Pesta malam ini sungguh meriah, banyak sanak saudara dan handai taulan yang hadir. Terutama teman-teman dari kedua mempelai, sedangkan Melody lebih suka menghabiskan waktu di ruang tengah membantu mempersiapkan kudapan untuk acara inti besok pagi. Alih-alih menemani para sepupunya menyambut tamu. Melody menata tempat tisu terakhir agar para ibu-ibu besok dengan mudah menemukannya, ia sedari tadi merasa tidak nyaman dengan pandangan mata Yoga yang sedari tadi duduk tak bergeming dalam ruang yang sama dengannya. Apalagi saat pandangan mata mereka bertemu, pemuda itu tampak tersenyum-senyum sendirian. Bahkan ajakan temannya Bardi untuk bergabung dengan para pemuda penjaga tempat parker kendaraan para tamu undangan juga tidak diindahkannya. Benar-benar orang yang aneh, Melody masih mengenali siapa Yoga. Dan baik dulu sampai sekarang, ia tetap tidak menyukai keberadaan pemuda tersebut.
Tina mencari keberadaan Melody dan pandangan matanya tak sengaja melihat sosok Yoga yang berada di sana juga. Tina mengerutkan dahinya menatap penuh dengan perasaan gundah dan janggal kepada Yoga. Pria itu saat ini tampak sangat berbeda, mirip dengan orang stres yang biasa ia temui di pinggir jalan.
"Mas Yono, lihat deh. Temanmu itu sejak Mbak Lody datang kok jadi aneh gitu sih? Malah seperti orang stres,'' bisik Tina begitu duduk di samping Yono.
"Siapa yang kamu maksud?" tanya Yono mengalihkan pandangannya dari calon mempelai ke arah adik bungsunya.
"Itu lho, Mas Yoga. Aneh banget lho, tatapannya masih sama seperti tadi sore aku lihat itu. Gimana gitu, serem pokoknya, Malah diem aja dianya di dalam. Tadi Mas Bardi ajak keluar dia nggak mau," ujar Tina penuh dengan kekhawatiran.
Yono meletakkan kudapan yang berada di tangannya dan beranjak dari duduknya untuk melihat keberadaan Yoga dan sepupunya Melody. Yono melihat dari jendela samping tapi tidak menemukan keberadaan Yoga, sedangkan Melody tampak sedang makan bersama dengan para gadis tetangga mereka.
"Nggak ada tuh Dek? Apa mungkin udah pergi dianya ya?" tanya Yono lirih pada Tina yang sudah berada di sebelahnya.
"Iya Mas, kok nggak ada ya," timpal Tina dengan berbisik juga.
"Kalian mencari siapa?" tegur suara baritone dari arah belakang mereka. Orang yang mereka cari sudah berdiri bergabung bersama dengan mereka dan ikut menelengkan kepala melihat ke dalam.
Tina menggapai ujung kain lengan kemeja batik yang dikenakan Yono dengan erat. Ia merasa tidak nyaman dengan keberadaan Yoga bersama dengan mereka saat ini. Cakep sih tapi aneh.
Yono membalikan badannya menghadap Yoga yang berdiri santai menyandar pada daun jendela, seraya menyantap kue lapis.
"Oh itu lho si Lody, dari tadi di cariin Ibu suruh ke depan nggak mau." Begitulah alasan yang diutarakan oleh Yono dengan raut wajahnya yang santai.
"Kalian nggak tahu dia sejak datang udah sibuk bantu para ibu-ibu di dalam. Aku yakin dia pasti lelah. Apalagi perjalanan dari bandung ke sini tidak sebentar." Setelah mengutarakan pendapatnya itu, dengan santainya Yoga meninggalkan kedua kakak beradik itu dan bergabung dengan para tamu undangan yang lain untuk makan malam.
Yoga menjadi sangat lapar saat melihat Melody telah berhenti bekerja dan makan dengan santai bersama para gadis itu. Sebagai seorang pria tentu saja dirinya menyukai seorang gadis yang sigap dan tangkas dalam bekerja bukan. Apalagi sedari tadi ibunya Juleha memuji ketangkasan Melody dalam mengatur dan menghias tempat kudapan yang di sajikan untuk para tamu.
Bardi dan para pemuda yang lainnya bergabung bersama dengan Yoga mengantri untuk mengambil makan malam. "Betah banget sih di dalam, gara-gara ada cewek cakep ya?" goda Bardi.
"Belum puas tadi udah ikutan jemput di stasiun?" goda yang lainnya. Sedangkan Yoga hanya diam dan mengulum senyum.
Setelah menaruh piring kotor di belakang, Melody segera meraih ponselnya dan mengetikkan pesan kepada Adyatama akan perasaan tidak nyamannya dengan keberadaan Yoga.
Melody baru saja menyimpan ponselnya saat mendengar seperti ada ranting yang patah karena terinjak. Melody yang berada sendirian di belakang, memberanikan diri untuk melongokkan kepalanya di dapur darurat yang dibuat oleh pamannya itu. Ia memberanikan diri mengedarkan pandangan matanya, ia melihat seorang pria tampak sedang berdiri bersandarkan pohon jati di dekat pagar pembatas dengan halaman samping.
"Siapa di sana?!" seru Melody.
Pria yang terlihat memakai topi itu tampak tidak menyahuti ucapan Melody dan hanya semakin menenggelamkan wajahnya yang sedikit terkena pantulan sinar lampu dapur dan segera menyingkir.
Melody menatap keheranan pada orang tersebut. Ia masih menatap lamat-lamat pada pergerakan orang tersebut yang kemudian berbaur dengan para pemuda yang menjaga parkir.
"Kamu di sini to Nduk? Tuh dicari sama bibimu di depan," tegur Yahya, tetangga sebelah rumah Jinah.
Melody membalikkan badan dan mengulum senyum kepada Yahya. "Iya Bu, sebentar lagi Melody ke depan. Eh Bu, barusan Lody lihat orang aneh berdiam diri di sana," Lody menunjuk tempat orang tadi bersandar.
Yahya yang ikut melongokkan kepalanya kemudian bertanya, "Orangnya seperti apa?"
"Pakai topi Bu, waktu Lody tanya siapa eh dianya pergi,"
"Ah, paling itu salah satu temannya si Yoga. Emang aneh-aneh teman-temannya itu," ujar Yahya seraya mengajak Melody ke depan.
Ponsel dalam saku Melody bergetar dan ia segera membukanya, hatinya senang sekali sang kekasih hati yang membalas pesannya.
Adyatama : "Jika kamu merasa sesuatu yang tidak nyaman segera kembali ke rumah Sayang. Mas jauh di sini nggak bisa lindungi kamu."
Melody : "Iya Mas Sayang. Lody akan segera kembali begitu acara selesai."
Adyatama : "Jangan bikin Mas khawatir ya Cantik?"
Melody : "Iya Masku."
"Serius sekali? Dari pacar ya?" tanya Yoga yang tiba-tiba saja berada tak jauh darinya.
"Iya Mas," jawab Melody santai dan kemudian berlalu karena Tina memanggilnya dengan lambaian tangannya.