Brakkk!
Abi tiba-tiba memukul meja, membuat Hafa yang sedang tekun membaca salinan presentasi untuk meeting dengan klien seketika terperanjat.
"Ada apa?" tanya Hafa.
Tatapan Abi tajam ke arah lembaran CV yang ada di atas meja kerjanya.
"Kamu mengenal gadis ini?" tanya Hafa hati-hati.
"Dia, orang yang pernah menghinaku di masa lalu" kata Abi dengan nada datar.
Hafa mengusap punggung Abi, ia tidak berkata lagi. Hanya berada di dekat Abi. Membiarkan rmosinya mereda.
"Kau tau, aku sangat ingin membantu Naya. Tapi jika melihat kakaknya ini, membuatku tidak tahan. Sikapnya yang angkuh dan maha berkuasa membuatku muak!"
"Kendalikan emosimu. Suatu saat nanti kesombongannya sendiri yang akan memberinya pelajaran hidup. Membawanya kedalam jurang kehancuran."
"Kau benar, Hafa. Terima kasih, kau selalu bisa meredakan kemarahanku."
Abi tiba-tiba menarik Hafa lebih dekat, lalu memeluk pinggang Hafa yang berdiri di samping kursinya, sementara Abi dalam posisi masih duduk di kursi kerjannya.
"Biarkan aku seperti ini untuk sesaat" pinta Abi.
Hafa hanya mampu berdiri mematung di posisinya tanpa melawan. Hafa mengerti, jika selama beberapa tahun terakhir hanya dirinyalah yang selalu menemani Abi. Abi hanya butuh seseorang yang mampu mengerti dirinya.
Abi melepas pelukannya, setelah dapat mengendalikan emosinya. Abi kemudian memutar kursinya dan beranjak dari tempat tersebut.
"Hafa, bantu aku untuk bersiap. Dimana baju-baju yang aku pesan untuk kau persiapkan waktu itu?" kata Abi.
"Semua ada di dalam fitting room kamu, lemari berwarna coklat. Biar aku temankan kamu untuk bersiap."
Hafa dan Abi menuju fitting room yang ada di dalam kamarnya. Ruang kamar Abi cukup besar. Bahkan ruang kerja Abi mempunyai pintu akses langsung ke kamarnya. Di dalam kamar Abi juga ada fitting room, studio photo sebagai ruang hobinya, ruang fitness, kamar mandi luas lengkap dengan bathup yang mengarah langsung ke luar jendela dengan pemandangan lapangan golf. Semua ruang tersebut dapat diakses langsung dari ruang utama yang merupakan tempat tidur Abi. Abi memang sangat suka Privasi.
Hafa membuka lemari berwarna coklat yang didalamnya terdapat pakaian dengan gaya santai, lebih terlihat sederhana. Berbagai jenis kemeja bermotif, jaket, celana pendek bahan kain, jeans, topi, kaca mata, jam tangan, aksesoris seperti gelang. Abi bisa mengubah gayanya dengan sesuka hati sesuai seleranya. Gaya yang ia suka tapi sulit untuk ia kenakan karena kakeknya selalu mengajarkan Abi untuk mengenakan pakaian formal.
Hafa membantu Abi mengenakan kaos oblong berwarna putih, mengenakan celana jeans biru gelap, jaket bermotif sebagai luaran, mengenakan sepatu kets putih, kaca mata dan tas ransel di punggung.
"Bagaimana?" Abi minta pendapat.
"Ermm, rambutmu tidak boleh dibiarkan rapi. Harus natural." Hafa mengacak-acak rambut Abi, lalu merapikannya menggunakan jari jemarinya. Menurunkan rambut bagian depan agar menutupi dahinya.
"Rambutmu harus berbeda dari gayamu yang sebelumnya. Siap. Lihatlah ke cermin" kata Hafa.
Abi memandang penampilannya di cermin. Dia terlihat sangat berbeda. Lebih nampak segar sekarang.
"Ah, satu lagi aku tambahkan tahi lalat di sudut bawah mata kirimu ya? Tapi kamu harus mengingatnya. Hapus saat kau menjadi Abi."
"Siap."
"Ini ponsel dan dompetmu. Aku tidak memasukkan kartu kredit di dompet ini. Kamu yang sekarang tidak boleh terlihat kaya."
"Kau benar. Ok, aku siap Memainkan Peran."
"Kamu yakkn mau melakukan ini?"
"Tentu. Hanya ini cara agar aku bisa membantunya."
"Baiklah, hati-hati memainkan peranmu."
"Ok."
"Aku akan mengantarmu, kamu bisa hubungi aku jika memerlukan sesuatu."
"Kalau begitu kau harus selalu siap."
"Itu pasti."
***
Naya terlihat tak bersemangat, ia lebih banyak melamun saat menunggu di studio photo. Naya masih memikirkan kejadian semalam. Bayangan Abi yang nampak acuh kepadanya membuat Naya terluka. Naya berharap besar saat bisa bertemu Abi, tapi kenyataannya Abi justru tak mengenalnya. Apakah mungkin, Abi yang dulu sangat baik terhadap Naya, bahkan Naya pernah ikut berperan memberikan kenangan semasa remaja dulu mampu dengan mudah dilupakan. Padahal hari-hari remaja mereka selalu di lewati bersama. Banyak kenangan yang telah terukir. Kenyataannya Naya masih belum bisa melupakan Abi, bahkan ingatan tentang kenangan bersama mereka semakin melekat kuat di benaknya.
"Semuanya bersiap, tiga puluh menit lagi kalian akan mulai untuk pemotretan. Ingat, gunakan kesempatan kalian sebaik-baiknya. Jangan sampai kalian membiarkan diri kalian sendiri yang mendorong masuk ke dalam pintu eliminasi" kata Kak Ana memberika. Pengarahan.
"Siap kak."
Ana nampak melihat ke arah Naya, ia sedikit khawatir dengan Naya yang hari ini nampak tidak seperti biasanya yang selalu bersemangat. Kak Ana berjalan mendekatinya.
"Naya, bisa bicara sebentar?" pintanya.
"Ah, iya kak. Ada apa?" kata Naya gelagapan.
"Kamu kenapa? Apa ada sesuatu? Kamu kurang sehat?" tanyanya hati-hati.
"Maaf kak, aku terlihat kurang fokus ya? Aku akan segera memperbaikinya."
"Tidak apa-apa. Santai saja. Kamu bisa cerita kalau kamu mau. Mungkin kamu akan merasa lebih baik."
"Terima kasih, kak Ana. Aku ... hanya merindukan papaku."
"Kamu bisa menghubunginya."
"Ehmm, tidak kak. Papaku sedang koma di rumah sakit."
"Maaf, aku tidak tau. Erm, bagaimana kalau akhir pekan ini kamu mengunjunginya?"
"Memangnya boleh?"
"Kalian bebas setiap akhir pekan. Kalian bisa pulang kerumah atau mengunjungi tempat yang kalian mau."
"Terima kasih kak. Akhir pekan ini aku mau mengunjungi papa."
"Ya, semoga papamu lekas sembuh ya? Sekarang kamu harus semangat. Fokuslah, jangan biarkan masalahmu mengganggu kompetisi mu ini. Kamu pasti bisa" kata kak Ana memberikan dukungan.
"Iya, kak."
"Baiklah, aku pergi dulu ya. Semoga berhasil."
Mengetahui akhir pekan adalah hari bebas untuknya, membuat Naya mendapat sedikit energi untuk bertahan hari ini. Naya merasa apa yang dikatakan oleh kak Ana adalah benar. Dia harus fokus pada tujuannya saat berada dalam kompetisi.
Para peserta kompetisi mulai mempersiapkan dirinya untuk melakukan pemotretan dengan berbagai pose dalam waktu dua puluh detik.
Sepuluh menit sebelum pemotretan dimulai beberapa orang baru memasuki ruangan pemotretan tersebut kelompok itu kemudian mengambil perhatian semua peserta.
"Semuanya berkumpul sebentar. Akan ada beberapa pengumuman yang harus kalian ketahui" ucapa kak Ana.
Para peserta segera berkumpul untuk mendengarkan pengumuman. Kak Ana kemudian mempersilakan bos Vano untuk menyampaikan pengumuman nya.
"Selamat pagi semuanya, hari ini saya akan memberitahukan kepada kalain bahwa akan ada fotografer baru yang bertugas untuk mengambil gambar kalian. Perkenalkan, ini fotografer yang akan bekerjasama dengan kalian selama kompetisi ini berlangsung" bos Vano memberikan kesempatan kepada sang fotografer untuk memperkenalkan diri.
"Hallo semua, saya Adijaya Pratama. Kalian bisa panggil saya Adi." kata pria dengan tatanan rambut berponi dan memakai kaca mata berframe kotak.
Senyum iklan pasta gigi menghiasi wajahnya, memamerkan sederet gigi putihnya. Pria berpenampilan santai dengan gaya yang lugu. Sederhana, tapi tetap menarik jika melihatnya dari sisi yang berbeda.
Naya yang tadi kurang memperhatikan langsung mencari sumber suara tersebut. Suara yang sangat familiar di telinganya. Suara yang selalu ia rindukan. Sekaligus suara yang semalam menghancurkan semua harapannya.
Naya terpaku pada orang yang memperkenalkan dirinya dengan nama Adi.
Ah, siapakah dia? Apakah karakter ini yang nantinya akan berperan penting?
Untuk lihat visualnya Adi, bisa cek di fb Pena_aQuina, yes?