Tante Lusi kembali dengan nampan berisi makanan dan beberapa kapsul. Aku mencicipi makanan dan minum vitamin B kompleks sesuai permintaan Ryan.
Meski mengkonsumsi obat atau vitamin bertentangan dengan ideologiku sebagai seorang chemist.
Ba'da ashar, ayah dan Om Sofyan pulang bersama kedua adik kembarku. Saat itu kondisiku telah membaik, bahkan bisa berlari sehingga semua akan baik-baik saja.
Aku tersenyum dalam hening, meladeni tingkah nakal si kembar yang terkadang menyebalkan. Mereka memang selalu berisik ketika di rumah, tapi akan berubah menjadi super-cool saat berada di lingkungan pergaulannya.
Satu jam kemudian, bunda juga kembali dari rumah sakit. Aku melirik Tante Lusi untuk memastikan agar tidak mengatakan apapun, dan ia mengisyaratkan "tidak perlu khawatir". Aku menarik napas lega karena ia bukan orang yang ingkar janji.
🍁🍁🍁
Tahlil diadakan sekitar pukul 3, tapi sebagian orang tiba lebih cepat. Untuk mengantisipasi itu, aku meminta anggota NoNa Squad datang lebih awal.
Mereka tiba sekitar pukul 12; tapi urung menghampiriku karena menyadari kehadiran Ryan yang tengah terlibat percakapan bersama si kembar.
Aku melihat mereka mengobrol di antara kesibukan membenahi beberapa makanan dan minuman untuk dihidangkan kepada tamu yang datang lebih awal.
Anggota NoNa Squad telah menjadi sahabatku sejak TK, tapi sama sekali tidak peka. Mereka masih saja berpikir bahwa Ryan adalah sepupu kandungku. Seandainya mereka sedikit lebih pengertian dan membaca suasana dengan baik, semua akan berjalan lebih mudah.
NoNa Squad dan Ryan beserta bocah kembar menghampiriku usai obrolan singkat berlangsung. Aku memberikan nampan kue dan minuman kepada mereka untuk diberikan kepada tamu; mereka membagikannya, lalu kembali.
"Kata bunda, Bang Reza dan keluarganya juga datang", ucap Ghina.
Mata mereka saling beradu, lalu tersenyum beberapa detik kemudian. Mereka akan menjadi benar-benar jahat dalam hal ini, sama sekali tidak berperasaan. Aku memandangi mereka dalam diam sembari menahan kesal.
"Dasar gak pengertian", ketusku dalam hati.
Sebenarnya, aku tengah kesal karena mereka sama sekali tidak memahami situasi yang aku alami.
"Reza Pratama, Aliyah's cousin ?", tanya Ryan.
Ryan melihat ke arahku, sponstan aku menggeleng dengan tegas. Lalu, dia tersenyum dan mengangguk pelan.
Tanpa alasan aku ikut tersenyum melihatnya tersenyum. Sesuatu yang sulit dijelaskan; meski dia tidak peduli, aku hanya tidak ingin disalahpahami.
Benar, saudara kandung dan teman terdekat lebih dari sekedar mampu menghancurkanmu; merusak kisah cinta yang bahkan tidak berwujud sejak awal.
Kisah cinta sepihak yang seakan memiliki secercah harapan untuk menjadi nyata. Miris, itu adalah kebohongan yang aku ciptakan sendiri sebagai hiburan bahwa aku tidak jatuh seorang diri.
🍁🍁🍁
Menjelang pukul 2 siang makin banyak tamu berdatangan, ustadz dan anak yatim-piatu pun sudah hadir. Disusul dengan kehadiran teman bunda, dr. Farah dan anaknya, Reza Pratama Harun.
Senyum sumringah bunda menjelaskan segalanya sejak awal kedatangan Reza. Gambaran menantu idaman yang tidak akan dilewatkannya. Anggota NoNa Squad juga membuat kehebohan yang tidak diperlukan ketika Reza menghampiri kami.
Reza agak kaget melihat Ryan, lalu menjabat tangannya. Mereka pernah menjadi teman sebangku ketika kelas 3 SMP; saat itu Reza baru pindah dari Bekasi. Dia melanjutkan SMA di Banda Aceh, lalu meneruskan kuliah kedokteran di Stanford University; hampir seluruh anggota keluarga dari pihak ibunya berprofesi sebagai dokter dan ayahnya adalah pemilik perusahaan farmasi.
Mungkin latar belakang itu yang menjadikan bunda sangat terobsesi untuk menjadikannya sebagai menantu.
Reza juga berpikir Ryan adalah sepupuku karena keluarga kami sangat dekat. Nama bunda adalah Syarifah Imani Idroes, sehingga banyak orang salah paham dan mengira bunda adalah adik kandung Om Sofyan; yang memiliki nama penuh Sayed Sofyan Idroes, padahal keduanya merupakan anak tunggal dan hanya kakek buyut mereka yang berbagi DNA yang sama. Sehingga, hubungan persaudaraan antara aku dan Ryan bukan merupakan sepupu langsung, melainkan sepupu yang terpaut empat generasi.
Hubungan kekerabatan jauh itu yang menjadikan perasaanku tersamarkan sebagai kasih sayang antara kakak-adik; tidak seorangpun mendefinisikan rasa itu sebagai cinta.
Mereka tidak pernah bertanya padaku, lalu menjabarkan segalanya berdasarkan sudut pandang mereka sendiri. Menyebalkan sekali, mereka mengaku sebagai orang-orang terdekatku, tapi sama sekali tidak tahu apa-apa; orang buta saja akan menyadari segalanya, tapi kenapa tidak dengan mereka.
🍁🍁🍁
Ketika acara dimulai, Ryan dan Reza duduk berdampingan diapit oleh dua adikku; laki-laki dan perempuan harus duduk secara terpisah.
Aku melihat mereka mengobrol beberapa saat sebelum doa dimulai. Mereka memang jahat dan tidak berperasaan, aku memilih mengabaikan mereka sebelum reaksiku terlalu kentara.
Para tamu mencicipi hidangan usai doa. Sebagian pulang lebih cepat usai makan, sebagian masih mengobrol satu sama lain.
Satu per satu meninggalkan rumah, Reza dan ibunya juga pulang menjelang pukul 5. Rumah kembali sepi, hanya anggota NoNa Squad yang tersisa dan karyawan catering yang masih berbenah.
🍁🍁🍁