Ruang makan yang cukup besar, peralatan makan yang nampak mewah telah tersusun rapi di atas meja makan beserta hidangan yang menggugah selera.
Meja besar yang seharusnya muat untuk satu keluarga besar. Namun tidak dirumah besar tersebut. Seorang pemuda duduk di meja besar tersebut seorang diri. Tiga orang pelayan nampak berdiri di sudut ruangan, mereka selalu siap sedia untuk melayani majikannya. Hanya ada satu orang wanita dewasa yang berdiri dekat di samping pemuda tersebut.
"Tuan Muda, apa kamu baik-baik saja? Semalam kamu nampak kacau ketika pulang dari pesta yang diadakan di kediaman Mahardika" tanya Wanita dewasa tersebut yang bernama Hafa.
Hafa berarti hujan kelembutan. Sesuai dengan namanya, Hafa adalah wanita yang lembut. Dia mampu merawat Abi dengan sangat baik. Hafa adalah yang merawat Abi sejak masuk kedalam keluarga Mahardika. Hafa juga menjadi salah satu orang paling dipercaya oleh Abi dalam keluarga Mahardika. Semenjak ibunya meninggal, Hafa lah yang menjadi pengganti sosok seorang ibu. Jangan salah, bukan berarti Hafa adalah seseorang yang sudah berumur. Hafa masih muda, usiannya hanya lebih tua tiga tahun dari Abi. Hafa adalah kakak bagi Abi, selain itu Hafa juga merupakan asisten pribadi Abi.
"Aku tidak apa-apa. Hanya sedikit ... Luka lama yang tidak sengaja melintas dihadapanku. Bukan masalah besar. Hafa, apa jadwalku hari ini?"
"Hari ini kamu ada tiga jadwal meeting, satu pada saat jam makan siang dan yang dua di waktu petang. Selain itu tidak ada yang penting."
"Bisakah kau mengosongkan jadwalku hari ini? Tunda dua meeting di waktu petang dan meeting siang hari kau ubah jadwalnya menjadi petang."
Hafa nampak berpikir sejenak, merubah jadwal meeting hari ini cukup rumit karena pertemuan tersebut dengan orang-orang penting dari perusahaan besar. Tapi tidak ada yang tidak mungkin baginya dan Abi.
"Akan segera aku urus" jawab Hafa pantas.
"Bagus. Hafa, mengenai pembicaraan kita waktu itu. Aku ingin memainkan peran itu sekarang."
"Apa kamu serius? Bagaimana jika Ketua mengetahui ini?"
"Ketua sudah menyerahkan sepenuhnya proyek ini kepadaku. Dia juga sudah berjanji untuk tidak ikut campur. Kau tau kan Hafa, apa yang akan terjadi dengan Perusahaan LF jika sampai anaknya gagal dalam kompetisi ini?"
"Iya, aku mengerti. Kalau aku boleh tau, putri pertama atau kedua yang akan kamu selamatkan?"
"Apa maksdumu?"
"Bukankah ada dua putri dari perusahaan tersebut yang mengikuti kompetisi?"
"Apa?! Benarkah? Apa kau bisa beri aku copy CV nya?" pinta Abi.
"Akan segera aku siapkan di meja kerjamu. Sebaiknya sekarang kamu makan dulu."
"Kau juga duduklah, kita makan bersama."
"Tidak, itu sama sekali tidak diizinkan."
"Kanapa? Kau takut dengan bocah tua? Duduk" Abi menrik pergelangan tangan Hafa, memaksanya untuk duduk.
"Abi, mana boleh seperti ini?" Hafa merasa tidak nyaman.
"Hei, kau ini sudah aku anggap seperti kakakku sendiri. Apa salah jika seorang adik ingin makan bersama kakaknya? Lagi pula inikan rumahku. Bocah tua itu tidak punya kuasa disini."
"Hemm, kau masih saja menyebut Ketua dengan panggilan itu."
"Biarlah, itu paling sesuai dengannya."
"Terserah kamu saja. Aku tidak akan membelamu jika nanti beliau mendengar dan menarik telingamu itu" Hafa menahan tawa.
"Tidak mungkin, aku kan cucu kesayangannya."
"Baiklah, jika itu membuatmu senang" Hafa tidak mau berdebat lagi.
"Hafa" Abi menggenggam tangan Hafa dan menatapnya dengan lembut. Membuat Hafa semakin merasa tidak nyaman diperlakukan seperti itu.
"Terima kasih, kau selalu menemaniku selama ini. Mungkin aku tidak akan bertahan sampai sekarang jika tidak ada kau di sampingku."
"Ehmm, iya ... Ini sudah menjadi tugasku" Hafa menarik tangannya perlahan.
Abi segera menuju ke ruang kerjanya setelah menyelesaikan sarapannya. Abi kesana untuk melihat copy CV yang sudah di siapkan oleh Hafa. Abi mengamati foto gadis yang berada dalam CV tersebut.
"Gadis ini ..."
Abi lantas mengingat sesuatu. Kenangan masa lalunya kembali terputar di benaknya.
Sore itu Abi mengantar Naya pulang kerumahnya, menaiki motor butut kesayangan. Naya sama sekali tidak keberatan menaiki motor butut kesayangan Abi, ia justru lebih senang menaiki motor tersebut karena ia punya alasan untuk melingkarkan tangannya di pinggang Abi. Abi sama sekali tidak keberatan.
"Makasih ya Bi, lo dah antar gue sampai rumah" kata Naya dengan gaya bicaranya yang khas karena memakai kawat gigi.
"Ok, selamat istirahat. Gue balik dulu."
"Eh, besok lo jrmput gue lagi kan?"
"Lo nggak berangkat bareng bokap lo?"
"Enakan bareng lo, gue bisa merasakan udara pagi yang sehat. Kalau bokap gue, mana kasih izin buka kaca jendela. Katanya banyak polusi kendaraan."
"Gue tau, lo cuma alasan karena nggak mau berangkat bareng kakak lo kan?" tebak Abi.
"Hehehe, tau aja lo. Besok pokoknya lo jemput gue ya? Ntar bensinya gue yang beliin."
"Siap bos, sering-sering aja lo nebeng. Gue jadi ngirit uang bensin."
"Yaudah, kalau gitu lo jadi tukang ojek langganan gue aja."
"Wah, dasar lo. Lo pikir gue tukang ojek."
Mereka tertawa bersama, Abi pun mengacak-acak gemas puncak kepala Naya.
"Ok, gue pulang ya?" kata Abi hendak menghidupkan mesin motornya.
Butuh tenaga ekstra untuk menggenjot motornya agar mesin mau menyala. Maklum motor tua.
Sebelum Abi berhasil menyalakan motornya, sebuah mobil warna merah berhenti di depannya. Rupanya Fisa dan teman satu gengnya.
"Wow, lihat ini. Si itik buruk rupa dengan cowoknya yang buluk. Cocok banget jadi pasangan Kerajaan Culun. Iyuuuh ..." ejek Fisa di ikuti tawa teman-temannya.
"Iya, bener tuh."
"Kalau gue sih nggak banget punya cowok kayak dia, tampang lumayan sih tapi ... pakai motor butut. iyuuh .... nggak level" ledek Fisa semakin menjadi.
"Kak Fisa!" protes Naya.
"Apa? itik buruk rupa emang cocok dapat yang seperti ini. Masih untung ada yang mau sama lo! Yuk gengs, kita masuk aja. Sakit mata kalau lihat mereka lama-lama."
"Kak Fisa keterlaluan!" pekik Naya terhadap kakaknya yang sudah masuk ke dalam rumah.
"Sudah, biarin. Nggak usah ditanggapi. Lagipula gue emang pakai motor butut. Gue nggak pantes ada disini."
"Bi, gue nggak pernah masalahin itu."
"Nay, mungkin kalau kau seperti kakak lo dan punya temen-temen keren seperti kakak lo. Lo nggak bakal mau temenan sama cowok seperti gue."
"Lo kok gitu ngomongnya? Gue nggak pernah mandang lo dari apa yang lo punya. Bagi gue lo itu sempurna."
Klek!
"Naya! Cepat masuk. Ngapain lama-lama diluar? Kakak kamu sampai malu. Seharusnya kamu itu cari teman seperti kakakmu itu."
"Nay, udah sana lo masuk. Ntar lo tambah krna marah."
"Tapi, Bi?"
"Udah buruan. Gue nggak apa-apa."
"Naya, cepat masuk!" perintah Vera.
Abi mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras mengingat kejadian lima tahun silam. Penghinaan waktu itu masih terekam jelas di ingatannya.
Apa hubungan sebenarnya Hafa dan Abi? Ada apa? Kenapa Abi begitu dekat dengannya? Apa yang sudah Hafa lakukan untuk Abi? Hemm ternyata Abi punya dendam kepada Fisa.