Chereads / Hello, Ex! / Chapter 3 - Remember Me?

Chapter 3 - Remember Me?

Author POV

Gita meronta dengan keras saat seseorang membekap mulutnya dari belakang. Sekuat apapun dia berteriak, semuanya teredam begitu saja karena telapak tangan nan berasa asin tersebut.

"Hhmmmp! Hmmmp! Hmmmp! (Lepasin gue anj*ing)" umpat Gita dengan suara tak jelas. Saat orang misterius itu lengah, Gita menyikut kuat-kuat perutnya hingga terdengar suara orang tersebut jatuh, sementara Gita masih duduk dengan teguh di atas motor.

"Adit!" Seru Gita panik saat melihat Adit sudah terkapar di atas paving. "Kamu nggak apa-apa?"

"Aduh, aduh!" Keluh Adit dan menutupi mukanya.

"Kenapa muka kamu??" Gita semakin panik dan menunduk berusaha menarik tangan Adit yang menutupi mukanya. Pria itu terus menahan tangannya hingga Gita harus lebih menunduk sampai Adit akhirnya melepaskan tangannya dan menangkup kedua pipi Gita dan mengecup bibirnya cepat. Gita yang terpaku hanya diam dan menatap Adit yang sekarang cengengesan nggak jelas. Begitu kesadarannya kembali ke angka seratus, Gita memekik kesal dan menampol muka Adit sekuat tenaga.

"Sakit yang!" Teriak Adit dan kali ini benar-benar kesakitan. Gita yang semula dalam posisi duduk akhirnya berdiri sambil berkacak pinggang.

"Kamu juga kenapa pake acara bekap-bekap mulut aku dari belakang? Lagi main sinetron? Udah tahu aku nggak bisa kaget kayak gini," nada suara Gita meninggi.

"Kan, bercanda! Kamu juga nggak balas whatsapp aku tadi!" Nada suara Adit tak kalah tinggi.

"Aku udah bilang lembur hari ini. Nggak percaya juga sampai harus samperin ke sini?" Kini nada suara Gita terdengar lelah. Adit terdiam kemudian berdiri sambil menepuk celana dan bajunya yang kotor terkena debu.

"Percaya," jawab Adit pendek dan segera mengajak pulang sebelum Gita ambil suara "ayo pulang, aku antar ke kos kamu,"

"Motor aku gimana?"

"Tinggalin aja besok aku antar," Adit berjalan ke mobilnya tanpa mengindahkan Gita yang ngomel-ngomel karena keputusan secara sepihak dari Adit, namun tetap mengekor dari belakang.

***

Pagi ini mood Gita benar-benar buruk. Ibarat kata sudah jatuh, tertimpa tangga, palu, gergaji, obeng dan kawan-kawannya. Adit yang berjanji akan menjemputnya pagi ini, hingga kurang 15 menit jam 8 belum juga menampakkan batang hidungnya hingga Gita harus terlambat dan langsung diceramahi plus disindir pada saat briefing pagi oleh Kris dihadapan semua orang, termasuk tim di bawah Gita dan para anggota kaum Sudra. Malunya bukan main!

Lebih parahnya, sekarang dia hanya berduaan bersama Kris yang entah ada angin apa memilih dirinya dari sekian anggota kaum Sudra menemaninya untuk kunjungan. Jika saja Gita memiliki setengah kemampuan James Bond, rasanya Gita ingin loncat dari mobil yang berjalan ini kemudian berguling dan hilang di semak-semak daripada harus berduaan. Sungguh, rasanya aneh, kaku, karena mereka diam selama dalam mobil, dan akan berpura-pura akrab di depan orang lain.

"Kamu masih ingat saya dengan baik, kan?" Suara bass Kris segera memecah lamunan Gita hingga dia terlonjak kaget sendiri dari kursinya.

"Maaf Pak?" Gita mencoba memastikan jika si patung selamat datang di sebelahnya ini benar-benar berbicara padanya.

"Sepuluh tahun ketemu kamu jadi bolot, ya?"

Sarkasme sekali si patung Pancoran ini, batin Gita memendam emosinya ingin menjejalkan kemoceng di hadapannya ke dalam mulut pisau Kris. Tajamnya bukan main!

"Oooo Bapak ngomong sama saya ya? Kirain..." Gita pikir sekalian aja dia benaran jadi bolot seperti yang Kris bilang.

"Jangan pura-pura tidak mendengar atau tidak mengenal saya. Dari ekspresi ketakutan kamu saya tahu, kamu pasti mengenal saya dengan baik saat pertama kali ketemu," ucapnya dengan percaya diri setinggi Monas.

Cih, sok banget lu. Gue kaget bukan karena elo berubah ya, karena dari sekian milyaran manusia diluaran sana kenapa harus Lo yang jadi bos gueeee!

"Enggak mungkin dong, saya lupa sama Bapak. Saya mau tegur, tapi nanti dikira SKSD lagi. Syukurlah, Bapak yang enggak lupa sama si Bolot ini," Gita tentu saja tak mau kalah bermain kata.

"Tentu saja siapa yang lupa sama Gita Saraswati, si kembang sekolah yang selalu jadi incaran para pria," ucap Kris terdengar mencemooh daripada memuji. Gita segera menghadap ke arah Kris dengan cepat.

"Maksud Bapak, apa ya berbicara seperti itu?" Gita menghembuskan napas pelan menekan jauh-jauh emosinya. Ibarat kata, dia seperti ketel yang akan berbunyi ketika air mendidih.

"Lho, itu kan, memamg kenyataan. Apa saya salah? Kamu dengan mudah berganti cowok setiap minggu, sepeti berganti sepasang sepatu," Kris kembali memancing emosi Gita.

"Saya tidak semurahan itu. Tolong jangan bilang saya seperti itu," suara Gita terdengar menahan emosi. Kenapa juga si Kris ini? Dari semua topik kenapa harus membahas masa lalu yang nggak penting menurut Gita.

"Apa saya ini kurang kuat sebagai bukti pernyataan saya? Setelah 10 tahun bertemu dan melihat saya seperti sekarang ini, kamu nggak menyesal memutuskan saya?" Kris menatap Gita intens, karena mereka sedang berada di lampu merah. Jantung Gita berdetak tak keruan, mirip orkes dangdut melayu ketika mata hazel itu menatap hingga ke dalam jiwanya.

"Memangnya Bapak seperti apa sekarang? Bukannya tidak ada beda dengan 10 tahun yang lalu? Sama-sama brengsek?" desis Gita dengan penuh penekan pada kata brengsek. Sungguh, Kris sudah diluar batasnya.

"Turun kamu," ucap Kris pelan namun tegas hingga meyadarkan Gita jika karirnya mungkin akan tamat detik ini juga karena sudah menyinggung bosnya seperti ini.

"Ba-bapak saya nggak bermaksud bilang-"

"Saya bilang tu-run! Besok buatkan saya laporan trend sales dari 2013 sampai bulan ini berikut dengan penjelasan setiap bulannya. Jam 8 pagi sudah harus ada di meja saya," ucap Kris dan menaikkan kaca jendela kemudian melaju santai saat Gita sudah turun dari dalam mobil.

"Aaarrrggghhhh!" Teriak Gita dipinggir jalan hingga menjadi pusat perhatian. Mulutnya, yang seperti petasan banting, kini kembali membawanya ke jurang kematian.

TBC

***

Helooo I'm comeback! Jangan lupa vote yaa