Chereads / Wait for me to come back! / Chapter 29 - JANJI

Chapter 29 - JANJI

Melody memandang Adyatama tajam dan penuh luka, seolah-olah apa yang dikatakan pria tampan di depannya itu hanya dongeng belaka. "Mas nggak tahu apa yang Lody alami, bagaimana Melody mencoba untuk tetap waras? Mas nggak tahu hal itu kan? Ngomong gampang Mas. Melody malu Mas Tama ... Malu!"

Adyatama yang memang dasarnya masih lelah karena perjalanan pulang ditambah dengan ketegangan yang dihadapi karena apa yang menimpa Melody seketika membuat dirinya hilang kesabaran. "Lalu maumu Apa sekarang hah! Putus?!" Mulut Adyata bisa saja berkata demikian tetapi jelas hatinya menangis tersayat-sayat.

"Melody ingin mati aja Mas, Melody udah nggak pantas unntuk Mas Tama. Melody udah menjijikkan Mas, terlebih ternyata Melody bukan anak kandung Bapak dan Ibu. Melody anak yang tidak diinginkan," ujar Melody seraya terisak dengan wajah menunduk tanpa berani menatap ke arah Adyatama.

Adyatama mendekat dan meraih kedua lengan atas Melody meremasnya lembut, hal itu membuat Melody terkesiap dan menengadahkan wajahnya menatap Adyatama dengan wajah yang basah penuh airmata.

"Tega kamu mau mati hah?! Tega kamu mau tinggalin Mas?" Adyatama berkata dengan pancaran matanya penuh luka. Begitu teganya Melody berbicara tentang kematian di depannya.

"Lalu untuk apa Melody hidup, jika nantinya juga tidak bisa bersanding dengan Mas Tama."

"Apa maksudmu?!" Adyatama bertanya dengan ketidak sabaran saat ini. Matanya masih menatap tajam ke arah Melody.

"Dengarkan Mas, Sayang. Apapun yang terjadi dan secepatnya kita akan segera menikah. Mas tidak akan membiarkan kamu menolak. Kamu sudah berjanji untuk menikah dengan Mas, begitu Mas pulang bukan?"

Melody hanya diam terpekur meresapi perkataan Adyatama. Ada kegelisahan dalam relung hatinya, apakah ia bisa membahagiaan Adyatama secara lahir dan batin. Sedangkan ia merasa jijik bersinggungan dengan pria, tadi saja saat Adyatama memegangi pundaknya terasa seperti ada duri yang menusuk kulitnya. Walaupun dalam hati terdalamnya juga merasakan bahagia tak terperi karena dengan keadaan dirinya yang seperti ini Adytama masih mau menerimanya.

"Tapi Mas, bagaimana kalau Melody nanti nggak bisa melayani Mas Tama?"

"Pernikahan tidak melulu berhubungan dengan seks Sayang. Dengan adanya Melody di samping Mas saja, sudah lebih dari cukup untuk Mas. Apakah kamu tidak merasakan cinta Mas, Sayang?" ujar Adyatama dengan menggenggam jari jemari Melody dengan lembut dan penuh kehangatan tetapi hal itu hanya berlangsung sebentar saja karena beberapa detik setelahnya Melody dengan cepat melerai jalinan jari jemari mereka.

Sekarang Adyatama paham, sang kekasih jelas memiliki trauma terhadap sentuhan pria. Apakah Adyatama akan bersabar? Tentu saja, kesabaran adalah nama tengahnya. Meskipun ia tadinya juga sempat terguncang tetapi semua itu dikarenakan jika sampai Melody menolaknya ia sendiri tidak tahu bagaimana nantinya dirinya melanjutkan hidupnya. Memikirkannya saja ia takut, jangan sampai Melody menjauh.

Harsa berkali-kali menghela nafas berat, pasalnya baru saja Sapri mengabarkan jika ia dan anggota keluarga yang lain akan segera berkunjung dan ia diminta untuk memastikan Yoga tidak pergi keluar rumah. Juleha sang istri datang membawakan dirinya the tubruk kesukaannya beserta dengan ubi rebus. Paras ayu sang istri sedikit murung tentu saja akibat ulang sang anak laki-lakinya itu. Harsa merasa sebagai suami sekaligus ayah yang gagal.

"Bagaimana Mas?" tanya Juleha begitu duduk berseberangan dengan Harsa.

"Sapri mau ke sini. Kamu sudah pastikan si Yoga tidak pergi bukan?"

Juleha menatap pintu kamar anaknya yang tertutup rapat dan kembali bertatap muka dengan sang suami. "Tadi waktu Jule kasih tahu dia malah seneng banget. Dia pikir mungkin si Sapri bakalan minta pertanggungjawaban dia dan bakal dinikahkan dengan Lody. Emang beneran begitu Mas?"

Harsa mengedikkan bahunya, "Mas nggak tahu Sayang. Mas udah pasrah. Anak kita itu jahat sekali, Mas masih mencari tahu siapa dalang dibelakang perubahan sikapnya ini. Sepertinya mereka adalah orang yang berpengaruh."

***

"Bagaimana hasil pemeriksaan kesuburanku? Aku yakin betul jika aku sama sekali tidak mandul. Kau tahu hari ini Pak Sapri akan ke sini bersama dengan keluarga besarnya. Pasti ya, aku sudah yakin jika Melody pasti hamil anakku dan saat ini mereka akan memintaku untuk mempertanggungjawabkan perbuatanku." Yoga berbicara dengan seseorang melalui ponsel pribadinya.

Suara desahan terdengar dari seberang sana, "Maaf sekali aku harus mengatakan hal ini, kamu itu mandul Yoga. Dengan kualitas spermamu yang rendah ditambah dengan kebiasaanmu mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang semakin memperburuk keadaan."

"Arrh ... Itu tidak mungkin bukan? Aku sudah dua tahun berhenti untuk mengkonsumsi obat-obatan itu dan banyak meminum obat kesuburan seperti yang kamu sarankan. Seharusnya kondisiku sudah membaik bukan? Atau jangan-jangan resep obat yang kamu berikan kepadaku tidak sebaik yang kau katakana?!" ujar yoga penuh dengan kemarahan kepada Dokter Hasan teman baiknya yang seorang Dokter spesialis Andrologi.

"Segala sesuatu butuh proses dan memerlukan waktu yang bagi setiap orang tentu tidak akan sama. Terlebih lagi sampai sekarang kamu masih juga mengkonsumsi alkohol bukan?" Hasan menerangkan dengan penuh kesabaran. Ia tahu benar bagaimana Yoga bisa sangat temperamental dan nekat. Temannya itu seharusnya berada di pusat rehabilitasi tetapi ia malah melarikan diri dan kembali ke kampung halamannya.

"Ah! Aku tidak mau tahu nanti setelah aku menikah dengan Melody kamu harus membuat aku subur atau paling tidak aku bisa membuat bayi tabung bersama dengan Melody dan hal itu harus berhasil. Kau dengar apa kataku bukan Hasan?!" Setelah berkata demikian Yoga segera menutup sambungan teleponnya tanpa menunggu penjelasan dari Hasan.

Yoga memalingkan wajahnya menatap foto Melody yang tergantung di dinding kamarnya. Tangan Yoga terulur mengusap pipi Melody dalam foto tersebut. "Mereka menginginkan dirimu mati Sayang. Tetapi jelas aku masih memiliki hati nurani untuk tidak melakukan hal itu. Kamu rindu pelukanku bukan? Sabar ya Sayang sebentar lagi kita akan bersatu dan aku hanya akan menjadi milikmu selamanya," ucap Yoga dengan penuh keyakinan.

"Aku akan berhenti nakal, hasan tidak tahu jika aku masih mengkonsumsi obat-obatan itu dan juga mabuk-mabukan." Yoga meraih botol minuman keras yang ia letakkan dalam lemari khusus dan menunjukkan pada foto Melody seolah-olah wanita itu berada di sana dan bisa melihatnya lalu berkata, "Ini Sayang aku akan berhenti mengkonsumsinya dan aku akan berhenti berurusan dengan Hendi Cahyadi. Dia orang jahat, tahu kamu Sayang. Dia orang yang menyebabkan dirimu terpisah dengan keluarga kandungmu dan juga beberapa teman ayah kandungmu harus berpisah dengan anak mereka dahulu. Rahasianya hanya aku yang pegang, aku pria hebatmu ini."

Ponsel Adyatama berdering pamannya Edgar yang menghubunginya saat ini. Adyatama bangkit dari duduknya di sisi ranjang Melody yang terlelap karena efek obat penenang yang dikonsumsinya. Pria tampan itu menyingkir berdiri di dekat pintu kaca menuju balkon kamar rumah sakit itu dan mengangkat panggilan tersebut, "Halo Om, ada yang bisa Tama bantu?"

"Halo Nak, kamu di mana?"

"Tama masih di rumah sakit jagain Melody. Bukannya Om Edgar sama Ayah?"

"Bagus kalau begitu. Om kirim lima orang untuk berjaga di rumah sakit bersama dengan kamu ya. Sepertinya mereka sudah sampai sekarang." Bersamaan dengan itu suara ketukan di pintu dan terbuka celah daun pintu sedikit menandakan orang kiriman Edgar sudah datang Adyatama hanya mengangguk kepada mereka, kebetulan Adyatama sudah mengenal mereka.