Chereads / Dear Kamu / Chapter 5 - Chapter 5

Chapter 5 - Chapter 5

Hanny berjalan memasuki kompleks perumahannya yang tampak lengang di sore itu. Dengan terkantuk-kantuk dia berjalan perlahan sambil menikmati hembusan udara sore yang cukup dingin. Ekskul hari itu ditutup dengan obrolan seru tentang dirinya dan Alfin. Meski yang paling banyak bicara adalah Martha. Cewek itu semangat sekali mengulang cerita yang sama itu beberapa kali pada teman-temannya yang lain, sampai bosan Hanny mendengarnya.

"Hai cewek," sapa seorang cowok yang mengendarai motor satria yang berhenti tepat didepan Hanny, membuat langkahnya tertahan.

"Minggir, ah. Gue pengen cepet-cepet pulang, nih," kata Hanny malas.

"Judes banget, sih. Ayo naik," kata cowok itu.

Hanny tersenyum tertahan.

"Dari tadi, kek," kata Hanny yang kemudian duduk diboncengan cowok itu. Beruntung hari ini dia bertemu dengan cowok ini, dia memang sedang malas untuk berjalan. Jarak rumahnya dari gerbang kompleks memang cukup jauh.

"Lo baru pulang juga, Jo?" Tanya Hanny. Jordy, nama cowok itu mengendarai motornya dengan kecepatan pelan sehingga dia bisa mengajak Hanny ngobrol.

"Hooh... elo juga tumben jam segini baru pulang," kata Jordy.

"Iyah, tadi latihannya lama. Elo pulang jam segini pasti abis latihan buat pertandingan, ya?" tebak Hanny.

Jordy mengangguk. "Yap. Minggu ini gue ada tanding lawan SMA Merah Putih. Cuma pertandingan persahabatan sih. Harry juga main, kok."

"Oya? Tumben," kata Hanny.

"Iya. Elo datang, ya. Semangatin gue. Bisa'kan?" Tanya Jordy.

"Buat elo apa sih yang nggak. Nanti gue ajak Martha, deh. Dimana tandingnya?"

"Di GOR Setiabudi jam 11 siang. Awas loh kalau sampai ga datang," kata Jordy. "Nah udah sampai."

Jordy memberhentikan motornya didepan rumah Hanny. Hanny-pun segera turun. Dia menatap Jordy sebentar. "Thank you. Lo ga mau mampir?"

"Ga usah. Lain kali aja. Gue mau buru-buru pulang. Capek," kata Jordy sembari tangannya mengacak-acak rambut Hanny. Kebiasaannya yang selalu dia lakukan sejak kecil. Jordy adalah sahabat Hanny sejak kecil, meski umur Jordy lebih tua setahun, tetapi mereka berteman cukup akrab, bertiga dengan Harry, kakak ketiga Hanny, mereka sering bermain bersama.

Saat ini Jordy sudah kelas 3 SMA dan bersekolah di SMA yang sama dengan Harry di salah satu SMA negeri di Jakarta. Kalau Hanny, dia bersekolah di SMA Swasta karena dia gagal pada ujian masuk SMA negeri tempat kakaknya itu bersekolah, dan gara-gara itu dia sering di kata-katain bodoh oleh Harry karena hanya dia satu-satunya orang dikeluarganya yang tidak berhasil masuk SMA negeri tersebut.

"Gue duluan," Jordy mengedipkan sebelah matanya.

"Dasar ganjen. Hati-hati ya," kata Hanny.

Jordy tertawa. "Rumah gue kan disebelah rumah elo."

Hanny ikut tertawa, Jordy kemudian segera berlalu dari depan rumah Hanny dan berbelok kerumah disebelah rumah Hanny.

Hanny memasuki rumahnya dan melihat motor kak Hendry sudah terparkir manis didepan rumah.

"Kak Hendry juga sudah pulang," gumam Hanny. Dia segera masuk kerumah dengan bersemangat.

"Aku sudah pulang," Hanny berlari memasuki dapur dan menemukan kakaknya dengan seorang cewek. Cewek itu sedang duduk di hadapan meja makan dengan raut wajah murung.

"Ah. Kak Jenna disini," sapa Hanny.

Cewek itu mendongak dan tersenyum tipis. "Halo Hanny. Baru pulang?"

Hanny mengangguk. "Tadi Jordy juga abis nganterin aku pulang. Kami ketemu didepan kompleks sih."

Jenna tersenyum. Jenna adalah kakak Jordy sekaligus pacar kakak kedua Hanny, Hendry. Mereka berpacaran sejak SMA hingga sekarang sudah jadi mahasiswa. Mereka satu kampus tapi berbeda jurusan. Hendry mengambil jurusan Teknik Informatika, sedangkan Jenna mengambil jurusan Komunikasi. Bisa dibilang Hendry beruntung sekali memiliki pacar seperti Jenna, selain cantik, modis, cerdas, dia juga sangat baik dan sangat terkenal di kampusnya.

"Hanny...," Hendry menyebut nama Hanny tanpa menoleh. "Bisa tolong tinggalkan kami berdua saja?"

Hanny memandang punggung Hendry yang sedang menuang air ke gelas kopi dan Jenna yang tampak murung.

"Oh, er, baiklah. Aku ke kamar dulu," buru-buru Hanny pergi ke kamarnya dan meninggalkan kakaknya itu berdua saja.

Tampaknya ada pertengkaran diantara mereka. Wajah kak Jenna murung sekali dan nada suara kak Hendry sangat dingin. Sebenarnya Hanny ingin sekali menguping pembicaraan mereka, tapi kak Hendry bisa marah padanya. Meski tidak pernah marah, namun apabila marah, Kak Hendry bisa sangat menyeramkan.

"Pura-pura ga peduli...pura-pura ga peduli...."

***

"Kak Mira?" Alfin memandang Mira yang sedang duduk sambil menikmati bolu kukus yang sedang dibuat oleh mama di ruang makan. "Tumben main kesini?"

"Lagi males pulang kerumah, dirumah ga ada siapa-siapa. Kok elo baru pulang?" Tanya Mira.

Mira adalah putri kakak mama Alfin, jadi secara tidak langsung dia adalah kakak sepupu Alfin. Mereka satu sekolah, dan Mira adalah sahabat dekat Hanny.

"Ah, iya. Tadi ada urusan sebentar," sahut Alfin sekenanya. Dia segera berlalu ke kamarnya dan diikuti oleh Mira.

Mira berdiri di depan pintu kamar Alfin.

"Gimana? Udah nembak Hanny?" Tanya Mira to the point.

Alfin yang sedang berganti kaus tertegun sejenak dan menatap Mira.

"Udah," jawabnya singkat. Mira mengetahui perasaan Alfin pada teman dekatnya itu, dia juga yang mendukung Alfin untuk melakukan pendekatan pada Hanny dan memberitahukan soal putusnya Hanny dengan pacarnya sehingga Alfin bisa menyatakan perasaaannya.

"Ooo... Kok dia ga ada cerita apa-apa ya ke gue?" kata Mira heran padahal Hanny biasanya selalu menceritakan semua hal yang dialaminya kepada Mira karena kedekatan mereka.

"Terus? Lo diterima?" Tanya Mira. "Lumayan kalo diterima, gue bisa dapet double PJ."

Alfin tersenyum kecut. "Diterima kok. Tapi bukan sama Kak Hanny."

Mira mengerutkan keningnya. "Maksud lo?"

"Gue salah nembak orang. Gue nembak Hanny anak kelas 2 IPS," Alfin menghela napas. Rasanya dia masih tidak terima pada nasib sialnya yang salah nembak cewek.

"Haaaa...!" Mira melotot. Sekejap kemudian dia tertawa terpingkal-pingkal sambil memegangi perutnya.

Alfin cemberut."Sial. Dia malah ngetawain gue," batinnya.

"Aduh, sampai sakit perut gue," Mira menghapus air matanya karena terlalu banyak tertawa.

"Kok bisa sih?!" tanyanya sambil cekikikan.

"Gue males ceritainnya," kata Alfin merajuk.

"Ih, ngambek deh. Janji deh gue ga bakal ketawain lagi," Mira lalu duduk manis disebelah Alfin. Berusaha mati-matian menahan tertawa karena melihat ekspresi merajuk cowok itu.

"Kasian juga sih," pikirnya.

"Ayo dong, Alfin manis. Ceritain ke kakak," kata Mira membuat Alfin merinding.

"Jijik tahu ga," kata Alfin.

"Makanya ceritain ke gue," Mira nyengir.

Alfin menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Mira menatap adik sepupunya dengan tatapan tak sabar. Dan mengalirlah cerita itu...

***

"Pagi," sapa Martha sambil memukul pundak Hanny dengan keras membuat cewek itu hampir tersungkur.

Hanny melotot."Ngajak berantem, ya?"

Martha nyengir."Sengaja. Biar elo semangat. Lagian pagi-pagi muka udah di tekuk gitu. Sebel gue liatnya."

"Terserah gue dong. Muka, muka gue ini," sahut Hanny ketus.

"Ih, galak banget sih. Lagi PMS ya?" goda Martha.

Hanny monyong.

"Ada apaan, sih?" Tanya Martha bingung. Hanny terdiam sejenak.

"Gue cuma bingung. Gue nerima Alfin sebagai pacar gue, tapi kok rasanya ga kayak pacaran. Dia cuek, dan kita berdua aja belom tuker-tukeran nomor hp. Padahal dia sendiri yang bilang suka sama gue," kata Hanny pelan.

Martha tersenyum. Merasa lucu melihat Hanny yang sedang galau. Biarpun bilang gak naksir, tapi sepertinya Hanny peduli sekali pada hubungan mereka yang memang baru berjalan 2 hari.

"Kenapa elo ga ngajak dia ngomong duluan dan minta nomor hpnya duluan?"

Hanny menggeleng."Malu gue minta duluan ke dia."

"Ih. Ngapain sih pake malu-malu segala? Lo harus punya inisiatif duluan dong," kata Martha.

"Kenapa mesti gue? Kenapa ga dia aja yang berinisiatif duluan?"

Martha angkat bahu. "Ya ga apa-apa kali kalo elo yang inisiatif duluan. Sesekali jadi cewek harus agresif."

Hanny menatap Martha. "Gue bukan elo yang agresif banget kalo ngedeketin cowok."

Martha nyengir. "Nyindir."

***

Mereka berdua sudah sampai didepan gerbang sekolah. Berjalan sambil mengobrol memang tidak terasa. Padahal jarak dari halte bis sampai sekolah cukup jauh.

"Oh itu dia," kata Martha. "Baru diomongin."

Hanny mengikuti arah mata Martha dan melihat Alfin yang baru sampai disekolah. Cowok itu tampak melepas helmnya dan matanya melihat sosok Hanny dan Martha yang sedang melihatnya juga.

"Ayo sono samperin duluan," bisik Martha lalu mendorong Hanny untuk lebih mendekat ke Alfin.

"Eh, tapi...," Hanny mendadak tegang.

"Gue masuk duluan, ya," Martha lalu ngeloyor masuk ke dalam gedung sekolah yang mulai ramai. Meninggalkan Hanny yang mulai berkeringat dingin.

Alfin menatap Hanny yang berjalan mendekatinya. Dia teringat obrolannya semalam dengan Mira.

"Karena sudah terlanjur kayak begini, kenapa elo ga coba jalani aja dulu hubungan elo sama Hanny. Mungkin sekarang elo belum suka sama dia. Tapi, seiring berjalan waktu, siapa tahu nanti jadi suka beneran."

Alfin menepuk jidatnya."Kenapa gue jadi inget kata-kata kak Mira?"

"Inget. Jangan cuekin orang. Elo yang udah menyatakan perasaan duluan ke dia."

Alfin tercenung. Kemarin dia memang seperti orang yang cuek kepada Hanny. "Cowok macam apa gue. Gue yang nembak tapi gue malah cuekin dia," pikirnya.

"Pagi," sapa Hanny dengan senyum canggung.

"Pagi," sapa Alfin dengan senyum lebih lebar.

Mereka berdua berjalan beriringan masuk ke gedung. Lagi-lagi tanpa obrolan. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing dan bingung mencari bahan obrolan.

"Coba elo ajak dia jalan. Nonton kek, atau makan bareng."

"Ah, anu... begini," Alfin menoleh pada Hanny yang memandangnya penuh tanya.

"Minggu ini kamu ada waktu? A...aku mau mengajak kamu nonton?" Tanya Alfin lagi.

Deg...

Hening sesaat diantara mereka berdua.

"A... itu... anu...maaf... aku ada acara," jawab Hanny ragu-ragu setelah berpikir beberapa detik.

Alfin tampak sedikit kecewa. Ajakan pertamanya di tolak mentah-mentah.

"O...oh begitu....".

"Ng... Sebenarnya aku mau menonton pertandingan basket di GOR. Kalau kamu mau, kita bisa nonton bersama," kata Hanny lagi. Dia merasa tidak enak melihat raut wajah kecewa Alfin. Biar sajalah dia tidak jadi mengajak Martha.

"Jangan tolak ajakan cewek. Itu adalah cara supaya elo bisa lebih dekat dengannya."

"Oh. Aku mau.," jawab Alfin langsung.

Mata Hanny berbinar. "Kamu yakin?"

Alfin mengangguk mantap. Meskipun dia sendiri jarang berolahraga, tapi dia sangat suka melihat pertandingan olahraga.

"Kalau begitu, biar mudah untuk janjiannya, aku minta nomor handphonemu," kata Alfin lalu mengeluarkan ponselnya.

Hanny tersenyum.Ini yang dia tunggu-tunggu sejak kemarin. Bertukar nomor handphone dengan Alfin.