Dengan penuh semangat, malam ini Juliet sengaja berbelanja bahan makanan untuk sarapan esok hari. Ia senang mengetahui jika Adyatama belum memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Usahanya untuk mengulur waktu penyelesaian proyek sungguh berjalan lancar, walaupun usahanya untuk meraih hati pria tampan dan baik hati itu belum berhasil. Empat tahun sudah dirinya memendam rasa pada Adyatama Alsaki, tetapi lelaki itu tak sekalipun berpaling kepadanya. Padahal banyak sekali pria yang dengan suka rela mau menjadi teman tidurnya tentu saja.
Ponselnya menyala dan terdapat pesan dari sang ayah yang menanyakan kapan dirinya akan mengunjunginya. Juliet bukannya tidak ingin mengunjungi sang ayah, hanya saja dirinya ingin sekali jika nanti saat dirinya kembali bisa bersama dengan Adyatama terlebih bisa memperkenalkan pria itu sebagai sang kekasih. Pasti, ayahnya akan sangat bangga kepadanya. Juliet menyandarkan tubuhnya di kursi balik kemudi dan mendesah bahunya terasa tegang jika mengingat Adyatama yang dingin terhadapnya.
"Kenapa susah sekali menaklukkan hatimu, Tama?" gumam Juliet kepada dirinya sendiri. Tak terasa setitik airmata membasahi pipinya. Juliet melirik jam tangannya, sudah mendekati dini hari dan dirinya masih berkeliaran di swalayan yang buka non stop sepanjang hari.
Adyatama menutup pintu ruang kerjanya dan mengaktifkan kembali ponselnya, tak menunggu waktu lama pesan dari sang kekasih hati masuk. Adyatama mengerutkan keningnya membaca pesan tersebut, ada yang berusaha mengganggu sang kekasih rupanya. Adyatama sadar betul bagaimana cantiknya Melody, jika pria masih sehat pasti paling tidak akan meliriknya barang dua kali. Apalagi Melody sudah lama tidak kembali ke kampung halamannya.
Suara bel pintu apartemen Adyatama berdering. Adyatama yang sudah siap dan rapi dengan pakaian kerjanya segera membuka pintu apartemennya.
Tampak Juliet sudah bersandar di tembok dengan membawa satu kantong belanjaan. Gadis ini selalu saja membelanjakan segala sesuatu untuk Adyatama tanpa diminta oleh pemuda tersebut. Padahal sudah berkali-kali juga Adyatama selalu memprotesnya tetapi gadis keras kepala itu tak pernah mendengarkan pinta Adyatama.
Juliet dengan senyum manisnya melangkah masuk dan segera membongkar isi kantong yang ia bawa dan menyusunnya dalam lemari pendingin. Ia melakukan itu semua seraya membayangkan jika dirinya adalah seorang nyonya Adyatama Alsaki. Menyiapkan segala keperluan Tama dan melayani pria itu di ranjang, sungguh Juliet sangat menantikan hal tersebut.
"Kamu kerja hari ini?" tanya Juliet seraya menyusun buat di atas meja makan.
"Seperti yang kau lihat, aku ingin segera menyelesaikan pekerjaanku di sini dan kembali ke tanah airku," sahut Adyatama.
Sekilas wajah Juliet tampak sedih mendengarnya tetapi kemudian ia tutupi dengan senyumannya.
Tak adalah sedikit celah untuk diriku di hatimu, Tama? Palingkan wajahmu dan pandang aku yang selama enam tahun ini amat sangat peduli terhadapmu, aku yang paling pantas bersanding denganmu.
"Baiklah kalau begitu aku juga harus kembali bekerja," ujar gadis berkebangsaan Inggris itu dan berlalu dari apartemen Adyatama dengan raut wajah memendam kesedihan, ia tahu pasti begitu Adyatama menginjakkan kaki di tanah airnya, harapan Juliet pupus sudah. Ia yang mencoba terus bermimpi bisa meraih simpati Adyatama untuk sekali-sekali menganggapnya lebih dari sekedar teman hanya akan menjadi seperti embun pagi yang hilang tergantikan sinar terik mentari.
Adyatama bukannya tidak tahu dan lantas memanfaatkan keadaan jika gadis itu memang menaruh rasa padanya. Tetapi seperti yang banyak orang tahu juga ia hanya mencintai Melody hanya ada wanita cantik itu dalam hati Adyatama. Juliet juga tahu itu tetapi gadis keras kepala itu selalu saja mendekati Adyatama sekeras apapun Adyatama menolaknya, satu-satunya jalan adalah ia segera kembali dan menikahi Melody dan mengumumkan kepada dunia bahwa dirinya adalah milik Melody seorang. Ya, secinta itu rasa yang di genggam Adyatama untuk Melody.
Adyatama masuk ke dalam kantornya dan segera di sambut oleh salah satu rekannya Jim Collin. Jim bersandar pada tepi meja kerja Adyatama seraya mengulurkan secangkir kopi panas.
"Aku lihat tadi Juliet keluar dari gedung apartemenmu, apakah dia mendatangi dirimu?" tanya Jim.
Adyatama menerima cangkir pemberian Jim dan menarik kursi yang lain untuk rekannya tersebut. "Iya, dia tadi membelanjakan banyak barang kebutuhan dapur untukku. Aku sudah melarangnya tetapi ia selalu keras kepala dan selalu kembali," gerutu Adyatama.
"Aku tahu sejujurnya apa yang kamu rasakan, tetapi menurutku kamu harus lebih berhati-hati dengan gadis itu. Dia tampaknya sangat terobsesi denganmu, Bung."
"Bisa jadi usahamu untuk menolaknya masih kurang," goda Jim.
"Aku diajarkan untuk tidak pernah berlaku kasar terhadap perempuan Jim. Selama aku masih bisa sabar menghadapinya aku akan lakukan itu. Toh pekerjaan kita sebentar lagi akan berakhir dan aku bisa segera pulang."
Wanita yang mereka bicarakan kemudian menghubungi ponsel Adyatama. "Lihat siapa yang menghubungiku," ujar Adyatama seraya menunjukkan layar ponselnya.
Jim menggelengkan kepalanya dan berkata, "Dia sudah berlaku seperti istrimu saja, Bung."
"Ada apa Juliet?" tanya Adyatama seraya menatap Jim yang masih setia berada di tempatnya semula.
"Kamu sudah sampai kantor?" tanya Juliet.
"Sudah, ada perlu apa?"
"Ah tidak ada, hanya memastikan saja jika kamu sudah di kantor."
"Terima kasih perhatianmu Juliet. Tapi ku rasa kamu tak perlu begitu. Aku tidak enak hati selalu mendapatkan perhatianmu sedangkan sangat jelas aku tidak bisa membalasnya. Kita hanya akan tetap berteman selamanya," ucap Adyatama dengan lembut tetapi siapapun pasti bisa mendengar jika apa yang diutarakan oleh Adyatama tidak bisa diganggu gugat.
Juliet menatap nanar pada ponselnya yang sudah mati itu, sakit hatinya mendengar penolakan Adyatama untuk yang kesekian kalinya itu.
Alice sang bunda bersaandar pada pintu kamarnya dan bertanya, "Mau sampai kapan kamu terus berharap pada pria itu?"
"Bukan urusan Mama," jawab Juliet dengan ketus.
Alice tidak menggubris perkataan sang anak dan berkata, "Mungkin ada baiknya kamu meminta bantuan Papamu saja."