Melody dan bekal mengantongi izin dari Tama adalah dua kombinasi keceriaan hari ini. Melody sungguh memanfaatkan waktu sebaik munngkin untuk pergi menikmati alam bersama dengan temannya.
Melody sudah bersiap dan menunggu kedatangan Vivi. Baru saja Melody hendak menengok tampak Vivi yang mengendarai sepeda motor mendekat ke arahnya. Namun bukan penampakan Vivi yang membuat Melody mengerutkan dahi tapi dua motor lainnya yang dikendarai tiga orang pemuda dan satu orang gadis bersama dengan Vivi.
"Siapa mereka?" tanya Melody dengan suara berbisik.
"Ini sepupuku semuanya. Kamu nggak ingat?" ujar Vivi. "Padahal mereka ingat loh dengan kamu," tambahnya.
Mereka pada akhirnya berkenalan dan perasaan Melody menjadi lega. Mereka berenam menghabiskan waktu di seputaran air terjun dan padang baru sambil mengadakan piknik kecil-kecilan. Mereka tidak menyadari jika sedari tadi diawasi oleh Yoga dan Bowo.
"Kamu ngapain ajak aku ke sini sih! Mana banyak nyamuk pula," protes Bowo.
"Udah diem aja kamu, bre*gsek." Balas Yoga tak mau kalah.
"Lihat betapa murahannya dia. Bisa-bisanya dia memakai pakaian terbuka untuk bermain air seperti itu. Bahunya yang telanjang seharusnya hanya aku yang boleh melihatnya. Ingin rasanya aku mendekati Iko dan mencongkel matanya. Lihat caranya dia menatap pada Lody," gerutu Yoga dengan kesal.
"Jangan cari masalah dengan keluarga Iko. Seandainya kamu mau menyerang dia pun aku tidak yakin jika kamu akan memenangkan perkelahian. Kamu lupa dia guru ilmu beladiri?"
"Ck … kamu pikir aku tidak bisa bela diri apa? Lantas apa gunanya aku selalu membawa belati ini?" ujar Yoga seraya menunjukkan belati yang tersarung di dekat pergelangan kakinya.
Bowo sempat melotot tak percaya namun kembali santai dan menatap pada Yoga dengan raut datar. Sungguh benar yang dikatakan orang-orang sepupunya ini memang orang yang berbeda sekarang dan sungguh tampak jika kejiwaannya memang terganggu.
♥
Hembusan angin disertai udara yang semakin terasa dingin menandakan hujan lebat akan segera datang. Melody semakin mempercepat langkahnya. Ia tadi ingin menelepon Yono tetapi ponselnya mati kehabisan sumber daya. Melody mensilangkan kedua tangannya di depan dadanya mengeratkan bahu hangat yang dipakainya.
Melody baru saja kembali dari pasar setelah mendapatkan pesanan dari beberapa pembantu tetangga di komplek elite rumah majikannya.
Langkah Melody tiba-tiba terhenti saat melewati persimpangan kecil. Yoga berdiri menjulang di depannya, pandangan mata keduanya bertemu jelas Melody menatap Yoga dengan raut masam sedangkan Yoga tampak marah kepadanya. Melody memutuskan untuk mengacuhkan pemuda tersebut, tanpa berkata-kata Melody memalingkan wajah dan saat Melody kembali mengayunkan langkahnya hendak melewati pemuda tersebut, tiba-tiba Yoga memeluk tubuhnya dari samping dan memanggul Melody seperti karung beras di bahunya. Tas belanja Melody teronggok begitu saja di sisi jalan dekat dengan semak belukar.
Gadis itu berteriak histeris, memukul dan menarik-narik kaos Yoga di bagian punggung. Pemuda itu tidak bergeming, lengan Yoga kuat mengunci pergerakan kedua paha Melody sehingga kaki gadis tersebut tidak bisa bergerak. Sesekali Yoga menampar pantat Melody dengan keras hingga membuat gadis itu semakin menangis menjerit-jerit.
"Yoga! Apa yang kau lakukan. Jangan sakiti aku. Mau dibawa ke mana aku?!"
"Diam! cerewet. Kau milikku!" bentak Yoga seraya menggeram.
Yoga membawa gadis itu ke dalam sebuah pondok di tengah kebun jati tersebut. Pondok yang biasanya untuk beristirahat para pekerja kebun tebu milik sang ayah.
Bugh ...
Yoga menjatuhkan tubuh Melody yang sedikit terpelanting di sebuah ranjang sempit yang ada disana. Secepatnya Melody berusaha bangkit berdiri tetapi secepat pergerakannya, Yoga pun tak kalah cepat dengan kedua telapak tangannya menekan kedua bahu Melody untuk kembali berbaring di atas ranjang.
Melody dengan berlinang air mata masih berusaha meronta agar terlepas dari kungkungan Yoga tetapi apa daya tenaganya yang sejatinya sudah terkuras sejak tadi tak kuasa melawan pemuda tersebut.
Yoga kemudian mengikat kedua tangan Melody di atas kepalanya dan dengan kasar merobek gaun dan juga penutup dadanya sekaligus.
Melody berteriak histeris, Yoga menjatuhkan tubuhnya menindih Melody. Tetapi sebelumnya ia sudah melepaskan celana panjangnya dan mengeluarkan miliknya yang sudah tegak menjulang.
Melody tetap berusaha meronta dengan sisa tenaganya. Ia jelas tak sudi dijamah oleh pria yang bukan pasangannya.
Ya Tuhan selamatkan aku. Mas Tama tolong Melody, Mas! Walaupun jelas suaranya tidak akan terdengar oleh tama yang berada di belahan bumi lainnya. jangankan Adyatama, seandainya ada orang yang lewat di jalan setapak di luar pondokpun tidak akan bisa mendengar suaranya yang melemah.
"Yoga, sadar! Aku sudah memiliki kekasih. Singkirkan tubuhmu dari atasku," pinta Melody dengan terisak.
Yoga menyeringai menyeramkan, kilatan birahi tampak jelas dikedua matanya.
"Kau harus menjadi milikku. Kau dengar! Dengan aku memperkosamu, maka kita akan dinikahkan dan setelahnya kau akan tinggal bersama denganku."
"Ngawur kamu! Aku tak akan sudi menikah denganmu. Dasar bi***b," bentak Melody.
"Oh, aku bi***b? Aku sudah menyukaimu sejak lama. Tetapi kamu tidak pernah melihat ke arahku. Seharusnya kamu tahu diri, kamu hanya anak angkat di sana. Anak angkat seorang pembantu, cih. Sombong!"
Melody mendelik menatap marah kepada Yoga, "Memangnya kenapa jika aku anak angkat? Itu bukan urusanmu."
Sembarangan saja aku ini anak kandung, anak satu-satunya Bapak Sapri Sukarto.
"Tentu akan menjadi urusanku karena aku tahu siapa orangtua kandungmu. Setelah kita menikah aku akan membawamu ke sana dan aku akan kaya raya." Seraya berkata demikian Yoga memaksa paha Melody untuk membuka lebar dan ia dengan sekali sentakan mengoyak pertahanan terakhir Melody dan kemudian menyatukan tubuh mereka.
"SAKIT! Yoga tolong hentikan. Siapapun tolong aku!"
Jeritan kesakitan Melody teredam dengan suara derasnya hujan badai di luar sana. Tidak adanya orang yang melewati jalan tersebut saat cuaca seperti ini sungguh menguntungkan untuk Yoga.
"Keperawananmu milikku, Sayang. Sekarang kamu milikku, dan kekasih kayamu sudah pasti tidak akan menerima dirimu lagi."
Hancur-hancur semuanya, sama depanku bersamamu suram sudah. Maafkan Melody, Mas Tama. Melody sudah rusak!
"Yoga, bi***b kamu! Ahh ..." Melody menjerit histeris kembali karena tubuhnya sangat kesakitan terutama pada inti tubuhnya yang dihujam dengan kasar oleh milik Yoga.
Jijik aku jijik. Siapapun tolong!
Bahkan suaranya yang ingin menjerit meminta pertolongan seketika tidak bersuara. Pita suaranya tidak bisa diajak bekerja sama. Jadi mulut Melody beberapa kali terbuka tetapi tidak ada suara apapun yang keluar. Hal itu dimanfaatkan oleh Yoga untuk menelusupkan lidahnya menjelajahi rongga mulut Melody melumat kedua bibirnya. Memberikan jejak merah di rahang, leher dan juga dada Melody yang tak luput dari serangan lidah dan mulutnya.
Melody seolah berada diujung batas kesadarannya, beberapa kali ia mengerjapkan matanya berusaha mengusir kunang-kunang yang mulai mengaburkan penglihatannya ia berusaha untuk tetap sadar. Ia tidak ingin Yoga melakukan sesuatu yang lebih dari ini. Ia ingin jika pemuda itu selesai nanti ia akan bisa segera melarikan diri darinya.