Chereads / Wait for me to come back! / Chapter 1 - PART 1 KANTIN

Wait for me to come back!

🇮🇩AzeelaDanastri
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 82.5k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - PART 1 KANTIN

Adyatama Affandra Putra Alsaki sosok anak laki-laki dari Davka Affandra Alsaki dengan Almira Sakya Putri Cahaya Alsaki, yang sekarang ini masih duduk di kelas XII saat masih berusia empat belas tahun. Tahun depan ia akan melanjutkan kuliahnya di Inggris.

Masih anak ingusan sebenarnya, dengan usia yang masih dini ia sudah menempuh jalur akselerasi bersama dengan saudara kembarnya. Postur tubuh yang bongsor mengikuti jejak ayah dan kakeknya. Di usia empat belas tahun pun tingginya sudah 160cm. Hampir sama dengan para temannya di sekolah HARAPAN BANGSA milik pamannya Eric.

Diam-diam ia menaruh hati pada seorang gadis bernama Melody Citra Kirana. Tetapi karena usianya yang muda ia masih memendam perasaan itu. Bundanya selalu menasehatinya, ia tak boleh menjalin kasih sebelum berusia delapan belas tahun. Menjengkelkan bukan, kita bukannya tidak bisa menentukan kapan rasa cinta itu hadir ya 'kan? Ataukah ini hanya cinta monyet saja.

Keluarganya sendiri sebenarnya adalah keluarga yang terbuka tidak pernah mempermasalahkan bibit, bobot dan bebet seseorang. Bundanya salah satunya hanyalah gadis lugu yang berasal dari keluarga sederhana tetapi anggota keluarga Alsaki sangat mencintai bundanya yang rendah hati.

Ia pun berkeinginan memiliki seorang pendamping yang memiliki sikap seperti bundanya. Seperti hal itu ia temukan pada Lody begitu panggilan akrabnya untuk gadis itu. Usianya terpaut empat tahun lebih tua dari Adyatama, untuk saat ini tentu saja hal itu sedikit terlihat walaupun Adyatama cukup bongsor untuk pemuda seusianya. Tetapi beberapa tahun ke depan pasti hal itu akan berubah bukan?

Pagi ini seperti biasa Adyatama sedang antri di kantin jika sang bunda Mimi lupa membuatkan ia jus alpukat kesukaannya. Bundanya beralasan pedagang sayur langganan sang bunda tutup kios.

Adyatama bertemu dengan Joshua di kantin. "Kak Jos tumben kios buah si Om tutup?" tanya Adyatama.

"Eh iya. Ayah baru balik ke kampung soalnya, kenapa nggak kebagian alpukat ya?" Kembali Joshua balik bertanya. Joshua menyeringai memperlihatkan gigi putihnya yang rapi.

Tama cemberut, sebenarnya banyak kios buah tetapi entah karena sugesti atau apa namanya ia suka jika buah-buahan dibeli dari kedai milik orang tua Joshua.

Oh iya Joshua adalah sahabat baik Adyatama, sebenarnya Adyatama memiliki beberapa teman dekat tetapi ia paling dekat dengan Joshua mungkin karena ibu Joshua kebetulan sama dengan bundanya Almira berasal dari Yogyakarta.

Melody memasuki kantin bersama Anulika. Joshua melihat mereka duluan kemudian ia mendekati Lika.

"Dek Lika mau pesan apa? Mau Abang pesankan?" tanya Joshua ramah. Lika hanya tersenyum kemudian menggeleng.

"Udah dipesankan Bang Rendra," ujarnya polos.

Joshua dengan wajah terlihat sedih, "Yah ... udah keduluan bodyguardnya."

Melody tergelak kemudian ia meninggalkan keduanya berjalan mendekati Adyatama.

"Mas Tama mau makan apa? Lody pesankan ya?" tanya Melody, karena biasanya ia yang membantu Almira menyiapkan sarapan untuk Adyatama tetapi tadi ia kesiangan makanya ia tidak ikut ke rumah utama. Melody dan keluarganya tinggal di paviliun yang dikhususkan untuk pelayan yang sudah berkeluarga di sudut belakang rumah utama Alsaki.

Adyatama yang suasana hatinya tadi buruk karena tidak ada jus alpukat di rumah dan juga tidak mendapati Melody tadi pagi sekarang kembali ceria karena kedatangan gadis tersebut.

"Terserah Lody mau pesankan apa. Mas Tama tunggu di sana ya," ujar Adyatama sembari menunjuk meja nomor 42 di sudut kantin.

Melody mengangguk dan mulai memilihkan makanan untuk Adyatama.

"Cie yang istrinya udah datang. Auhhhh..!" goda Joshua, yang kemudian memekik karena perutnya dicubit Adyatama.

Adyatama memicingkan matanya, "Pelankan suaramu, aku nggak mau nanti Lody dibully sama kelompok Siska."

Joshua yang masih meringis dan mengusap-usap perutnya bekas cubitan Adyatama. Hanya bergeming menanggapi ucapan Adyatama.

Melody duduk berseberangan dengan Adyatama, mereka sedang asik menikmati sarapannya saat Siska menghampiri meja mereka.

"Mas Tama, kapan berangkat ke Cambridge?" tanya Siska yang sudah duduk di sebelah Adyatama dengan tangan kanannya mengelus-elus bahu Adyatama dengan mesra. Siska berkata demikian tetapi matanya tajam menatap wajah Melody. Melody yang merasa risih diperhatikan seperti itu kemudian membuang muka menatap sudut lain.

"Dua minggu lagi kenapa?" jawab Adyatama santai.

"Siska cantik boleh bareng nggak? Siska nanti juga sekolah di sana," terang Siska masih dengan nada manjanya.

Adyatama meletakkan sendok dan ia kemudian meraih telapak tangan Siska dan melepaskannya dari bahunya. Adyatama bersandar dan menatap Melody di depannya yang masih setia memalingkan wajah tanpa menyentuh makanan di depannya. Ia tahu Siska sengaja bersikap mesra kepadanya hanya untuk membuat Melody cemburu dan menjauhinya. Adyatama walaupun usianya masih terbilang muda tetapi ia paham jenis-jenis orang seperti Siska ini harus dihindari sebelum mereka menancapkan 'durinya' dan terlanjur dalam menusuk.

"Kita nggak bisa bareng karena nanti aku bareng Tante Edel, nggak enak udah repotin orang," jawab Adyatama dengan hanya melirik sekilas pada Siska.

Kemudian ia kembali menatap Melody, "Lody cepat habiskan makanmu, katanya mau bantu packing pakaianku?" ujar Adyatama.

Melody kemudian kembali fokus menghabiskan makanannya. Siska mendengus tidak suka pada Melody. Hari itu mereka datang ke sekolah untuk melegalisir STTB.

Siska kembali memajukan tubuhnya dan merengkuh lengan Adyatama, Adyatama melirik sekilas tampak risih dengan kelakuan Siska.

"Siska bantu packing boleh?" Ia masih berusaha mendekati Adyatama, ia tidak rela jika Melody yang memang anak pembantu di keluarga Alsaki terlalu dekat dengan Adyatama.

"Makasih, tapi nggak usah udah ada bunda juga nanti bantuin."

Siska cemberut karena penolakan Adyatama, "Siska ngambek nih."

Tama kemudian bangkit berdiri saat dilihatnya Melody sudah selesai makan. "Terus apa urusannya denganku," ujar Adyatama jengkel.

Kemudian ia berjalan ke sisi Melody, tangannya terulur meraih tangan Melody dan menggandeng tangannya.

"Yuk pergi, keburu Mang Asep datang. Kasihan nanti lama nungguinnya."

Melody menyambut tangan Adyatama dan hanya diam mengikuti langkah Adyatama meninggalkan kantin. Sedangkan Siska menatap pergi kedua orang itu dengan kedua telapak tangannya yang sudah mengepal erat di atas meja kantin.

Sesampainya mereka di gerbang depan sekolah. Kalvin dengan mengendarai motor sportnya berhenti tepat di sebelah mobil milik keluarga Alsaki.

Adyatama dan Melody yang mengenali Kalvin segera mendekat ke arahnya."Kak kalvin tumben jam segini ke sini?" sapa Adyatama.

"Untuk ketemu dengan kalian dong. Selamat ya kalian berdua. Oh iya, Tama jadi ke Inggris?" ujar Kalvin.

"Jadi Kak. Semua sedang disiapkan sama Ayah. Soalnya sekalian sama Lika juga nanti."

"Bagus deh, semoga sukses ya. Lalu Lody gimana?" tanya Kalvin lagi.

Dengan wajah berseri-seri Melody menjawab, "Lody sekolah di sini aja Kak, kasihan Bapak sama Ibu kalau Lody sekolah jauh-jauh. Bapak sama Ibu cuma punya Lody aja."

kalvin tersenyum simpul dan mengusap puncak kepala melody dengan sayang. Adyatama melihat hal itu, tetapi dirinya tidak merasa cemburu kepada Kalvin karena dirinya tahu pemuda itu mengganggap Melody seperti adiknya sendiri. Begitulah penuturan Kalvin yang dulunya juga mantan kakak kelas mereka.

Kalvin mengambil ponselnya dan melihat ada notifikasi dari sang bunda. "Ya udah Kakak cabut dulu ya. Mau jemput Mama di salon."

"Pakai motor Kak?" tanya Melody.

"Iya, Mama tuh potong rambut pendek. Biar asik pakai helm katanya."

"Wih canggih ya."

"Mama sih gesit, kalau ke pasar Mama selalu pakai motor sendiri kadang berboncengan dengan pembantu di rumah. Lebih hemat waktu katanya." Kalvin langsung berlalu dari sana setelah berpamitan.

Sedangkan Siska yang ditinggal oleh Adyatama dan juga Melody tadi masih diam di meja itu seraya menikmati soto favoritnya. Baru saja ia menyelesaikan makannya, bayangan tinggi seorang lelaki gagah tampak sudah di dekat dirinya. Badan siska menegang tetapi ia berusaha tetap tenang.

"Kamu tidak lupa 'kan hari ini? Kamu mau memberiku hadiah sebelum kamu pergi bukan?" bisik pria itu tepat di samping telinga Siska. Siska tanpa menyahut dan hanya bisa mengangguk saja. Tenggorokannya terasa tercekat karenanya, bagaimanapun janji harus ditepati. Mau mundurpun sudah tidak mungkin karena pria muda itu sudah seperti bayangan kedua untuknya.