Alfin janjian bertemu dengan Hanny di depan gerbang GOR Setiabudi. Ketika dia sampai, tampak sudah banyak orang di halaman GOR karena pertandingan basketnya memang akan segera dimulai.
"Haii… nunggu lama, ya?" Tanya Hanny dengan napas tersengal-sengal karena berlari dari halte ke GOR yang berjarak 100 meter.
Alfin menggeleng."Aku yang datangnya terlalu cepat. Ayo masuk."
Hanny mengiyakan dan mereka berdua masuk kedalam gedung olahraga yang sudah mulai di padati orang-orang yang akan menonton pertandingan basket juga.
Hanny memperhatikan bangku pemain dari SMA Negeri 10, sekolah kakaknya. Para pemain sudah bersiap disana, tampak diantara mereka, kakaknya dan juga Jordy yang sedang melakukan pemanasan.
"Ramai juga, yah," kata Hanny.
Alfin mengangguk.
Bangku penonton yang mereka tempati mulai diisi oleh lebih banyak penonton dan supporter dari kedua sekolah. Selain itu banyak teriakan membahana dari sebrang bangku yang Hanny dan Alfin tempati yang meneriakkan nama Jordy. Dan mereka rata-rata adalah cewek.
Hanny tersenyum. Sejak SMP, Jordy memang sudah terkenal. Banyak cewek yang suka padanya dan cowok itu sudah berkali-kali di tembak, namun Hanny belum pernah mendengar Jordy menerima satupun pernyataan cinta mereka. Makanya bisa dibilang kalau cowok itu belum pernah berpacaran sama sekali sehingga membuat orang-orang disekitarnya menyebarkan gossip yang tidak-tidak tentang Jordy.
Mereka bilang kalau Jordy itu gay, karena cowok itu selalu nempel dengan kakaknya, Harry. Akibatnya Harry juga dicap gay oleh orang-orang karena selalu bersama dengan Jordy, namun untuk menepis gossip itu, Harry kemudian berpacaran dengan seorang cewek teman sekolahnya, tapi tak lama mereka putus.
Entahlah, Hanny tidak tahu apa penyebab putusnya hubungan mereka, padahal Harry pernah mengajak cewek itu main kerumah dan dia berkenalan dengan Hanny. Setelah itu, tidak terdengar kabar bahwa kakak ketiganya itu punya pacar lagi. Sekarang kakaknya itu lebih memilih sibuk dengan kegiatan sekolah dan ekskulnya.
***
Pertandingan diawali dengan santai, kedua tim basket tidak tampak melakukan penyerangan berarti pada lawan mereka. Namun ketika tim SMA Merah Putih kecolongan 1 poin, pertandingan mulai memanas. Para pemain basket kedua tim saling beradu memperebutkan bola, dan wajah mereka kini serius.
Harry mendrible bolanya dengan kecepatan tinggi. Cowok itu sangat lincah. Sesekali seringai meremehkan dia berikan pada lawan dihadapannya, membuat lawannya gusar. Lawannya dengan cepat berusaha merebut bola yang sedang di pegang Harry, tapi cowok itu lebih gesit dan kini dia mengoper bolanya ke Jordy yang berada di tengah lapangan.
Skor imbang 32-32, dan waktu semakin mepet. Jordy menerima bolanya, kini dia harus memasukkan bola ditangannya bagaimanapun caranya.
Semua penonton menahan napas mereka tak terkecuali Hanny dan Alfin. Hanny tampak tegang. Dalam hati dia berdoa, semoga Jordy berhasil memasukkan bola itu.
Para pemain dari tim lawan mengejar Jordy yang kini memegang bola. Mereka harus mencegah cowok itu memasukkan bolanya. Meskipun skor mereka sama, tidak apa kalau harus ada pertandingan perpanjangan waktu, daripada mereka harus kalah sekarang.
Harry memberikan isyarat pada Jordy, dan Jordy mengangguk kecil. Cowok itu bersiap akan memasukkan bola dari tengah lapangan, dan kalau bola itu masuk maka tim mereka akan mendapatkan tiga poin sekaligus.
Semua pemain lawan berlari bagai orang kesetanan. Jordy tersenyum dan melempar bolanya dalam sekali hentakan. Namun bukan ring yang dia tuju, melainkan Harry yang kini sudah menunggu di depan ring.
Tim lawan terkejut. Itu tipuan. Para penonton memekik memberikan semangat pada Harry. Harry tersenyum dan melakukan dunk, dan bola itu-pun masuk dengan mulus kedalam ring lawan. Segera setelah bola itu masuk, suara peluit panjang menggema di seluruh penjuru GOR tanda pertandingan usai. Semua penonton berteriak kegirangan dan meneriakkan nama Jordy dan Harry berkali-kali.
"Hore menangg!!!" Hanny melompat-lompat kegirangan dan tanpa sadar merangkul pundak Alfin.
Alfin yang sedang bertepuk tangan kaget dengan reaksi Hanny. Tangan Hanny melingkar sempurna di bahunya, membuatnya gugup. Dia belum pernah sedekat ini dengan seorang cewek.
"Eh…," Hanny menatap Alfin yang tampak tidak nyaman.
"Maaf," dia-pun buru-buru melepaskan tangannya dari bahu Alfin. "Aku kira kamu Martha. Aku lupa kalau aku pergi denganmu."
Alfin mengibaskan tangannya, "Ti... Tidak masalah."
Baik Hanny maupun Alfin kini tampak salah tingkah dan wajah mereka berdua kelihatan seperti kepiting rebus.
***
"Setelah ini kita mau kemana?" Tanya Alfin. Mereka kini berada di luar GOR dan menunggu sampai orang-orang mulai berkurang sambil minum es kelapa. Kebetulan siang ini matahari bersinar begitu terik.
"Hmmm… makan mungkin. Aku lapar. Tapi aku mau menemui temanku dulu," kata Hanny. "Tidak apa-apa' kan kalau kamu menunggu sebentar?"
Alfin mengangguk-angguk. "Tidak apa-apa. Kita temui temanmu, dulu."
Tak lama dua orang cowok dengan tubuh lengket dan berselimutkan handuk kecil di pundak menghampiri mereka.
"Hai, nunggu lama, ya?" Tanya Jordy.
Hanny menggeleng.
"Duh, tuh cewek-cewek ga bisa ngeliat orang santai sedikit. Main langsung ngerubung aja," gerutu Harry.
Orang-orang yang rata-rata cewek langsung mengerubungi tim SMA Negeri 10 begitu pertandingan usai. Mereka membawa bermacam-macam barang, ada softdrink, ada coklat, bahkan ada yang membawa bunga. Jordy menerima sebuket bunga mawar merah yang tampak cantik dari seorang cewek. Rasanya menggelikan mendapat bunga dari seorang cewek.
Alfin menatap kedua orang itu lekat-lekat, bukankah mereka itu orang yang tadi bermain basket? Para pemain SMA Negeri 10? Jadi mereka saling mengenal?
"Lo kesini sama siapa?" Tanya Harry setelah duduk di hadapan Hanny.
Hanny melirik ke arah Alfin.
Harry dan Jordy mengikuti arah lirikan mata Hanny dan melihat Alfin yang kini menatap mereka berdua.
Alfin tersenyum."Selamat siang."
Harry dan Jordy mengangguk dan kini menatap Hanny dengan pandangan bertanya.
"Siapa?" Tanya Jordy dengan kening berkerut. "Bukannya lo mau datang sama Martha?"
Hanny nyengir. "Ga jadi."
"Ehem…ehem… jadi begini kakak-kakak sekalian. Kenalin, ini pacar gue. Namanya Alfin," kata Hanny dengan suara serak. Dia merasa gugup harus mengenalkan Alfin secepat ini pada kakaknya dan Jordy.
"Dan Alfin, kenalin, dia ini kakak aku, kak Harry, dan dia tetanggaku, Jordy," kata Hanny.
Harry melongo mendengar ucapan Hanny barusan. Jordy tak kalah kagetnya dengan Harry, tapi dia bisa segera menguasai dirinya.
"Jo… gue ga salah denger'kan? Tadi dia bilang apa? Pacar?" Tanya Harry yang kini menatap Jordy dengan raut muka takjub.
"Lo ga salah denger, kok," kata Jordy sambil tertawa geli melihat reaksi Harry yang aneh.
"Ih, ga usah lebay, deh," kata Hanny."Ayo kalian kenalan dulu, dong."
Alfin dengan rikuh mengulurkan tangannya dan di sambut oleh Harry, kemudian dia bergantian berjabat tangan dengan Jordy yang menatapnya dengan tatapan aneh.
"Jadi kita makan-makan dimana?" Tanya Harry sambil mengerling pada Hanny yang langsung memelototinya.
"Gak ada makan-makan. Hari ini kita minum-minum aja. Gue pesenin es kelapa dua, ya," kata Hanny yang langsung memesan 2 gelas es kelapa untuk Harry dan Jordy tanpa meminta persetujuan mereka berdua.
"Ih, pelit banget sih. Masa jadian traktirannya es kelapa," kata Harry.
Duk….
"Auwww…," Harry meringis dan mengelus-elus kakinya yang di tendang dengan keras oleh Hanny. "Sakit tahu. Gila lo, ya?!"
Jordy tertawa.
"Masih bagus ditraktir," kata Hanny sengit. Alfin tersenyum melihat kelakuan kedua kakak beradik ini. Karena dia anak tunggal, dia tidak pernah tahu bagaimana rasanya punya kakak ataupun adik. Melihat Hanny dan Harry yang kini mulai bertengkar, rasanya pasti seru punya kakak atau adik.
"Ehem… Jadi Alfin, gue mau nanya beberapa pertanyaan ke elo," kata Harry dengan raut wajah serius. Alfin membetulkan posisi duduknya dan tampak tegang.
"Elo suka sama dia?" Tanya Harry sambil telunjuknya mengarah pada Hanny yang wajahnya langsung memerah. Pertanyaan macam apa itu?
Alfin tampak gelagapan. Mata Jordy menyipit.
"Tentu saja dia suka aku," Jordy dan Harry menoleh pada Hanny yang wajahnya semakin merah.
"Kok elo yang jawab sih. Kan gue ga nanya sama elo," kata Harry.
"Lagian pertanyaan kakak aneh-aneh aja deh," kata Hanny ketus. Jordy bersedekap. Ditatapnya Hanny yang kini mengorek-ngorek isi tasnya dan kemudian mengeluarkan secarik surat.
"Nih, baca sendiri," kata Hanny. Dengan kasar dia menaruh suratnya diatas meja dihadapan Harry dan Jordy.
Harry dan Jordy langsung berebutan surat itu dan membacanya bersama-sama.
Harry kemudian tersenyum.
"Emang adik gue ini cantik, ya?" Tanya Harry sambil melempar pandangan mencibir pada Hanny.
"I… iya, kak," jawab Alfin gugup. Dia kemudian menatap Hanny dari samping."Dia adalah cewek tercantik yang pernah aku lihat."
Jordy tersedak es kelapa yang sedang di seruputnya. Sementara Harry tertawa mendengar jawaban Alfin yang menurutnya ngaco.
"Elo… ga masang pelet to susuk apa-apa kan ke nih cowok?" Tanya Harry penuh selidik.
"Kurang ajar!" Hanny cemberut.
"Abisnya aneh ada cowok yang mau sama cewek model elo," Harry tertawa terbahak-bahak membuat Hanny kembali menendang kakinya dari bawah meja.
Harry memelototinya sementara Hanny membuang muka dan kemudian berdiri pamit ke toilet.
Jordy mengikuti langkah Hanny yang menghilang di balik tembok kearah toilet yang berada di belakang gedung GOR.
"Har, elo jangan keterlaluan begitu," kata Jordy ketus. Harry melirik Jordy yang tampak marah lalu menghela napas.
"Gue mau susul dia," kata Jordy yang kemudian meninggalkan Harry dan Alfin. Alfin duduk dengan tegang, mulai merasa canggung hanya ditinggal berdua saja dengan Harry.
"Hanny itu… dibesarkan diantara 3 kakak cowok…," Harry menengadah menatap pepohonan yang menaungi meja mereka. Alfin menatap Harry, merasa aneh kenapa Harry tiba-tiba berkata seperti itu.
"Makanya mungkin kelakuannya sedikit sangar dan tomboy," Harry kini menatap Alfin lalu tersenyum lebar. "Tapi, dia adalah cewek yang baik. Gue berani jamin itu karena dia dibesarkan dengan baik oleh bokap gue."
"Makanya…," kalimat Harry menggantung. Alfin tampak kebingungan.
"Kalo elo emang serius suka sama dia, gue minta tolong ke elo, tolong jaga dia. Jangan sekali-kali menyakiti dia, meskipun tomboy dan kelihatan tegar, dia itu sebenarnya cengeng dan rapuh."
Harry menatap Alfin yang diam dan tampak berpikir keras mencerna ucapannya.
"Gue ga sedang berusaha mengancam elo. Ini cuma pesan gue sebagai seorang kakak kepada pacar adik perempuan gue satu-satunya."
***
"Han…," Jordy menatap Hanny yang sedang berjongkok di belakang GOR sambil menangis. Hanny mendongak dan mendapati Jordy yang kini mengusap-usap kepalanya dengan lembut. Jordy itu, selalu ada disaat Hanny sedang sedih, entah kenapa cowok itu selalu tahu bahwa dirinya sedang sedih.
"Lo jangan nangis gitu, dong. Harry itu cuma bercanda," kata Jordy lembut.
"Jangan dimasukin ke hati. Kamu kan tahu kalau Harry cuma bercanda" tiba-tiba saja Hanny teringat kata-kata Kak Hendry beberapa waktu lalu.
"Bercanda sih, tapi jangan keterlaluan gitu. Dia udah mempermalukan gue didepan Alfin, Jo," kata Hanny dengan wajah yang basah. "Mau ditaruh dimana muka gue?"
Jordy menghela napas. "Gue yakin Alfin ga berpikiran sesempit itu, Han. Kelihatannya dia orang yang cerdas. Dia pasti bisa ngebedain mana yang serius dan mana yang bercanda. Jadi elo ga usah khawatir."
"Lo yakin?" Tanya Hanny. Tangisnya reda dan kini dia menghapus air matanya dengan punggung tangan. Jordy mengangguk.
"Pakai sapu tangan, nih. Jorok banget sih. Aneh Alfin bisa suka sama elo," Jordy tertawa sambil menyapukan sapu tangannya ke wajah Hanny. "Liat nih, ingusan juga lagi."
"Elo juga sama aja kayak kakak gue," kata Hanny cemberut.
Jordy terkekeh. "Jadi elo mau nangis lagi?"
Hanny menggeleng. "Gue tahu kalo elo pasti cuma bercanda. Lo kan ga pernah serius."
Hanny bangkit berdiri dan berjalan masuk kedalam toilet. "Gue cuci muka dulu, ya."
Jordy mengangguk dan menatap Hanny yang menghilang dibalik tembok toilet. "Ga pernah serius, ya?" batinnya.
***
Hanny dan Jordy kembali ke tukang es kelapa dimana Harry dan Alfin sedang menunggu.
"Ngapain di toilet? Lama banget," kata Harry.
"Pup," sahut Hanny asal membuat Alfin dan Jordy menahan senyumnya.
Jordy duduk di bangkunya kembali dan menatap gelas es kelapanya yang kosong. Isinya lenyap tidak bersisa. Begitu juga Hanny.
"Es gue kemana?" Tanya Jordy. Rasanya tidak mungkin es kelapanya menguap begitu saja.
"Gue abisin. Mubazir," sahut Harry.
"Ih, dasar rakus elo, kak," kata Hanny ketus. Padahal dia masih ingin menghabiskan es kelapanya. Gara-gara menangis tadi, tenggorokannya terasa kering.
"Yaudah pesan lagi aja," kata Harry tanpa rasa bersalah sedikitpun.
"Elo yang bayar, ya."
Harry pura-pura terkejut. "Nggaklah. Cowok elo yang bayar. Anggap aja traktiran dari dia."
Hanny melongo. Kakaknya benar-benar tidak punya malu.
"Ga tahu malu lo, kak," cibir Hanny.
Harry mengangkat bahunya. "Ya elah. Cuma es kelapa doang. Ga bakal bikin dia miskin juga kali."
"Ga apa-apa. Biar aku yang bayar," kata Alfin. "Kamu mau pesan apa? Es kelapa lagi?"
Hanny menggeleng. "Kita pergi aja yuk dari sini. Aku ga betah lama-lama dekat dia." Hanny menunjuk Harry yang kini sedang mengorek-ngorek lubang telinganya dengan telunjuk karena gatal.
***
Jordy menatap Hanny dan Alfin yang bangkit berdiri.
"Loh, udah mau pergi?" Tanyanya. Hanny mengangguk. "Gue duluan ya."
"Yaudah sana pergi. Yang jauh ya perginya. Husshh…," usir Harry. Hanny mendelik.
"Iya, nih gue pergi!" Hanny menarik lengan Alfin yang masih berdiri disebelahnya. Menjauh dari makhluk nyebelin yang bernama Harry. Tidak tahu dosa apa yang udah dia perbuat di kehidupan yang lalu sampai-sampai dia harus memiliki seorang kakak macam Harry.
Jordy menatap sosok Hanny dan Alfin yang semakin menjauh dari pandangannya.
"Elo ga apa-apa, Jo?"
Jordy menoleh kebingungan pada Harry yang kini menatapnya lekat-lekat. Dia kemudian tertawa hambar.
"Apa maksud elo?"
"Elo baik-baik aja ngeliat si Hanny punya pacar sekarang?"
"Gue ga ngerti elo ngomong apa, Har."
"Ga usah pura-pura, Jo. Gue tahu perasaan elo."
Jordy terperanjat. "E…elo tahu?"
"Tentu aja gue tahu. Bahkan kakak-kakak gue yang lain juga tahu, yang ga tahu cuma makhluk satu itu," Harry menunjuk arah kemana Hanny pergi dengan dagunya. "Makhluk satu itu emang ga peka."
Jordy terdiam sejenak lalu menghela napasnya. "Apa perasaan gue kentara banget ya? Padahal gue udah berusaha nyembunyiin perasaan gue."
"Ngga sih. Tapi, insting gue mengatakan elo ada perasaan sama dia. Kita'kan udah sahabatan dari orok," Harry memanggil abang es kelapa dan memesan dua es kelapa lagi untuknya dan Jordy.
"Elo masih mau minum es kelapa? Elo'kan udah abis tiga gelas," kata Jordy keheranan.
"Minum lima gelas lagi juga gue masih sanggup, kok," Harry mengedikkan bahunya. Jordy hanya bisa geleng-geleng kepala. Kalau sudah minum es, Harry persis kayak orang kesetanan.
"Harusnya elo bilang jujur dari dulu kalo elo suka sama dia. Nunggu bertahun-tahun tapi yang ditunggu malah pacaran sama orang lain. Ga nyesek apa?" cibir Harry kembali ke topik pembicaraan mereka sebelumnya.
Harry tahu sahabatnya itu menyimpan rasa pada adiknya sudah lama, dan dia sengaja diam saja. Tidak mau terlalu ikut campur. Hanya saja dia tidak paham kenapa Jordy mau menyimpan perasaan itu bertahun-tahun.
"Gue hanya sedang menunggu waktu yang tepat."
"Semua waktu itu sama aja, Jo. Yang ngebedain adalah, elo mau ambil tindakan atau masih tetap mau menunggu."
Jordy menunduk. "Gue tahu. Gue benar-benar nyesel."
"Jadi… sekarang elo mau nyerah?"
"Tentu aja ngga. Gue belum nyatain perasaan gue. Gue belum tahu jawaban Hanny apa. Jadi gue belum bisa nyerah. Sampai dia sendiri yang bilang kalau dia nolak gue, baru gue nyerah," kata Jordy.
Harry mengangguk-anggukkan kepalanya. Jordy memang bukan tipikal cowok yang mudah menyerah. Dia masih sanggup menunggu. Selama ini saja dia tidak pernah pacaran maupun menerima pernyataan cinta dari cewek-cewek yang suka padanya karena dia menyukai Hanny dan sedang menunggu waktu yang tepat untuk menyatakan perasaannya. Jadi menunggu beberapa waktu lagi sepertinya tidak masalah bagi Jordy.
Tapi entah penantian Jordy akan berbuah manis atau tidak karena hari ini Hanny memperkenalkan seorang cowok sebagai pacarnya kepada mereka. Harry tahu kalau perasaan Jordy sedikit hancur.
"Lo ga usah khawatir sama gue. Gue masih bisa menahan perasaan gue. Perasaan gue emang hancur, tapi itu udah ga penting lagi sekarang. Lagipula selama janur kuning belum melengkung, gue masih punya kesempatan," kata Jordy dengan semangat.
Semangat yang dibuat-buat, karena Jordy menyadari satu hal. Menyatakan perasaannya sekarang pada Hanny akan lebih sulit. Selain karena cewek itu sudah memiliki pacar. Hanny juga tidak pernah menganggap serius ucapannya.