Billy sedikit menyeret Juliet dan membawanya ke sudut yang berseberangan dengan tempat Adyatama dan kelompoknya berdiri di sana juga tampak Edgar sudah berkumpul. Billy melirik sepupunya yang tidak bisa menyembunyikan amarah karena di landa rasa cemburu. Billy tahu akan obsesi Juliet terhadap Adyatama, tetapi Billy juga tahu siapa wanita yang bersama dengan pria itu saat ini.
"Lihat betapa akrabnya mereka, seharusnya aku yang berada di sana," sungut Juliet penuh penekanan.
"Sudahlah Juliet jangan seperti anak kecil," balas Billy dengan malas-malasan.
Juliet menatap tajam ke arah Billy dan dengan ketus berkata, "Enak saja kau bilang begitu. Oh ya lupa, kamu belum pernah jatuh cinta jadi tidak tahu bagaimana rasanya cemburu."
"Tidak perlu untuk merasakan jatuh cinta untuk memahami apa yang kamu rasakan itu salah Juliet. Buka matamu lebar-lebar, Tama tidak pernah mencintaimu," tutur Billy. Ia harap sepupunya itu bisa menyadari kesalahannya.
Gemuruh amarah di dalam hati Juliet semakin menggila mendengar apa yang dituturkan oleh Billy. Sial!
'Aku harus membuat perhitungan dengan wanita itu'.
"Aku mau ke toilet," ujar Juliet dengan manik matanya yang sudah berkaca-kaca.
Kedua orangtuanya yang sedari tadi diam kemudian mempersilahkan dirinya pergi saat ada beberapa tamu yang mereka kenali mendekat.
Juliet memang berjalan ke arah toilet yang tepatnya tidak jauh dari keberadaan Adyatama dan yang lainnya, kemudian Juliet melihat ada wanita yang berwajah mirip dengan wanita bergaun kuning itu melakukan hal yang sama mencium kedua pipi Adyatama dan berpelukan. Amarah yang sedari tadi ditahan-tahan oleh Juliet tak kuasa meronta keluar. Yang terjadi adalah Juliet berjalan dengan langkah lebar menuju kelompok kecil itu dan dengan kedua tanganya yang terulur segera berusaha meraih kedua kepala wanita yang berdiri sangat dekat dengan Adyatama.
Tetapi perhitungan Juliet salah kedua tanganya tak pernah sampai untuk melukai kedua wanita cantik tersebut karena Edgar dan Adyatama sudah menahannya masing-masing satu.
Juliet yang kaget dan menahan malu karena saat ini banyak pasang mata menatap ke arahnya, segera meronta sekuat tenaga dan menjerit histeris.
"Lepaskan aku brengs**! Kalian melukai tanganku!" jeritnya tak karuan.
Kedua orangtuanya dan Billy segera mendekat ke arahnya dengan berlari, mereka juga menahan malu akan kelakuan Juliet tersebut. Ternyata apa yang mereka khawatirkan terjadi, kadang kala jiwa Juliet yang tidak labil bisa bertindak lepas kontrol dan bar-bar seperti ini.
"Kau harus tenang dulu sebelum aku lepaskan," jawab Adyatama dengan tenang.
Adyatama saat ini telah memegangi Juliet dengan kedua tangannya. Edgar melepaskan cengkramannya kepada Juliet dan bergabung bersama dengan kedua keponakan perempuannya yang tentu saja tidak sendirian datang ke acara itu. Kedua orangtua gadis cantik itu juga datang.
"Ada apa dengan Nona Aiken?" tanya Arlo Devon.
"Entahlah Papa, dia tadi tiba-tiba mengamuk ingin menyerang Betty dan Nat. Untung saja Tama dan Paman Edgar sigap," jawab Betty.
"Dia itu sepertinya cemburu karena kalian sangat dekat dengan Tama," ujar Willar. Willar juga sempat berpikir dengan keberuntungan Adyatama yang tidak perlu bersusah payah menarik para lawan jenis dan mereka dengan suka hati mendekat.
"Loh apa salahnya jika kami dekat dengan Tama, kami bersaudara," tukas Natalia.
Jim dan Willar tercengang menatap kedua nona Devon. "Jangan bercanda?" ujar Jim.
Betty mengedikkan bahunya acuh. "Tanya saja sama Mama kalau nggak percaya," ujarnya.
"Benar Nyonya Maria?" tanya Jim.
"Benar Jim Corliss, kami masih bersaudara jauh," terang Maria Devon.
Adyatama kemudian menarik tubuh Juliet kedalam pelukannya saat ia merasa perangai wanita muda ini berbeda dengan biasanya. Ia seketika merasa iba, Adyatama membisikkan kata-kata menenangkan hingga rontaan Juliet berubah menjadi isak tangis.
Juliet menyembunyikan wajahnya yang bersimbah keringat dan airmata di ceruk leher Adyatama, bahkan kemeja putih Adyatama sudah ternoda akan riasan wajah wanita itu.
"Bagaimana, sudah tenang? Kalau sudah sebaiknya kita duduk dahulu," bujuk Adyatama.
Juliet hanya mengangguk dengan isakan yang belum juga mereka. Adyatama membimbing Juliet pada kursi terdekat seperti pada anak kecil.
Jim mengusap dadanya akhirnya firasatnya tentang Juliet terbukti, kejiwaaan gadis itu memang tidak stabil.
Juliet mengangkat wajahnya yang sembab dan menatap marah kepada para tamu yang masih bergunjing dan mengerumuninya.
"Apa yang kalian lihat hah?! Tidak pernah lihat wanita menangis?!" bentaknya.
"Sudahlah Juliet tenangkan dirimu," bujuk Aline.
Aline bersitatap dengan Dave dengan wajahnya yang memelas, kepribadian putrinya yang labil ini sebetulnya sangat ia tutup rapat-rapat. Ia sejatinya tidak ingin banyak orang menduga yang tidak-tidak dan kemudian menjelekkan keluarganya itu. Tetapi apa yang berusaha ia tutup rapat-rapat pada akhirnya akan terbuka juga. Aline kemudian menoleh saat mendengar ucapan Adyatama yang dengan lembut membujuk anaknya.
Buktinya saat ini tamu undangan yang lainnya mulai bergunjing dan menyalahkan Aline karena pasti perceraiannya dengan suaminya yang terdahulu yang menjadi pemicu kesehatan mental Juliet menjadi terganggu. Aline tidak bisa menampik hal itu, karena bisa jadi memang dirinya memiliki andil dalam berubahnnya perangai sang anak yang dulunya merupakan gadis yang periang dan mandiri menjadi gadis yang suka merajuk dan menuntut. Kadang kala juga Juliet bisa menjadi sangat pendiam dan acuh, tidak mau berkomunikasi dengan siapapun bahkan dengan orang rumah sekalipun.
Aline menjadi teringat dengan apa yang dilakukan oleh putrinya tadi malam atau dini hari tepatnya, seolah tidak ada hari esok anak gadisnya berbelanja ke swalayan yang bahkan bahan makanan yang ia beli bukan untuk dirinya sendiri dan anggota keluarga yang lain. Yah, bahan makanan yang Juliet beli untuk pemuda tampan yang saat ini sedang membujuk anaknya untuk tenang dan bisa mengendalikan diri itu. Padahal jika Juliet mau dirinya tidak perlu repot untuk berbelanja, pelayan di rumahnya akan dengan senang hati memenuhi perintahnya.
Kalau boleh jujur, Aline bahagia melihat binar keceriaan sang putri jika sedang membicarakan Adyatama. Tetapi Aline juga tidak mau egois karena dirinya juga tahu Adyatama adalah tipe pria setia dan sungguh disayangkan sudah ada yang memiliki hatinya.
"Juliet kamu harus kuat dan cobalah untuk melepaskan bayanganku dari hidupmu. Kamu tidak mencintai aku, semua yang kamu rasakan itu hanyalah obsesi. Sudah berkali-kali kubilang bukan? Jika aku tidak akan pernah membalas perasaan cintamu. Di Indonesia sana sudah ada satu wanita yang aku cintai sedang menunggu diriku untuk kembali kepadanya.," ujar Adyatama panjang lebar.
Sedangkan Juliet tak berani mengangkat wajahnya untuk sekedar bersitatap dengan Adyatama. Ia sudah mulai mengumpulkan kesadarannya dan ia sangat menyesal karena ulahnya Adyatama menjadi tahu tentang kepribadiannya yang sering tidak terkontrol ini.