Abi terus memandangi layar ponselnya tanpa berkedip. Hafa cukup heran melihat Abi terdiam lama dalam posisi yang sama. Maka Hafa menegurnya.
"Ada apa? Apa ada yang salah?" tanya Hafa.
"Bukan apa-apa. Ayo pulang."
"Sebaiknya kamu menghubungi ketua terlebih dulu."
"Bisa aku lakukan nanti di perjalanan" ucapnya dengan nada datar.
"Baiklah. Tapi ada apa? Kenapa kamu ingin cepat pulang? Apa telah terjadi sesuatu?" tanya Hafa heran.
Abi diam, ia tidak menjawab pertanyaan Hafa. Abi sudah melangkahkan kakinya keluar dari restoran dan menuju depan restoran untuk menunggu mobilnya. Hafa pun kemudian tidak bertanya lagi. Jika Abi hanya diam saat Hafa melontarkan pertanyaan, maka itu berarti Abi sedang tidak mau menjawabnya. Hafa dengan patuh mengekori langkah Abi.
Sesampainya di rumah, Abi segera berganti pakaian. Ia kembali menggunakan identitas Adi karena Abi berniat untuk menemui Naya. Ternyata idenya untuk menggunakan identitas baru membuatnya merasa lebih nyaman saat berinteraksi dengan Naya. Rasa was-was Abi berkurang karena ia tidak perlu khawatir akan dikenali oleh orang-orang tertentu.
Abi meraih ponselnya dan segera mengirim pesan singkat kepada Naya. Abi bergegas untuk menemuinya.
Sementara itu di asrama, Naya terlonjak dari duduknya saat membaca pesan singkat dari Adi.
"[Aku ada sedikit waktu. Tunggu Aku di depan Asrama.]" Isi pesan dari Adi.
Naya lalu membereskan pekerjaannya, merapikan beberapa buku catatan dan majalah fashion yang berantakan di atas tempat tidurnya. Naya menurun anak tangga dengan semangat.
Akhirnya gue mempunyai kesempatan untuk mengklarifikasi pertanyaan yang ada di dalam benak gue. Gue nggak sabar untuk mengetahui jika Adi itu adalah orang yang sama, yaitu Abi. Batin Naya di dalam hati.
Naya menuju ke tempat khusus untuk menerima tamu. Duduk menunggu di salah satu sofa yang tersedia di ruangan tersebut. Cukup lama Naya menunggu tapi Adi tidak kunjung tiba.
Waktu untuk berkunjung sebentar lagi habis, tapi kenapa Adi belum juga datang? Bukankah tadi dia menyuruh gue untuk menunggu di depan Asrama? Erm, apa sebaiknya gue menghubunginya dan bertanya? Tapi nanti gue dikira tidak sabaran. Apakah sopan jika gue bersikap seperti itu kepada orang yang baru aku kenal? Hah, sebaiknya gue tunggu saja.
Naya melihat ke arah pintu, tapi tidak ada sesiapa yang membukannya. Naya lalu mengganti saluran televisi yang ada di ruangan tersebut. Naya sampai jenuh menunggu. Naya lalu melihat layar ponselnya. Baru saja Naya memberanikan diri untuk menghubungi Adi. Rupanya ia telah menghubungi Naya lebih dulu.
"Halo?" ucap Naya saat mengangkat panggilan.
"[Naya, maaf. Aku tidak bisa datang menemui kamu sekarang. Ada urusan mendadak yabg tifak bisa ku abaikan. Maaf ya?]" kata Adi di ujung panggilan.
Naya mebghela nafas. Ada sedikit kekecewaan di hati Naya.
"Ok, tidak apa-apa. Lain waktu kita masih bisa bertemu."
"[Terima kasih. Aku pikir kamu akan marah.]"
"Hemm, itu bukan hakku. Setidaknya kamu sudah berusaha menemuiku hari ini."
"[Baiklah. Kalau begitu aku akhiri sekarang. Selamat istirahat.]"
"Ya, selamat istirahat juga untukmu."
Naya menutup ponselnya, kembali menaiki tangga menuju kamarnya. Ia nampak tidak bersemangat. Rupanya belum saatnya Naya tau yang sebenarnya.
Pagi harinya, para peserta lain sudah meninggalkan Asrama sejak awal. Hanya Naya yang keluar dari Asrama agak siang, sebab dia sengaja menyesuaikan jam. Naya ingin membesuk Papanya di Rumah Sakit.
Naya melihat ke pintu kamar peserta di sekitar kamarnya, semua sudah terkunci. Berarti benar mereka sudah keluar dari Asrama. Yah, mungkin mereka juga jenuh berada di dalam asrama terus menerus. Naya jadi penasaran, apakah kakaknya juga sudah pergi? Naya laku menuju kamar Fisa. Naya memberanikan diri memegang handle pintu dan ingin membukanya.
Klek!
Pintunya terkunci. Batin Naya.
"Ada apa? Kamu mencari nona Fisa?" tanya salah seorang petugas kebersihan di asrama yang kebetulan sedang lewat.
"I-iya" kata Naya yang gugup karena tertangkap basah.
"Nona Fisa sudah pergi pagi hari buta. Ada mobil mewah yang menjemputnya. Kebetulan tadi saya melihatnya saat datang kemari."
Mobil mewah? Siapa yang jemput Fisa? Apa mungkin mama? Tapi kemarin Fisa menyuruh gue untuk tidak pulang ke rumah, karena dia tidak ingin mama rau kalau akhir pekan ini hari bebas bagi kami. Semoga Fisa tidak melakukan hal yang aneh-aneh. Kata Winda dalam hati.
"Owh, begitu. Ermm, terima kasih. Kalau begitu saya juga mau pergi."
"Ya, Non. Hati-hati. Selamat bersenang-senang" kata petugas tersebut ramah.
Naya hanya mengangguk dan menunjukkan senyum manisnya. Naya berjalan sambil memesan taksi online dari ponselnya. Ia berdiri di depan Asrama sambil menunggu taksi pesanannya.
"Pagi" sapa seseorang dengan ramah.
Naya mengalihkan perhatian dari ponselnya. Naya segera menoleh ke arah sumber suara.
"Adi?" ucap Naya.
Entah mengapa Naya merasa senang bisa bertemu dengan Adi. Mungkin ia datang pagi ini untuk mengganti janjinya semalam. Naya senang, akhirnya ia bisa menanyakan hal yang mengganjal dalam pikirannya kepada Adi.
"Ya, ini aku."
"Kamu datang untuk menemuiku?"
"Ya. Maaf untuk semalam."
"Tidak apa-apa. Aku tau kamu orang yang sibuk."
Adi hanya menunjukkan semyum iklan pasta giginya. Terlihat imut saat dia seperti itu.
"Kamu sepertinya akan pergi?"
"Ehm, Ya. Aku mau mengunjungi papa."
"Acara keluarga?"
"Tidak, aku mengunjungi papa di Rumah Sakit. Beliau sedang di rawat."
"Ah, maaf. Aku tidak tau. Apa aku boleh ikut denganmu? Kita bisa sekalian mengobrol."
"Hemm, baiklah. Itu ide bagus. Ayo."
Ah syukurlah dia ikut. Nanti gue bisa bertanya padanya. Gue harus mengupas identitasnya. Gue yakin, dia adalah Abi.
"Kalau begitu, biar aku pesan taksi online" kata Adi seraya mengambil ponselnya dari saku celananya.
"Tidak perlu. Aku sudah memesanya. Aku rasa sebentar lagi datang" kata Naya. Tidak lama kemudian taksi pesanan Naya tiba. "Ini taksi yang q pesan. Plat nomornya sama seperti di aplikasi. Baiklah, ayo kita naik" ajak Naya.
"Ok."
Saat Naya duduk bersebelahan dengan Adi, ia terus meneliti tiap ukiran wajah Adi. Sangat mirip dengan Abi. Naya terus mengamati diam-diam. Ternyata Adi sadar jika terus di tatap oleh Naya.
"Kenapa? Apa ada yang salah di wajahku?" tanya Adi menangkap basah Naya.
Naya menjadi salah tingkah mendengar pertanyaan Adi.
Sual, rupanya dia menyadari jika terus gue tatap. Apa sebaiknya gue tanya langsung aja? Batin Naya. Ia lalu bertanya.
"Adi, kenapa kau begitu mirip dengan Abimanyu Mahardika. Apa kalian orang yang sama?" tanya Naya terus terang.
Adi nampak kaget mendengar pertanyaan Naya. Bibir Adi bergetar, Adi menatap Naya dengan tak tenang. Laku Adi kembali menunjukkan senyum ala pasta giginya.
Hemm, apakah Naya nanti akan tau? Atau Bagaimana reaksi Naya kalau mengetahui rahasia Abi?