Disebuah rumah sakit seorang laki-laki menunggu gadis yang tengah berbaring dengan mata yang sudah tertutup 1 hari, rasa kawatir merambat dalam hatinya takut gadis pemilik mata indah itu tak bangun lagi dengan terus menggenggam tangan gadis itu sang laki-laki berharap memberi tenaga agar gadis itu segera bangun .
"Mis kebo lama amat lo tidur, bangun kek' gerutu Reza dengan senyum kecut hatinya tak karwan .
" za balik sana biar gue yang jagain Bulan" perintah bang Devano terhadap Reza.
" Nanti gue kesini lagi, harus lu jagain pokoknya jangan lu tinggal awas kalau sampai gitu gue patahin leher lu" ancam Reza membuat Devano merinding .
" Galak banget lo kek cewek Pms udah balik sana" usir Devano, tanpa sepatah kata pun Reza pergi meninggalkan ruangan Bulan .
"Lapar banget gue nyesel udah nyuruh Reza pulang" sesal Devano karena ia merasa lapar seharusnya dia menyuruh Reza menjaga Bulan dulu apa boleh buat udah terjadi. " Gimana dong kalau gue tinggal nanti leher gue dipatahin sama Reza, kalau gue jagain perut gue dipatahin cacing-cacing aduh pusing" lalu Devano berfikir kayak orang punya otak " oh iya Lan gue kekantin dulu ya, lo dijagain sama tembok sama infus dulu ya kalian para tembok harus jagain adek gue nanti gue bawain seblak buat kalian daadaadaa tembok ku sayang" lalu devano meninggalkan Bulan sendirian dalam ruangannya.
Selang beberapa menit Bulan membuka matanya hal yang pertama yang dia lihat tembok putih dan sebuah infus, tanpa seorang pun yang menjaganya malang memang, " malang banget nasib gue disaat sakit pun orang tua gue enggak jenguk, bang Devano kemana lagi? ehh kalian para tembok tau gak Abang gue kemana?" tanya Bulan seolah-olah tembok bisa mendengar ucapannya.
" Ternyata kamu sudah gila" ucap seseorang berdiri diambang pintu, senyum Bulan terbit ternyata orang tuanya mau menjenguknya.
" jangan senang dulu, saya kesini membawa surat kalau kamu diskorsing 1 Minggu karena kamu udah tauran dan bolos, apa yang ini saya ajarkan kepada kamu?" ucap ayah Bulan dengan senyum kecut Bulan membalas ucapan ayahnya " sejak umur aku 6 tahun ayah tak pernah mengajarkan apa-apa jangan ajaran melihat diriku saja ayah jarang, jangan salahkan jika diriku seperti ini" ucap Bulan membuat emosi ayahnya memuncak
" dasar anak kurang ajar" ayah Bulan menampar pipi Bulan . " oleh-oleh yang ayah berikan untuk menjenguk aku sangat bagus ayah" ucap Bulan memegang Pipinya. " apa salah aku ayah? sampai kalian membenci aku? dan kalian tidak pernah membiarkan aku bertemu dengan kak Raka kemana dia ayah? apa ini yang disebut keluarga menyakiti anggota keluarganya sendiri?" tanya Bulan bertubi-tubi.
" saya tak punya waktu untuk menjawab pertanyaan kamu" setelah mengucapkan itu ayah Bulan pergi meninggalkan ruangan .
" Bang lo ngapain disini? Bulan siapa yang jagain ? " tanya Reza ke Devano karena kaget melihat Devano yang berada di kantin .
" para tembok lu tenang aja" Ucap Devano santai .
" gila lo emang bang, lo pilih yang mana ? kanan atau kiri?" tanya Reza sambil menunjukan kedua tangannya .
" Hehehe ampun za" lalu Devano berlari menuju ruangan Bulan .
Sesampainya diruangan Bulan, Devano maupun Reza terkejut melihat Bulan yang menangis dengan tersedu-sedu .
" lo ngapain tawa-tawa dek?" tanya Devano .
" gue abis main ama tembok bak mereka lucu juga" jawab Bulan tidak kalah konyolnya dengan abang angkatnya ini.
" Dasar kalian sama-sama sengklek, Lo kenapa Lan kok nangis?" tanya Reza kepada Bulan .
" Gue nangis bahagia za gara-gara dapet tiket libur sekolah selama satu Minggu dong" ucap Bulan sambil memamerkan surat yang diberikan ayahnya .
" gue juga dapet dong" Reza juga ikut memamerkan suratnya .
" etts gue juga dapet dong ya" ucap Devano dengan menunjukan sebuah surat .
" surat apa bang? emang lo sekolah?" tanya Bulan bingung setau Bulan Devano sudah bekerja disebuah perusahaan .
" surat pecat" teriak Devano dengan raut wajah sedih .
" turut berduka cita bang, semoga tenang disana " ucap Reza dengan tawa yang pecah .
" bangsul lo"