Chereads / Dear Kamu / Chapter 4 - Chapter 4

Chapter 4 - Chapter 4

Mata Hanny bertatapan dengan Alfin yang baru saja turun dari motornya yang di parkir bersama puluhan motor lain di halaman parkir.

"Ah, itu dia," bisik Hanny dalam hati. "Gue harus bersikap gimana, ya?"

Kemarin Alfin tidak bicara apa-apa lagi sampai Hanny akhirnya pamit ke kelas duluan. Rasanya memang tidak sopan meninggalkan Alfin sendirian di halaman belakang, tapi, dia merasa canggung jika berdua saja, apalagi Alfin diam saja. Apa mungkin cowok itu saking senangnya dengan jawaban Hanny sampai tidak sanggup mengatakan apa-apa?

Hanny tersenyum yang dibalas dengan senyum canggung oleh Alfin.

"Selamat pagi," sapa Hanny.

Alfin mengangguk. "Se... selamat pagi."

"Cu... cuaca hari ini cerah ya?" kata Hanny. Alfin melongo.

"Aduh bego, gue ngomong apaan barusan?" batin Hanny.

Alfin tertawa."Iya, hari ini memang cerah."

"Ah, gue tertawa. Padahal gue kira gue ga akan bisa tertawa lagi setelah kejadian kemarin," pikir Alfin.

Mereka berjalan beriringan sampai di tempat loker, diam dan tanpa obrolan lagi. Alfin melihat Hanny yang membuka lokernya. Loker yang waktu itu pernah dia masukkan surat cinta kedalamnya.

"Ah, ternyata benar, dia memang pemilik loker itu," bisik Alfin dalam hati, merasa kecewa.

"Mau ke kelas?" tanya Alfin setelah Hanny memasukkan tas yang bisa di tebak pasti isinya baju ganti untuk ekskul nanti.

Hanny mengangguk. "Kalau begitu aku kesini."

"Aku kesini. Selamat belajar, ya," kata Alfin.

Hanny tersenyum. Mereka berdua berpisah di koridor karena walaupun satu angkatan, tapi mereka berbeda jurusan dan itu artinya mereka berbeda gedung. Meskipun begitu, gedung mereka berhadap-hadapan sehingga jurusan IPA dan IPS masih bisa saling berinteraksi walaupun seringkali berujung pada pertengkaran sengit, apalagi kalau sedang kelas meeting, lapangan olahraga jadi medan pertempuran antar jurusan. Guru-guru pun banyak yang menjadikan pertandingan antar kelas itu sebagai ajang taruhan.

Hanny menoleh dan menatap punggung Alfin yang menjauh. Rasanya ada sesuatu yang menggelitik hatinya, perasaan aneh yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Mungkin ini rasa senang yang setiap orang alami kalau punya pacar pertama.

"Cieee… obrolan pagi hari yang manis, ya," bisik Martha di telinga Hanny yang membuat bulu kuduk cewek itu berdiri seketika.

"Elo ngagetin gue aja!" kata Hanny ketus.

"Selamat pagi, hari ini cuaca cerah, yah," Martha menirukan ucapan Hanny membuat wajah cewek itu memerah karena malu.

"Elo nguping percakapan gue?!" katanya agak marah.

"Gue ga nguping, kok. Ga sengaja kedengeran," Martha terkekeh.

"Sama aja. Kalo udah tahu kedengeran, ya elo menjauh dikit kek jalannya," kata Hanny.

"Ga bisa. Ga tau kenapa kaki gue ga mau nurut. Gue penasaran setengah mati sama apa yang kalian obrolin di hari pertama setelah resmi pacaran kemarin," kata Martha. "Tapi obrolannya cuma begitu doang, ga ada mesra-mesranya."

Hanny mendengus. Punya dosa apa dia, punya sahabat macam begini.

"Sorry yah kalo ga sesuai ekspektasi elo."

***

"Pagi, Al," sapa Ferdian ceria.

Alfin mendelik. Setelah apa yang sudah dia perbuat kemarin, bisa-bisanya Ferdian menyapanya dengan ceria seperti itu.

"Loh, masih marah, ya?" tanyanya.

"Pake nanya lagi," sahut Alfin ketus.

"Gue pikir elo udah ga marah lagi, tadi gue lihat elo tertawa-tawa bareng Hanny," kata Ferdian.

"Jadi mentang-mentang gue udah tertawa lagi, lo pikir gue udah ga marah, gitu?!"

"Yah, maksud gue bukan gitu, sih."

Alfin menghela napas panjang. Semuanya benar-benar jadi kacau sekarang dan ini semua karena ulah temannya yang kini sedang berdiri di hadapannya.

"Nggg… apa perlu gue ngomong sama Hanny dan menjelaskan yang sebenarnya?" tanya Ferdian.

"Stop… lo ga usah ngapa-ngapain lagi. Biar gue yang urus masalah ini," kata Alfin tajam.

Ferdian tersenyum kecut. "Oke…oke."

***

Alfin berdiri di sisi luar lapangan badminton dimana Hanny sedang berlatih bersama teman-temannya yang lain. Tatapannya tertuju pada lapangan tennis yang berada di ujung yang bersebelahan dengan lapangan badminton. Sesosok cewek yang selama setahun ini memenuhi pikirannya tampak berjalan beriringan dengan teman-temannya sambil membawa raket tennis.

Kak Hanny…

Alfin mengenalnya sejak setahun lalu, Hanny Catherine namanya. Dia kakak kelas yang setahun diatas Alfin. Pertama kali mengenalnya waktu masa MOS. Waktu itu kak Hanny bertugas sebagai petugas P3K yang menangani siswa-siswi yang sakit dan pingsan akibat MOS, dan salah satunya adalah Alfin.

Di MOS hari kedua, Alfin terpaksa datang ke sekolah meskipun sudah merasa demam sejak pagi. Karena tipikal cowok yang disiplin, dia tidak ingin sampai tidak masuk meskipun dia merasa tidak enak badan. Akibatnya, di tengah MOS Alfin pingsan dan membuat beberapa kakak OSIS yang sedang bertugas kewalahan. Mereka membawa Alfin ke ruang kelas yang di ubah menjadi ruang rawat darurat. Disana ada beberapa petugas P3K yang sedang merawat siswa-siswi lain, dan salah satunya adalah kak Hanny.

Kak Hanny-lah yang merawat Alfin, menggantikan kompres di keningnya dan memastikan demam cowok itu turun. Bahkan kak Hanny menunggu sampai Alfin sadar dari pingsannya padahal waktu itu hari sudah sore.

Sosok cewek yang cantik dan baik yang benar-benar tipe cewek idaman Alfin. Karena itulah dia jatuh cinta pada kak Hanny. Terutama pada senyumnya yang meneduhkan.

Ibarat peribahasa, pucuk dicinta ulam-pun tiba. Belakangan Alfin tahu bahwa kak Hanny adalah teman dekat kakak sepupunya, kak Mira. Berkat itu, mereka jadi saling mengenal dan sering mengobrol bersama jika bertemu.

Namun meski cukup dekat, selama setahun, Alfin harus memendam perasaannya pada kak Hanny. Dia harus cukup merasa senang dengan hanya memperhatikannya dari jauh dan melihat cewek itu tersenyum. Semua itu karena kak Hanny saat itu sedang berpacaran dengan orang lain. Dan, kesempatannya datang saat dia tahu dari kak Mira bahwa kak Hanny sudah putus dari pacarnya. Karena tidak ingin melewatkan kesempatan itu, Alfin-pun nekat menulis surat cinta dan akan dia masukkan kedalam loker kak Hanny. Makanya dia menerima tawaran Ferdian untuk menemukan loker kak Hanny, tapi ternyata…

Alfin menepuk jidatnya dan berkali-kali menghela napas. Bayang-bayang indah akan bisa bersama dengan kak Hanny sirna sudah. Meskipun dia bisa saja mengatakan yang sebenarnya pada Hanny, tapi dia tidak sampai hati melakukannya dan dia juga tidak tahu bagaimana caranya untuk menyampaikannya. Apalagi melihat binar di mata Hanny saat mengatakan menerima dirinya sebagai pacar cewek itu. Dan juga kenyataan bahwa dirinya adalah pacar pertamanya Hanny. Dia akan merasa sangat berdosa sebagai cowok. Karena itu dia memutuskan untuk membiarkan ini sementara waktu. Toh, kalau memang berjodoh, tidak akan kemana. Lagipula, bisa saja jawaban yang akan diterimanya dari kak Hanny adalah penolakan, kemungkinan itu sudah diperkirakan olehnya saat dia tahu dari kak Mira bahwa kak Hanny tidak mungkin suka pada brondong. Jadi anggap saja, dia ditolak oleh kak Hanny dan mendapat Hanny yang lain.

Itulah cara terbaik yang bisa dia pikirkan untuk menghibur dirinya sendiri.

***

"Capek banget," Hanny mengipas-ngipas wajahnya yang terasa panas dan penuh keringat."Hari ini terlalu panas."

"Han…," panggil Martha setengah berbisik.

Hanny memandangnya dengan tatapan bertanya.

Martha memberi isyarat dengan matanya pada Hanny. Hanny mengikuti arah mata Martha dan langsung bisa menangkap sosok Alfin yang berdiri di sisi luar lapangan dan tengah mengamati mereka bermain.

"Eh… kenapa dia bisa ada disini?" Hanny buru-buru merapikan rambutnya yang berantakan dan mengelap keringatnya dengan handuk yang memang sengaja dibawanya.

Alfin melambaikan tangannya pada Hanny, membuat cewek itu tersipu. Teman-temannya yang lain langsung heboh melihatnya. Mereka ribut dan menanyakan berbagai pertanyaan pada Hanny.

"Itu siapa? Pacar elo Han?" tanya kak Marina, kelas 3 IPS 1.

"Dia Alfin anak IPA2'kan?" tanya Teresa. Sebagai sesama anak IPA, dia memang cukup mengenal teman-temannya yang lain meski beda kelas, apalagi mereka seangkatan.

"Ehem…ehem… begini yah teman-teman. Biar gue yang menjelaskan," kata Martha dengan nada penting.

Cewek-cewek itu langsung menoleh pada Martha dan meminta penjelasan.

"Jadi… begini loh…," dan cerita itupun mengalir begitu saja dengan di bumbui sedikit oleh Martha.

"Serius? Wah. Hanny hebat, ya," kata Nina kagum.

Kini teman-temannya mengerubungi Hanny dan memberikan cewek itu selamat karena sudah berhasil memiliki pacar. Padahal sebelumnya teman-temannya menyangka tidak akan mungkin ada cowok normal yang menyukai cewek tomboy seperti Hanny.

"Ga nyangka, ternyata elo laku juga, ya. Gue juga ga mau kalah, nih," kata Adelia.

"Hehe… itu maksudnya apa, ya?" Hanny tersenyum kecut."Semenyedihkan itukah gue?"

"Gue harus banyak belajar dari elo nih," kata Fera.

"Ternyata jaman sekarang masih ada yah, cowok yang ga melihat dari fisik. Lo beruntung deh," kata Vika.

"Berarti dia melihat kecantikan hatinya Hanny. Kecantikan dari dalam itu memang penting," timpal Fera lagi.

"Tapi'kan si Hanny ga cantik luar dalam," ujar kak Marina kurang ajar.

Hanny meringis. "Di bully lagi… di bully lagi. Punya pacar ga punya pacar gue tetap di bully."

Teman-temannya tertawa terbahak-bahak sambil meminta maaf.

"Tapi, gue salut sama elo, Han. Elo pasti punya kelebihan yang orang lain ga punya sampai bisa menarik perhatian cowok kayak Alfin," kata Adelia.

Dan mereka kembali tertawa.

"Hahaha… dasar kurang ajar," Hanny tersenyum kecut.

Dia melemparkan pandangan kearah luar lapangan. Alfin sudah tidak ada disana. Padahal dia baru saja akan menghampiri cowok itu dan mengajaknya ngobrol sebentar. Entahlah, meskipun Alfin bilang suka padanya, tapi rasanya sikapnya terlalu dingin.