Chereads / Wait for me to come back! / Chapter 11 - HARAPAN DAN OBSESI

Chapter 11 - HARAPAN DAN OBSESI

Edgar mengendurkan dasinya setelah melepas jas dan menyampirkan di sofa begitu juga dengan Adyatama. Pria muda itu tidak habis pikir dengan aksi Juliet tadi sungguh tidak mencerminkan sikap dari keluarga berkelas. Ia juga tidak menyangka jika Juliet memiliki sikap yang tidak stabil seperti itu.

"Aku sungguh tidak menyangka Juliet bisa berbuat seperti itu Om," ujar Adyatama.

"Sepertinya gadis itu memang terobsesi padamu. Oh ya, kapan pekerjaanmu selesai?" tanya Edgar seraya menuangkan air putih.

"Tinggal sedikit lagi. Mungkin senin depan aku sudah bisa kembali ke Indonesia. Sungguh Tama sudah kangen dengan Melody." Sebetulnya ada hal lain yang mengangganjal dalam benak Adyatama, pikirannya akhir-akhir ini merasa tidak tenang dan selalu tertuju pada gadisnya itu. Terlebih sejak kembalinya Melody ke desa, bukan berarti Adyatama melarang. Tidak demikian hanya saja firasatnya tidak baik. Tetapi semoga saja tidak ada hal buruk yang menimpa kekasih hatinya tersebut.

"Ada apa? Sepertinya ada sesuatu yang mengganggumu?" tanya Edgar.

"Melody mengiriman pesan, katanya ia merasa terganggu karena ulah seseorang yang menatapnya dengan pandangan tidak baik. Menurut firasat Melody begitu."

"Memangnya di mana Melody?"

"Melody sedang kembali ke desa."

"Ada acara apa di sana?"

"Ada pernikahan saudaranya Om."

"Lalu bagaimana dengan rumah yang kamu bangun sudah jadi?"

"Sedikit lagi jadi Om. Kata Ayah tinggal finishing aja."

"Sungguh beruntung wanita yang bisa mendapatkan dirimu Tama. Om bangga denganmu," ujar Edgar seraya menepuk pundak Adyatama dengan sayang.

"Om juga berharap semoga saudara-saudaramu mendapatkan kebahagiaan dan jodoh yang baik sepertimu," tambah Edgar.

Adyatama menatap lekat-lekat wajah pamannya yang tampak sendu, tetapi sejurus kemudian wajah Edgar kembali datar tak terbaca, hanya sorot matanya yang seperti menyimpan beban. Adyatama tidak menutup hati, memang sepanjang hari ini pamannya terlihat berbeda dari pada biasanya. Hanya saja dirinya tidak berani bertanya jika pria tampan paruh baya di depannya ini mengutarakan isi hatinya terlebih dahulu.

Baru saja Tama keluar dari kamar mandi hendak beristirahat, ponselnya berdereing dengan nama Jim sebagai penelepon. Adyatama segera mengangkat panggilan tersebut.

"Halo Jim ada apa?"

"Juliet mengamuk," kata Jim tiba-tiba.

"Lalu?" ujar Adyatama santai seraya mengusap rambutnya yang basah dengan handuk kecil.

"Kamu tidak simpatik dengannya?"

"Bukannya kamu yang bilang aku harus berhati-hati padanya?"

"Kamu ini kenapa jadi dingin begini sih Tama," gerutu Jim.

"Lho, apa salahku sih? Coba bayangkan, jika aku bersimpati padanya yang ada dia semakin berada di atas angin nantinya."

"kamukan sudah sering dia perhatikan," protes Jim tidak mau kalah.

"Jangan konyol Jim, aku pribadi tidak pernah menyuruhnya untuk mengurusi diriku. Aku juga tidak merasa berhutang budi padanya. Aku bahkan sudah melarangnya bukan? Karena aku tahu, semua yang dia lakukan memiliki maksud tersembunyi dan aku yakin semua itu tidak hanya sebab rasa cintanya kepadaku saja. Jangan khawatir bung, dia hanya ingin menarik perhatianku saja. Sudah ya, aku ingin beristirahat. Hari ini terasa sangat panjang untukku." Adyatama segera mematikan ponselnya dan merebahkan diri di ranjang.

Sementara di kediaman Keluarga Aiken, Juliet dengan berkacak pinggang berjalan ke sana-kemari sementara Jim melakukan panggilan. Ia pun berhenti begitu Jim kembali mengantongi ponselnya.

"Bagaimana apakah dia percaya?" tanya Juliet yang tampak baik-baik saja itu.

"Dia bahkan tidak peduli jika kamu mengamuk Juliet. Berapa kali kubilang, jangan lagi ganggu Tama tapi kau ini sungguh keras kepala sekali," gerutu Jim. Terus terang bukan kemauan Jim tadi untuk berkata begitu terhadap Adyatama, tetapi karena Juliet mengancam akan menghentikan beasiswa untuk adiknya yang masih duduk di bangku sekolah lewat yayasan yang dimiliki oleh keluarga ibu Juliet membuat Jim tidak memiliki pilihan lain. Dalam arti lain ia terpaksa melakukannya.

"Apa sih yang Tama pikirkan?" ujar Juliet.

"Apa tidak terbalik? Seharusnya yang menjadi pertanyaan kenapa harus Tama? Sedangkan banyak pria tampan dan mapan di sekitarmu tetapi tidak kamu hiraukan," ujar Willar.

Seperti aku misalnya yang selalu tidak kau anggap, ucap kata hati Willar.

"Ah, diam kamu. Bikin aku tambah pusing aja."

"Lalu untuk apa kamu mengajak kami berdua ke rumahmu?" tanya Willar dengan nada tidak suka.

"Kalian harus membantuku untuk mendapatkan Tama," ucap Juliet dengan keyakinan penuh.

"Sungguh aku sampai kehabisan kata-kata untuk menasehatimu," ujar Jim dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Aku tidak butuh nasehatmu, yang aku butuhkan kalian membantuku untuk mendapatkan Tama. Kalian tidak bisa menolaknya!"

"Kami akan menolaknya, hati manusia tidak semudah itu bis di bolak-balik Juliet. Jangan sembarangan, Tama itu sudah mencintai kekasihnya sejak remaja, dan jelas dia adalah tipe orang yang setia," timpal Willar.

"Kami pergi dan jangan lagi mengancam kami," kata Jim.

"Ancaman apa ini yang kalian maksud?" tanya Dave yang merasa terganggu dengan seruan Juliet. Ia juga kaget saat mendapati dua orang pria yang ia kenal sebagai teman Adyatama Alsaki berada dengan anak tirinya tersebut di ruang keluarga kediamannya.

Juliet mendekati ayah tirinya yang menggunakan piyama tidur. "Iya Ayah, Juliet meminta mereka berdua untuk ke mari agar membantu Juliet mendapatkan Tama," adu Juliet seraya memeluk lengan kanan sang ayah dengan manja.

"Apa tidak bisa dibicarakan besok pagi lagi? Dan apa maksud dari ancaman tadi?' tanya Dave.

Jim mendengkus dan menatap ayah dan anak itu dengan berani seraya berkata, " Juliet mengancam akan menghentikan beasiswa adik saya jika tidak membantunya mendapatkan Tama, Tuan Aiken."

Dave menatap putri tirinya dengan tajam, ia tahu kali tidak bisa tinggal diam lagi. Putrinya sudah mulai di luar kendali.

"Betul begitu Juliet?' tanyanya dengan dingin.

"Benar Ayah," jawab Juliet seraya cemberut menatap Jim.

"Nak, kau tahu memaksakan kehendak dan hawa nafsu demi kesenangan pribadi itu namanya egois. Perbuatanmu itu jahat Nak. Tolong hentikan obsesi gilamu itu, dan biarkan dua pria baik ini pergi. Ingat satu hal Juliet mulai detik ini Ayah tidak mau kamu mendekati Tama lagi. Tama itu akan segera menikah dengan kekasih hatinya, jangan jadi perusak hubungan orang." Setelah berkata demikian Dave segera meninggalkan tiga orang muda itu.

Jim dan Willar tanpa berkata apapun juga segera pergi dari sana di antarkan oleh kepala pelayan keluarga Aiken.

Juliet sendiri menatap dengan nyalang kedua punggung pria tersebut dengan kejengkelan yang mencekam dadanya. Kedua tangannya sudah saling mengepal erat di kedua sisi tubuhnya. Juliet kemudian mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang di belahan dunia lainnya untuk membantu terwujudnya obsesinya itu, satu-satunya jalan keluar terakhirnya dan semoga saja orang tersebut mau menyetujuinya.

"Hanya Tama yang aku inginkan bukan pria lain dan apapun akan aku lakukan agar hal itu bisa terjadi," gumam Juliet dengan seringai liciknya sebelum berlalu dari tempat berdirinya.