh baya dari dalam pagar.

Gadis bernama Nia itu menatap sang wanita belum sempat ia menjawab, Yoga lebih dulu berpamitan. Yoga tidak ingin banyak orang melihat keberadaannya.

Setelah Yoga pergi, wanita paruh baya itu menghampiri Nia yang masih terpaku di tempatnya berdiri seraya menatap ke arah motor itu berlalu sampai menghilang dari pandangan.

"Siapa itu tadi?" tanya bu Siti.

"Itu katanya Mas Robi. Kakaknya Mbak Siska."

"Siska Andini?"

"Iya," jawab Nia seraya mengangguk.

"Nak, Siska itu nggak punya kakak. Jangan-jangan itu cowok yang dulu jahatin dia."

Nia melotot menatap sang bunda dan terpekik, "Ya ampun Bu! Tadi Nia kasih nomor Mbak Siska ke dia."

Bu Siti menepuk dahinya sendiri dan berkata, "Aduh Nak, lain kali hati-hati membagi nomor kontak seseorang, kita nggak pernah tahu maksud dan tujuannya apa kah baik atau buruk. Terlebih kita nggak mengenal."

"Tadi sebenarnya Nia udah ragu, Bu. Soalnya dandanannya rapi dan tampan."

"Lain kali dengarkan apa kata hatimu dan ingat jangan mudah terlena dengan paras dan fisik seseorang. Karena apa yang terlihat di luar belum tentu sama dengan yang ada di dalam hatinya."

"Iya Bu, duh Nia sungguh menyesal."

"Ya sudah kita masuk dulu. Terus kamu telfon Siska, beritahu tentang cowok tadi ya."

"Tapi Nia takut, Bu?" rengek Nia dengan kecemasan Siska akan marah kepadanya.

"Dengar Nak, ibu mendidikmu bukan untuk menjadi seorang pengecut. Apa yang sudah kamu mulai harus kamu juga yang akhiri."

Setelah berkata demikian bu Siti segera bergegas menutup pintu gerbang. Nia sendiri mendudukkan dirinya di sofa dan segera menghubungi Siska, dua kali panggilan dan Siska tidak mengangkatnya. Pada akhirnya Nia mengirimi Siska sebuah pesan singkat atas kronologi pertemuan dengan pria yang bernama Robi dan Anwar tadi.

***

Yoga dan Bardi singgah di warung makan untuk mengisi perut dan menghubungi Siska. Tetapi begitu Siska mendengar suaranya wanita muda itu segera mematikan panggilan darinya dan segera memblokirnya.

"Brengsek!" maki Yoga dengan wajah yang memerah.

"Apa juga kubilang, Siska tidak akan mau berurusan lagi denganmu," ujar Bardi.

"Tidak bisa! Gadis itu harus mau membantuku enak saja."

"Kalau begitu kamu pergi saja sendiri aku tidak mau ikut campur lagi." Bardi merasa sudah cukup ia membantu Yoga sampai di sini. Ia sendiri tidak tega melihat wanita disiksa. Sedangkan di sisi lain ia tidak berani melawan Yoga.

"Mana kunci motormu, aku pakai. Kamu pulang naik bus saja."

Bardi segera memberikan kunci motornya dan segera berlalu dari hadapan Yoga. Jika ia mengejar bus saat ini tentu ia tidak akan kemalaman untuk kembali ke rumah, terlebih istrinya belum lama ini melahirkan.

***

Siska merasa lebih segar saat ini dan mencoba mengenyahkan perasaannya yang tidak karuan sejak mendapatkan telepon dari Yoga tadi sebelum bertemu dengan Kalvin. Ia sungguh tidak habis pikir dari mana Yoga mendapatkan nomor teleponnya? Ia sekali lagi menatap pantulan dirinya di depan cermin toilet dan memutuskan masuk ke salah satu bilik saat seseorang bergabung bersamanya.

Di sudut lain rumah sakit Yoga mengedarkan pandangan ke segala penjuru seraya berjalan menyusuri koridor rumah sakit sembari berusaha menghubungi nomor Siska dengan nomor yang lain tetapi ponsel gadis itu sedang tidak aktif saat ini. Ya, Siska sudah mematikan ponselnya sejak setelah memblokir nomor Yoga tadi.

***

Ponsel Adyatama bergetar dan panggilan dari anak buah pamannya Edgar meneleponnya.

"Kami melihat sosok Yoga di rumah sakit Bang."

"Bagus, ikuti terus ke mana perginya dia. Jangan sampai lolos."

"Siap Bang."

Adyatama bangkit dari pembaringannya dan akan melangkah keluar kamar inap Melody. Melody yang baru saja keluar dari kamar mandi segera mencegat kekasihnya tersebut.

"Mau ke mana Mas?"

Adyatama yang sudah meraih gagang pintu segera menjawab, " Mas mau bicara sebentar dengan orang yang berjaga di depan."

"Jangan lama-lama ya Mas, Lody takut."

"Iya Sayang."

Adyatama berbincang dengan lima orang yang berjaga di depan pintu meminta mereka waspada dengan kedatangan Yoga. Mereka hanya berdua saat ini karena orangtua Melody sedang menyelesaikan administrasi rumah sakit.

Dua orang berbadan kekar segera mengikuti ke mana Yoga melangkah tentu saja tanpa di sadari oleh Yoga. Yoga sendiri juga tampak fokus untuk menemukan sosok Siska. Tak lama berselang ia kemudian menghentikan langkahnya saat melihat siluet sosok Siska yang baru saja keluar dari toilet dan tanpa membuang waktu lagi, pria itu segera bergegas menemui Siska.

Siska yang baru saja keluar dari kamar mandi merasa tubuhnya terhentak dan berbalik arah. Rasa nyeri karena cengkraman tangan kekar seolah menembus sampai ke tulang sikunya yang kurus.

Siska seketika membelalakkan matanya dan berteriak melihat penampakan Yoga yang menyeringai di depannya. Ia pikir traumanya telah berlalu tetapi ternyata ketakutan itu hanya tertidur selama ini dan saat ini ia terjaga kembali.

"Ahh ...! Lepaskan aku, jahat kamu jahat! Jijik ... Siska Jijik!" Siska meronta dan berusaha melepaskan diri dari pelukan tubuh Yoga saat ini. Yoga sendiri tampak berusaha mengunci rontaan Siska.