Salsa kembali ke ruang kerjanya, sambil terus ngedumel dengan yang dialaminya, harusnya aku dak basi basi sama tuh orang aneh, harusnya tadi aku bercerita ke dia kalo aku ndak mungkin nrima ungkapan perasaannya, apalagi lamarannya, dasar geblek dak tahu isyarat kalo sudah ditolak. Di ruang kerjanya sudah ada beberapa orang customer yang dilayani rekannya.
"nomor antrian dua puluh lima silahkan ke CS 2," suara mesin antrian otomatis, seorang lelaki diumur tiga puluan menghampiri meja customer service, dengan setelan rapi hem putih yang dimasukkan dalam celana jean biru tua dengan rambut sedikit panjang yang tersisir rapi kebelakang, dia duduk di depan Salsa yang terkaget dengan kehadirannya, "mama ngundang makan malam, nanti pulang aku jemput," ucapnya dengan nada yang datar," baik mas Vian," Salsa mengangguk pelan dan pria itu meninggalkan salsa yang masih harus melayani customernya.
-------------------
flasback on
Tepatnya dua tahun yang lalu, saat Salsa masih karyawan baru dengan pakaian hitam putihnya tetep memakai id card yabg tertulis nama pendeknya, sedang melayani customer seorang ibu dengan pakaian glamournya. Dia prime customer bank dengan latar belakang yang sering kali menyulitkan para karyawan yang melayaninya, dia nasabah penyimpan ( kreditur ) dengan deretan sepuluh dijit angka pada rekening simpanannya, mana berani macem macem bisa ditarik seluruh rekeningnya, dan imbasnya yang ada kita kena sp ( surat peringatan ) atau bahkan kita yang diminta untuk permisi duluan tanpa pesangon. setiap datang temen temen kesulitan melayani keinginannya yang bisa lebih tigapuluh menit baru kelar tentang ini dan itu.
" Anak baru y," nyonya mengawali bicara setelah duduk di kursi customer, "betul bun, saya Salsa baru dua bulan bekerja disini, maaf kalo nanti ada yang tidak berkenan," Salsa menangkupkan kedua tangannya dengan sopan dan tersenyum, nyanyo langsung terkesima dengan sikap santun dan tutur katanya yang lembut dari anak baru di depannya, cantik dengan dandanan yang sederhana, gadis berhijab dia sudah lama pingin punya mantu gadis berhijab yang diharapkan nurut, dan bisa melumerkan anak laki lakinya.
Nyonya ardian memberikan sebuah buku kecil segi empat berwarna biru dan meminta untuk dicetakkan transaksinya.
"silahkan bun, bisa dicek saldonya sekian," salsa tidak menyebutkan angka hanya menunjuk dengan jari lentiknya angka tersebut. "terima kasih sayang, aku terkesan, kamu cantik," kata nyonya ardian dengan senyum baliknya penuh arti.
Dari ruang Direktur mengintip ke arah ruang customer apa tidak salah anak baru diminta melayani nyonya Titik Ardiansyah seorang istri pemilik kapal pesiar dari negeri bersimbol lion, namun yang di ruang pelayanan dengan santai masih berbincang, sedikit ajaib melihat nyonya itu bisa tidak berulah.
Ternyata ada misi tersembunyi, misi merayu mencari mantu hik hik hik.
" kamu sudah menikah belum," ucap nyonya dak bisa nahan keingin tahuannya. Salsa tetap tersenyum, dia hanya menganggap seorang tua yang ingin mengenalnya." belum bun, belum ada rencana," ups kenapa dia jadi gamblang bercerita apa adanya, nyonya itu tersenyum sumringah, "tante punya anak laki laki yang sudah dewasa, nanti tak kenalin, kamu biar jadi mantuku," Ujarnya dan terus dilanjutkan dengan mendiskripsikan anak laki lakinya yang tampan, body atletis, pokoknya idaman deh bagi kaum hawa inti masalahnya dak mungkin Salsa dak tertarik. Aduh kenapa jadi begini nyonya kalo curhat kok keterlaluan.
Setelah nyonya titik keluar dari front office yang dianter seorang security sampai ke parkir mobilnya yang kemudian sang sopir sudah siap membukakan pintu mobil untuk nyonyanya.
Ya nyonya itu yang saat ini menjadi mertuaku dan mas Alvian putra tunggalnya adalah suamiku, ceritanya panjang aku jadi menantu konglomerat, tapi mengapa masih kerja jadi customer service, itu keinginanku dan syaratku pada mas vian kalo aku dijadikan istri maka aku dibolehkan tetep bekerja. Kami menikah karna sama sama tidak bisa menolak keinginan nyonya titik ardiansyah, urusan cinta soal belakang itu anggapan beliau, yang juga istri kedua dari papa ardian.