"Nakamura-san, douzo!"
Kuangkat gelas mengajak lelaki tambun di depanku ini bersulang. Sekali tenggak, sake dalam gelas berpindah ke perut kami. Yasuo mengisi lagi gelas kami yang kosong, kemudian mengisi gelasnya sendiri. Kini giliran Yasuo mengajak Nakamura Kenji kembali bersulang. Wajah Kenji Nakamura memerah seperti kepiting direbus. Di sebelahnya, Michiko bergelayut manja. Wanita tercantik di pub termewah di daerah Ginza itu itu beberapa kali menciumi pipi Kenji. Sesekali ia mengelap tetes yang tersisa di sudut mulut Kenji dengan sapu tangannya.
"Minum lagi, ya, Sayang," bisik Michiko mesra. Tangan kecil berjemari mungil itu cekatan menuntun gelas berisi sake ke bibir Kenji.
Minuman keras beralkohol empat puluh persen itu digelogok laiknya air mineral. Hostes bertarif mahal yang kami sewa untuk menemani kami itu terbawa emosi penjualan. Semakin banyak botol sake yang tandas, semakin besar komisi penjualan minuman keras yang akan mengisi pundinya. Dia mengisi lagi gelas Kenji. Kubiarkan wanita itu bergelimang uang malam ini.
Michiko mendesis mesra, "Kenji chan memang hebat...."
Hawa nafsu Kenji mulai naik, dia berbisik di telinga Michiko. Tawa genit sang hostes dan cubitan mesra di perut tambunnya semakin membuat pria di depanku ini melayang.
Kugeser posisiku mendekati Michiko. Yumi menarik tanganku. Teman Michiko seprofesi itu tak sudi aku menjauh dari dekapannya. Kusentak tangan itu. Pelototanku membuat nyalinya berkurang. Gadis cantik berkalung mutiara berleher jenjang itu merajuk. Kubiarkan mulutnya mengerucut gusar. Wajah genitnya berubah menjemukan di mataku. Tujuanku ke Club ini bukan untuk bersenang-senang. Ada misi yang harus kuselesaikan. Tiga hostes yang saat ini menemani adalah bagian dari sebuah strategi. Kalau Yumi macam-macam, aku akan menggantinya dengan hostes lain.
Saat Kenji asik menenggak sake, kubisiki dia, "Bikin lelaki itu setengah sadar. Jangan sampai membuatnya pingsan. Mengerti kah? Tip-mu akan kulipat gandakan." Michiko menganggukkan kepala.
Kutarik tangan Yumi mendekat. "Uangku banyak berhamburan untuk ini! Kerja yang baik, atau kuganti kamu dengan gadis lain!" bentakku pelan di telinganya.
Wajahnya memerah. Kepalanya menunduk dalam. "Maafkan saya," balasnya tertahan.
Kudorong tubuhnya sedikit kasar mepet ke Nakamura. "Temani juga tamu ini. Bikin dia melayang. Kerja sama yang baik dengan Michiko!"
Anggukan kepalanya yang lemah tidak membuat hatiku iba. Apa pun pekerjaannya, dia harus professional dalam bidangnya. Termasuk wanita penghibur sekali pun. Selama ini Yumi sering menemaniku bila tamu-tamu perusahaan kubawa ke club-nya. Dia mengira spesial karena aku sering memintanya menemaniku. Untuk ukuran wanita yang pernah singgah dalam kelanaku, Yumi terbilang sangat cantik. Ditunjang bodi seksi dan pahatan sempurna lekuk-lekuk hidung, mulut, dan segala bagian tubuhnya, banyak tamu-tamuku yang jatuh hati padanya. Sorot matanya kala menatapku mengisyaratkan harapan akan kasih sayangku. Tapi bagiku, dia tak lebih dari sekedar wanita pemuas nafsu pria.
"Nah, Nakamura san. Yumi chan juga ikut menemani Anda. Silahkan nikmati malam ini sepuasnya! Ha ha ha"
Tawaku diikuti tiga gadis di ruang VIP berukuran persegi panjang dengan berbotol-botol sake di atas meja. Semburat berbagai aroma parfum mahal bercampur bebauan alkohol.
"Wah, wah, wah ... Nakamura san mirip agen zero zero seven! Kereen!" teriak Yasuo, anak buahku yang ikut menemani.
Lelaki tambun yang layak disebut badut daripada agen rahasia tampan asal inggris itu mengembang hidungnya.
"Ah, Yasuo kun memang pintar memuji. Aku jadi sungkan dengan Yonekura san," balas Nakamura.
"Tidak ada yang perlu dirisaukan. Nakamura san memang gagah diapit dua wanita. Ha ha ha!" kataku sambil terbahak.
Kalimat yang masih lancar terucap dari mulut Nakamura menandakan dia masih sadar sempurna. Lidahnya masih belum kelu. Lelaki ini lumayan kuat juga. Berliter-liter minuman keras belum membuatnya tumbang. Aku membutuhkan bantuan wanita lagi. Kudongakkan kepalaku menyuruh Naomi bergeser ke tempat Nakamura. Tanpa membantah, hostes yang tadi menemani Yasuo itu merapatkan tubuhnya ke lelaki tambun itu. Tanpa sungkan lagi Nakamura menyambut wanita ketiga dalam pelukannya. Sejurus kemudian teriakan genit berkelindan dengan denting gelas, botol sake, dan teriakan-teriakan menjijikkan.
Kala sepuluh botol sake dan dua botol Henessy mulai mengering, kepala Nakamura Kenji semakin limbung. Kusuruh tiga gadis itu terus mengajaknya bicara sambil terus mencekokinya dengan berbagai cairan minuman keras. Aku ingin mendengar lidah tebal lelaki gendut ini tak lagi bisa melafalkan vocal dan konsonan dengan benar sebelum strategi kujalankan. Butuh tiga puluh menit dan lima botol sake mahal dengan derajat alkohol tinggi untuk membuat gajah ini takluk. Ketika bicara Nakamura semakin melantur, lidahnya semakin kelu tak bisa lagi bicara sempurna, kuberi Yasuo tanda untuk memulai acara menu utama.
Yasuo, anak buahku yang sangat kuandalkan mengerti apa yang kumaksud. Dia berbisik ke telinga Michiko untuk memberi ruang pada kami. Michiko menggamit lutut Yumi dan Naomi. Tiga wanita cantik dengan sapuan make up tebal itu meminta ijin ke toilet. Sebelum berdiri dan meninggalkan Nakamura Kenji, ketiganya memberi ciuman dan bisik mesra pada laki-laki yang sudah setengah sadar itu. Tinggal kami bertiga.
"Terima kasih banyak atas kesediaan Nakamura san menerima ajakan kami," kataku membuka percakapan. Aku menunduk dalam-dalam sebagai sikap penghormatan.
"Aahh ... senang sekali aku hari ini. Terima ... kasih," kata Nakamura Kenji terbata.
Dia merubah sikap duduknya walaupun sudah tak bisa tegap lagi. Sebuah norma kesopanan yang harus dipegang walau dalam keadaan mabuk sekali pun. "Terima kasih, Yonekura san. Minuman lezat. Tiga wanita cantik. Malam yang sempurna! Ha ha ha." Lidah Nakamura semakin menebal ketika berusaha melavalkan kalimatnya.
Aku dan Yasuo ikut berpura tertawa. "Sebaliknya, Kamilah yang merasa terhormat. Apalah arti Yonekura tanpa bantuan Anda," kataku merendah.
Yasuo menimpali, "Betul kata Yonekura Kacho. Hidup kami bergantung pada Nakamura san."
Aku mulai melakukan serangan. "Pasti enak sekali kerja di perusahaan sebesar Fujioka Corporation. Bergaji besar, fasilitas lengkap. Sebuah pekerjaan yang sempurna."
Mata Nakamura mendelik. Kepalanya bergeleng ke sana ke mari. "Huh, apanya yang enak? Sangat memuakkan! Terutama setelah pergantian manajemen baru!"
"Ehm ... Anak perempuan Fujioka san, kah?" kataku perlahan. Aku berusaha menunjukkan rasa bela sungkawa terhadap apa yang dirasa lelaki ini.
Lelaki yang telah kalah dengan wanita atasannya itu mendengus keras. "Huh! Perempuan murahan," katanya sengau.
"Setuju! Menurutku wanita itu tidak pintar. Dia hanya menang keturunan saja," timpalku. Kulanjutkan seranganku dengan meminta bala bantuan. "Ya kan, Yasuo?"
"Betul! Beberapa kali saya bertemu dan bertukar sapa dengannya di kantor Fujioka Corporation. Menurut saya, dia tak lebih dari wanita bodoh berada di tempat yang mewah. Hanya karena garis keturunan saja. Huh, betul-betul memuakkan!"
Bagai api disiram minyak, kemarahan Nakamura Kenji berkobar. "Wanita sundal! Kalau saja dia bukan anak Shacho, sudah kulibas wanita laknat itu!" teriaknya.
"Saya sependapat dengan Anda! Wanita murahan tak layak mendapat tempat tinggi di perusahaan!"
Pemantik api pembakar amarahnya terus kupanaskan. Kubuat Nakamura terpanggang api cemburu. Tubuh tambun Kenji Nakamura semakin oleng menahan kegusaran. Lemak yang menimbun bagian perutnya bergerak liar mengiringi getaran kepalanya yang menoleh ke kanan ke kiri laiknya kerbau tertusuk bambu. Kulit batang lehernya menggelambir merah padam. Mata Kenji bergerak liar mengelilingi ruangan. Dalam mabuknya dia masih punya rasa khawatir.
"Yonekura-san, ne. Ini di antara kita berdua saja," kata Kenji sambil memintaku lebih mendekat.
Aku menggeser tempat duduk. Kepala kujorokkan mendekati tubuhnya. Di antara kami hanya terpisah meja rendah. Aroma menusuk alkohol menusuk hidung kala Nakamura membuka mulutnya. "Wanita itu adalah setan yang dikirim untuk memata-matai kami. Dia kira pendidikan dan sistem yang dipelajarinya di Amerika bisa digunakan di sini? Cuh!" Kenji benar-benar meludah ke lantai.
Simpati kuberikan pada laki-laki yang sedang dirundung keterpurukan akibat persamaan gender. "Betul Nakamura san. Wanita itu lupa bahwa ini Jepang. Bukan Amerika. Wanita aneh!"
"Betul. Wanita aneh!" timpal Yasuo.
Sejurus kemudian, unek unek dan segala informasi mengenai Fujioka Michi mengalir deras. Jabatan Nakamura Kenji sebagai Manager pembelian membuat dia sering berinteraksi dengan Fujioka Michi. Cara wanita itu memerintah, mengubah sitem, bersikap pada anak buah, menjalankan keuangan, semua mengalir dari sudut pandang Kenji. Laki-laki di depanku ini terlihat sangat membenci perubahan yang dibawa Fujioka Michi.
Tiba saatnya. Kumulai serangan terakhir mematikan. "Mungkin Fujioka-san tidak punya hobi lain, sehingga seluruh waktunya dihabiskan untuk kerja dan mengubah sistem sesuai keinginannya?"
"Hobinya aneh untuk perempuan muda yang belum menikah!"
"Oh ya? Hobi aneh apa?" tanyaku memburu.
Nakamura melanjutkan dengan nada rendah, seolah takut tembok bisa mendengarnya. "Menurut rumor yang beredar, wanita itu menyukai konser musik klasik, lukisan, buku, dan kerja! Itulah kenapa tidak ada pria yang tertarik mendekatinya!"
"Benar kata Anda. Wanita karier dengan hobi seperti itu bagaikan vampire. Di luar terlihat lembut, ketika didekati, muncul taring dan racun yang mematikan!" kataku.
"Ya! Dia akan menghisap darah pria hingga mati kering kerontang!" tambah Yasuo.
Kami tergelak. Pancinganku membuat detail tentang Fujioka Michi mengalir bak air bah. Sesekali dia menyelingi dengan kutipan kotor tentang wanita itu.
"Untuk apa Yonekura-san bertanya detail tentang Direktur Keuangan kami?" Tanya Nakamura tiba-tiba.
Jantungku serasa berhenti berdetak. Aku berusaha setenang mungkin menutupi perubahan wajahku. Lelaki ini belum sepenuhnya mabuk.
"Yasuo! Kemana tiga kekasih Nakamura san? Bakayaro! Panggil mereka!" bentakku mengalihkan pembicaraan sebelum pertanyaan semakin runyam.
Yasuo bergerak cepat. Tidak butuh dua menit menunggu, ruang VIP kembali dipenuhi wangi tiga bidadari. Rok mini dan kaos ketat setengah badan membuat belahan atas tubuh mereka mencuat ingin lepas. Mereka tersenyum ceria sembari masing-masing membawa berbagai minuman beralkohol tinggi.
"Kita pesta lagi! Minum lagi!" teriak Yasuo.
"Ayo kita minum lagi! Sini wanita cantik, duduk di pangkuanku!" teriak Nakamura. Pertanyaannya tadi menguap bersama kerling manja tiga cewek seksi.
Dia menarik tangan Michiko hingga tubuh wanita itu jatuh dalam pelukannya. Naomi dan Yumi bergantian menuang minuman keras ke gelas Nakamura. Dilambari desahan genit Michiko, tenggorokan Nakamura tak henti-hentinya menyesap minuman itu. Perintahku pada tiga hostes club sangat jelas. "Bikin lelaki tambun itu mabuk hingga dia tak ingat lagi apa yang telah diceritakannya padaku!"