Cinta..
Siapa yang tidak pernah jatuh cinta ?
Tentu saja, aku pun pernah jatuh cinta. Tidak, bukan hanya pernah, rasa itu masih sangat membekas. Aku nyaris tidak pernah melewati sehari pun tanpa merindukannya; memikirkannya ketika pagi menjelang dan membayangkan wajahnya yang tersenyum sebelum sayup-sayup tertidur di malam hari.
Seperti itu aku menjalani hari-hariku. Setiap hari mencintai, setiap hari patah hati. Setiap hari mencoba melupakan, tapi semakin merindukan. Setiap hari berusaha mengikhlaskan, tapi semakin sulit melepaskan, apalagi merelakan.
Seperti itu aku bertahan setiap hari. Bagiku, setiap hari adalah pertarungan yang berat. Sesekali aku ingin mengakhirinya, tapi aku selalu memilih hidup sehari lebih lama, mencintai sehari lebih lama, dan terus mengulang kebiasaan itu di hari berikutnya.
Sekeras itu aku berjuang setiap hari, tapi mereka dengan mudahnya menyimpulkan segalanya berdasarkan perspektif mereka yang dangkal; aku menunggu orang yang sempurna. Tentu saja itu keliru, tapi mereka memilih menyakini itu.
Sulit jatuh cinta bukan berarti tidak bisa jatuh cinta. Aku tidak sedingin itu, bahkan mungkin sedikit melankolist. Bersikap tertutup dan berusaha mengatasi masalah seorang diri, aku hanya nyaman seperti itu.
Begitupun cinta, aku memilih diam dan membenamkan perasaan kacau itu sedalam-dalamnya, sehingga tidak seorangpun menyadari itu. Mengungkapkan cinta tidak selalu menjadi pilihan terbaik. Seringkali, pengakuan tanpa pertimbangan malah menjauhkan kita dari seseorang yang kita cintai. Jika kejujuran lebih melegakan, jujur saja tanpa ekspektasi apapun sehingga tidak akan terlalu menyakitkan.
Cinta bukan sesuatu yang mudah diatasi. Aku tahu bagaimana rasanya mencintai tanpa keberanian untuk jujur dan berlarut-larut dengan rasa yang sama pada orang yang sama. Jadi, hal yang paling aku takuti adalah dicintai karena pada akhirnya aku akan mengecewakan seseorang lagi.
Meski tidak ingin mengecewakan siapapun dengan bertindak angkuh, aku tahu itu mustahil. Tidak pernah ada negosiasi antara hati dan hati. Manusia tidak bisa mengubah hati dan menempuh jalan bunga sambil meraih tangan seseorang yang memberikan cinta untuknya ketika tidak dapat memberikan balasan yang setara.
Ironis. Manusia seringkali bertindak bodoh dengan mengabaikan cinta seseorang demi memenangkan hati orang lain yang belum tentu mengharapkannya. Aku pun tidak luput dari kebodohan itu.
Adakalanya, hati tidak goyah dengan mudah. Meski telah menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas dan rutinitas, aku masih tidak bisa melepaskan diri dari jeratan itu. Meski telah mencoba mengalihkan perhatian pada penelitian, tenggelam dalam berbagai kegiatan kampus dan off-campus, tapi cinta masih mengusik ketenangan hidup dan semakin liar merusak kewarasanku.
Ketika cinta semakin bergejolak dan meluap memenuhi hati, aku tidak bisa memberitahu siapapun. Tidak ada yang dapat kuandalkan, baik keluarga atau NoNa Squad. Aku tidak bisa memprediksi reaksi mereka; mungkin saja menghalangi atau mendukung. Harga diriku juga tidak mengizinkan mereka terlibat karena aku tidak bisa menerima cinta tanpa kemurnian.
Jatuh cinta pada seseorang yang mereka kenal dengan baik, mungkin hubungan itu akan mendapat dukungan penuh. Tapi, aku juga takut perasaanku akan menghancurkan hubungan keluarga yang terjalin harmonis. Jadi, aku memilih diam dan merahasiakannya.
Tanpa tahu apapun, sesekali orangtuaku dengan santai menyebut namanya. Seketika pertahananku hampir goyah, kerinduan yang berkecamuk dalam diriku hampir saja meluap keluar.
Aku tidak tahu sejak kapan semua bermula, mungkin saja sejak awal. Perasaan nyaman karena terbiasa bersama dan menerima perlakuan baik. Awalnya, aku hanya terbiasa, kemudian berubah menjadi sesuatu yang tidak biasa. Semua semakin jelas setelah kepergiaannya, ada sesuatu yang hilang dalam diriku. Aku merasa hampa tanpa alasan, seperti kehilangan sesuatu yang teramat berharga dari diriku.
Kenyamanan seorang adik yang selalu mengandalkan kakak laki-lakinya, sungguh penyamaran yang sempurna. Bahkan, aku tertipu oleh diriku sendiri, tertipu untuk waktu yang lama. Sebelumnya, aku tidak pernah berpikir bahwa dia adalah laki-laki yang aku cintai dengan segenap hati, laki-laki yang akan kutunggu sepanjang hidupku.
Semua kenangan bersamanya menjeratku tanpa ampun, menghadirkan keambiguan dalam menafsirkan realita dan harapan, lalu berubah menjadi kompleksitas yang menjalar liar dan merusak logika.
Satu hal yang paling menyebalkan adalah ketika kita memahami orang lain dengan baik, tapi tidak memahami diri sendiri. Selain diriku, aku juga tidak dapat memprediksi seseorang yang selalu meluluhlantakkan pertahananku. Aku tidak pernah bisa mengerti jalan pikirannya, apalagi perasaannya sekeras apapun aku mencoba. Dia sungguh di luar jangkauan.
🍁🍁🍁