Chereads / Wait for me to come back! / Chapter 15 - PERSETERUAN

Chapter 15 - PERSETERUAN

Sehari setelah acara pernikahan Titin selesai diadakan, Melody berencana untuk pergi ke pesar besar membelikan oleh-oleh untuk Adyatama. Ia tahu jika sang kekasih suka memakai kemeja batik dan hari ini juga ia akan berangkat.

"Bulik, Melody mau ke kota sebentar ya? Mau ke pasar besar." Melody mendekati Jinah yang sedang mencatat barang-barang yang akan ia kembalikan ke gudang desa.

"Sama siapa Nduk? Mas Yono masih sibuk lho," tanya Jinah dan menghentikan kegiatannya. Perasaannya tidak enak jika melepas Melody sendiri walaupun gadis itu memang berasal dari kota ini juga.

"Sendiri juga nggak apa-apa Bulik. Toh nggak jauh juga, bisa naik angkot."

"Ya udah, tapi nanti kalau ada apa-apa bilang ya? Telepon Masmu."

"Siap. Kalau begitu Melody berangkat sekarang aja ya. Biar pulang nggak kesorean."

"Nggak sarapan dulu?" tanya Tina.

"Nggak deh, nanti Lody beli soto di pasar aja. Sekalian nostalgia, Lody pamit ya." Melody segera beranjak dari sana dengan memakai gaun biru selutut bercorak bunga dan sepatu kets ia berjalan menuju jalan raya.

"Melody mau ke mana?" sapa Yoga dengan ramah, begitu sepeda motornya mendekati Melody.

Langkah Melody terhenti begitu sepeda motor Yoga memotong jalannya. Melody menatap wajah Yoga dengan datar. Entah mengapa ia merasa tidak nyaman dengan tatapan wajah pria itu.

"Lody mau ke kota."

"Owh, udah nggak betah ya di desa. Makanya buru-buru aja ke kota," sindir Yoga dengan senyum tipis di sudut bibirnya.

"Bukan begitu, Lody mau belanja oleh-oleh buat pacar." Sengaja Melody menekankan kata pacar, gadis itu berharap Yoga tahu batasnya.

Seketika hati Yoga merasa marah saat Melody mengucapkan kata 'pacar'. Sialan, udah punya pacar toh rupanya?! Gadis kecil, kamu tetap akan aku rebut. Siapa suruh kamu kembali dan jangan harap semudah itu lepas dariku.

"Emangnya mau belikan apa, buat pacarnya?"

Melody yang merasa tidak suka ditanya-tanya oleh Yoga. Dalam diam tidak menyahuti pertanyaan Yoga kemudian berlalu melanjutkan langkahnya. Dalam hati Melody merasa kesal, pasalnya karena keberadaan Yoga jalan raya yang tidak terlalu jauh di tempuh jadi terasa lama.

"Cih! Jadi gadis sombong kamu ya! Lahir juga di desa sudah begitu," sungut Yoga.

Melody menghentikan langkahnya dan berbalik, ia tidak terima dikata 'sombong' oleh Yoga.

"Eh Mas, tidak menjawab bukan berarti sombong. Hak Melody juga dong nggak kasih tahu. Jadi orang kok kepo!" herdik Melody, wajahnya sudah memerah marah.

Yoga malah semakin bernafsu dengan menatap wajah merona karena marah di depannya ini. Sedangkan Melody yang menatap perubahan wajah Yoga semakin gusar dan tidak nyaman.

"Seharusnya kamu itu tahu diri gadis desa ya seharusnya punya kekasih ya dari desa. Sok-sokan cari pacar anak kota. Halah paling juga sama-sama pembantu," cibir Yoga dengan pandangan sinis merendahkan.

Jelas perbuatannya itu membuat Melody semakin meradang. Dengan berkacak pinggang dan mata yang melotot tajam ke arah Yoga. Melody berkata, "Kalau ngomong mulutnya mbok di jaga. Pacar Melody itu anak orang kaya tahu. Baik dan sopan, nggak pernah natap Lody kayak orang penuh nafsuan begitu. Paham kamu! Jangan bikin orang kesel."

"Orang kaya? Halah yang kaya juga paling orang tuanya. Anaknya bisa apa sih?" tukas Yoga sengit. Ia merasa direndahkan oleh Melody. Seolah-olah kata-kata Melody membandingkan keadaan dirinya dengan sang pacar.

"Lody bilang juga Mas nggak bakalan paham. Lody nanti dikira malah pamer." Bukannya apa-apa juga , semua yang dikatakan Melody adalah kebenaran bahkan dengan pendapatan yang dikumpulkan oleh Adyatama sudah menyiapkan rumah untuk mereka tinggali nantinya di perkebunan. Prianya sudah memenuhi janjinya dan kali ini adalah giliran Melody membuktikan janjinya.

"Udahlah nggak susah banyak omong. Kamu mau pamer juga udah yakin kamu bakalan dia nikahin? Hati-hati lho, bisa jadi kamu bakalan jadi istri orang lain."

Melody mendelik menatap Yoga, seraya mengarahkan jari telunjuk ke arah Yoga.

"Dengar baik-baik kata Lody ya Mas. Mas nggak tahu siapa pacar Lody. Dan yang pasti Lody nggak akan menikahi orang selain pacar Melody."

Tidak juga kamu! Kamu pikir aku nggak tahu apa yang kamu pikirkan. Batin Melody.

Geram hati Melody dibuatnya. Akhirnya setelah menarik nafas panjang dan tidak lagi mengindahkan Yoga. Melody pun dengan langkah lebar segera berlari ke pinggir jalan raya yang untungnya tidak terlalu jauh lagi.

Sedangkan Yoga dengan hati dongkol dan kemarahan yang terpendam segera menggeber gas motornya dan berlalu dari sana. Tekatnya sudah bulat, sebelum gadis itu pergi ia harus mendapatkan dirinya. Sekalipun harus dengan cara paksa akan ia lakukan. Seringai jahat tampak menakutkan di wajahnya. Bahkan sapaan teman-temannya yang berkumpul di kedai minuman tidak dihiraukannya. Yoga kembali pulang untuk menyusun rencana memiliki Melody.

"Kamu akan segera menjadi milikku Melody, sudah banyak yang aku korbankan demi bisa mendapatkanmu dan kamu pikir aku akan menyerah? Yang benar saja!" gumam Yoga sendirian seraya menginjak punting rokoknya.

Ponsel Yoga bergetar sang bos rupanya yang kini sedang menghubunginya.

"Ada apa Bos?"

"Begitu sapaanmu pada orang yang sudah menolongmu?" herdik orang itu.

"Gini nih, nggak enaknya kalau hutang budi. Segala hal kecil aja diributin," jawab Yoga santai.

"Jaga bicaramu Yoga! Kapan kamu akan ambil tindakan?"

"Aman, sesegera mungkin. Siapkan saja permintaan saya dan semuanya akan beres dengan segera."