Tinah dan Adyatama bertukar pandang mereka berdua mendengar seruan Melody tadi. Sedikit lega batin mereka, semoga saja Melody segera mau membuka hatinya kembali. Tinah hanya berharap agar sang putri kuat mental dalam menghadapi kenyataan yang akan mereka ungkapkan saat ini. Tak ada lagi jalan keluar untuk mempermudah semuanya. Kebenaran pasti akan terungkap pada akhirnya walaupun itu pasti akan menyakitkan. Ia pun juga harus menguatkan dan ikhlas hati melepas sang jantung hati kembali ke pemiliknya yang sebenarnya. Pemilik yang dulu sangat berjiwa besar menyerahkan separuh jiwanya untuk Tinah dan Sapri jaga. Tinah mencintai Melody dengan segenap jiwa dan raganya.
"Semoga dia mau keluar ya," gumam Luna yang diaminkan oleh semua orang yang hadir di sana.
Luna sangat merindukan sang putri yang terpaksa dahulu ia titipkan kepada Tinah. Semuanya demi keselamatan sang putri, ia berharap sang putri bisa menerima dirinya dan yang terpenting memberikan maaf.
Dengan kedua telapak tangan mencengkeram kedua sisi wastafel seraya menundukkan kepala melody mendesah dengan suara nyaring. Ia berpikir jika ia melakukan hal itu akan membuat beban di pundaknya yang terasa semakin berat ini sedikit berkurang. Entahlah ia pun bingung, perasaannya menjadi sedih dan lebih sensitif saat ini terlebih saat tadi sekilas sorot matanya bertemu dengan manik hitam wanita paruh baya yang cantik itu. Senyum wanita itu seperti mengingatkan pada dirinya sendiri. Tetapi mana mungkin hal itu terjadi bukan, wanita itu bukan siapa-siapa bagi Melody karena wanita yang selalu ia panggil ibu juga berada di sana.
Ah, mengingat kembali ia akan bertatap muka dengan kedua orang tuanya, dirinya merasa ingin kembali ke dalam rahim sang bunda. Kemudian dilahirkan kembali menjadi Melody yang dulu tetapi jelas dengan tidak adanya pria iblis itu lagi dalam benaknya. Pikiran Melody kacau, ia yang biasanya bisa berpikir secara rasional saat ini terlalu banyak berandai-andai dan berharap untuk sesuatu yang tidak mungkin akan terjadi. Nasi sudah menjadi bubur.
Melody mengganti kemejanya dengan kaos karena kusut, mungkin tanpa sadar tadi ia meremas kain pada bagian dadanya. Menyisir rambut dan menepuk-nepuk pelan kedua pipinya yang sedikit dingin dan pucat agar merona. Sekali lagi ia mematut dirinya di depan cermin dan mendesah, membayangkan mengayunkan langkah kaki dan membuka pintu kamar itu rasanya berat sekali.
Kamu harus berani dan hadapi semuanya Melody! Sampai kapan akan menunda semuanya, merelakan Tama sudah cukup berat jangan lagi kecewakan kedua orang tuamu! Batinnya menegur dengan sangat keras. Sejujurnya ia tidak kuasa untuk menatap wajah tampan yang tadi ia tolak kehadirannya. Tetapi kotornya diri ini membuat ia sungkan kembali masuk dalam kehidupan seorang Adyatama Alsaki. Ia merasa pemuda baik hati itu berhak mendapatkan wanita yang sepadan dan yang pasti itu bukan lagi dirinya.
***
Melody menelan salivanya kasar saat kedua matanya bertemu pandang dengan sorot sendu dari Adyatama, yang memandangnya dengan penuh kerinduan dan kesedihan akibat penolakannya tadi pastinya. Melody membuang pandangan dengan kemudian melangkah mendekat ke arah Tinah. Ia mengambil tempat duduk di antara kedua orang tuanya, tepat seperti yang selalu ia lakukan dahulu dengan sebelumnya ia tak lupa untuk menyapa semua orang yang hadir terutama kedua orang tua Adyatama yang merupakan majikan kedua orang tuanya itu. Pasangan yang sangat baik hati dan tak pernah pamrih kepada siapapun. Apakah ia akan tega membiarkan mereka menerima dirinya yang bekas korban pemerkosaan ini? Mungkin Melody sudah lupa jika siapapun itu berhak mendapatkan kesempatan kedua.
Sedangkan Adyatama merasa melihat sosok Melody wanita tercintanya tetapi dengan sifat yang sudah pasti bukan cerminan Melody yang ia kenal. Melody yang terkenal hangat dan lembut berubah menjadi dingin serta seperti mati rasa. Inilah yang ditakutkan oleh Adyatama bahwa Melody akan memiliki trauma pada pria. Tetapi tadi bukannya Yono juga bersamanya dan menurut keterangan Bi Jinah, hanya Yono yang selama ini bisa mendekati Melody. Lalu apa salah dirinya menjadi tak dianggap seperti ini?
Apakah salah Adyatama ingin mencurahkan rasa rindunya karena hampir satu setengah tahun ini tak bersua dengan sang pujaan hati. Iapun sudah berbesar hati untuk tidak memikirkan apa yang pria jahat itu lakukan pada sang kekasih. Ia selalu berpikir bahwa sang kekasih adalah korban, nasib naas membuat dirinya yang saat itu berada pada situasi dan kondisi yang salah. Bukan karena faktor kesengajaan dirinya untuk memancing keadaan.
Ingin rasanya Adyatama untuk segera bertemu dengan pria jahat itu dan membuat perhitungan dengannya. Pria itu juga secara tidak langsung membuat apa yang ia impikan menjadi terhambat. Ya, terhambat karena ia tidak mau menerima penolakan Melody jika tidak bisa dalam waktu cepat setidaknya Adyatama berharap Melody tidak akan menjauh darinya. Tidak boleh, Melody tidak boleh melakukan hal itu. Ucapan Melody saat di balik pintu tadi bagi Adyatama adalah racauan tidak penting, Melody masih bingung ya pasti begitu.
Adyatama tidak melepaskan pandangan dari wajah Melody yang saat ini tampak salah tingkah dengan wajah merona gadis itu menundukkan kepalanya.
"Mas Tama pucat, diminum dulu teh hangatnya Mas." Melody tidak bisa memerintahkan lidahnya untuk diam dan mengacuhkan Adyatama, sejatinya ia sangat mencintai Adyatama. Ya Tuhan, kenapa susah sekali untuk tidak peduli pada pria baik ini? Satu-satunya cinta dalam hidupnya, maka dari itu ia akan pastikan Adyatama mendapatkan segala sesuatunya yang terbaik.
Wajah Adyatama merona dan ia tidak sungkan menunjukkan hal itu di hadapan semua orang. Ia senang dengan perhatian kecil Melody itu. Dengan Melody yang masih memanggilnya dengan sebutan Mas, berarti gadis itu masih sangat peduli terhadapnya. Semangat Adyatama semakin berkobar walaupun ia tetap berusaha menahan diri. Seperti apa yang tadi sempat diutarakan oleh sang ayah. Tetaplah berpikiran positif karena dengan demikian kita bisa tetap tenang dalam menghadapi masalah yang muncul dan mencari solusi yang terbaik dalam menyelesaikannya.
"Iya makasih Sayang." Adyatama dengan cepat meraih cangkir yang masih tampak asap mengepul dari permukaannya itu.
Adyatama tidak peduli jika untuk saat ini Melody tidak membalas sapaan sayangnya. Baginya cukup saja gadis itu masih bisa ia pandang. Harapannya untuk masa depan bersanding bersama dengan Melody masih terbuka lebar. Ia tidak akan membiarkan siapapun akan merubah impian dirinya dan juga Melody sejak dahulu kala. Ia selalu berdoa bahwasanya ia yakin hanya Tuhan yang bisa membolak balikkan hati manusia dan iapun yakin bahwa Melody adalah jodohnya. Masalah akan selalu datang tetapi harapan dan kesabaran serta ketekunan dalam berusaha tidak akan sia-sia