Chereads / Keajaiban untuk Hati / Chapter 12 - 8. Bentuk Pengalihan

Chapter 12 - 8. Bentuk Pengalihan

Patah hati memberi andil pada penelitianku secara tidak langsung. Perasaan tersiksa itu mendorongku menyelesaikan penelitian lebih cepat dari ekspektasi. Berkat rasa sakit dan rindu yang membekas di hati, aku mencoba menemukan cara agar terbebas dari siksaan itu.

Tidak ada cara yang lebih baik selain mengalihkan semua waktu yang tersisa hanya untuk penelitian dan perampungan skripsi. Tidak ada waktu untuk memikirkan hal lain, bahkan kekecewaan itu luput dari pikiranku. Aku berhasil mengalihkan perhatian.

Setelah mendistribusikan berkas skripsi kepada pembahas dan pembimbing sidang, hari-hari berikutnya aku habiskan dengan mengurung diri di rumah dan juga menonaktifkan hp karena tidak ingin diganggu oleh siapapun.

Minggu ketiga bulan April menjadi salah satu hari yang bersejarah dalam hidupku. Aku berangkat ke kampus untuk mengikuti sidang sarjana setelah beberapa hari mengurung diri di rumah. Sebelum pergi, aku meminta doa dari ayah dan bunda untuk kelancaran sidang dan menyalami mereka. Aku tidak terlalu sering melakukan itu pada hari-hari biasa.

Aku melalui detik-detik yang terasa menegangkan sendiri di dalam ruang sidang dengan lima dosen pembahas. Sedangkan teman-temanku sudah menunggu di luar ruangan. Mereka telah menunggu dengan bunga dan selempang bertuliskan "Ara Sofia Ahmad, S.Si".

Momen menegangkan itu berlangsung hampir dua jam dengan hasil yang sesuai harapan. Aku bahagia sekaligus bersyukur, Kebahagiaanku terasa nyata karena telah melepaskan satu beban di pundak. Meski yudisium dan wisuda akan berlangsung bulan depan, aku sudah bisa merasakan momen itu di depan mata. Untung saja, aku sidang tepat waktu. Jika terlambat satu hari saja, maka aku tidak akan bisa mengikuti wisuda pada pertengahan Mei dan harus menundanya hingga Agustus nanti.

Aku pulang ke rumah dengan hati gembira. Sebelumnya, aku hampir tidak pernah sebahagia ini. Ada sesuatu yang melegakan, tiba-tiba hatiku menjadi sedikit lebih hangat. Kehangatan itu menyeruak ke seluruh permukaan, sehingga aku terus tersenyum. Perasaanku benar-benar aneh, mungkin seperti ini rasanya menjadi orang yang hangat.

"Ara, bangun, udah maghrib", ucap bunda yang baru saja pulang.

Aku setengah sadar beranjak ke kamar mandi untuk berwudhu', lalu menunaikan shalat maghrib. Aku sangat bersyukur atas segala kemudahan hingga bisa melewati hari ini dengan baik. Usai shalat, aku bergabung di ruang makan untuk makan malam; ayah dan bunda sudah lebih dulu di sana dan menungguku.

"Gimana tadi sidangnya?", tanya ayah sambil menarik kursi.

"Alhamdulillah, lancar..", jawabku sambil tersenyum tipis sembari mengambil piring.

"So, what's next?", tanya ayah lagi sambil menyendok nasi ke piringnya.

"Master degree, kerja, liburan, atau mungkin nikah ?", tandas bunda memberi beberapa pilihan untuk rencanaku ke depan.

Pernyataan bunda menghentakku, hampir saja aku menelan makananku. Bunda memang yang terbaik dalam menjalankan misinya, tidak seharipun berlalu tanpa mengungkit masalah pernikahan. Padahal itu adalah topik yang paling membosankan di dunia.

"Maunya sih liburan dulu, boleh ?", jawabku setengah bertanya.

"Mau liburan ke mana ?", tanya ayah.

Aku belum sempat menjawab pertanyaan itu, tiba-taba bunda langsung memberikan jawaban untukku.

"KL aja, sekalian datang ke opening restoran Tante Lusi", ucap bunda.

"Ara gimana, oke ?", tanya ayah.

Jika sudah begini pilihannya hanya ada dua, setuju atau tidak ada liburan sama sekali. Meski sebenarnya, yang lebih aku butuhkan adalah ruang dan waktu untuk merenung seorang diri.

I need more me time than just a vacation, tapi mereka tidak memahami itu dan malah mengirimku pada sumber kegelisahanku.

"Em, Ara ke sana selesai wisuda", jawabku.

"Oke, nanti bunda kabari Tante Lusi", ucap bunda bersemangat.

🍁🍁🍁

Jarum jam seakan berjalan lebih cepat dari kesadaranku. Waktu melesat lebih cepat dari keinginanku, mengantarkanku kembali pada hari kelahiranku 22 tahun silam.

Ya, 22 tahun yang menakjubkan telah berlalu. Selanjutnya, aku tidak tahu takdir apa yang menantiku di masa depan.

Hari lahir tidak begitu istimewa karena keluargaku tidak menjadikan perayaan ulang tahun sebagai tradisi. Kami hanya makan bersama di luar, tidak ada ucapan atau kado. Hal ini berlaku bagi seluruh anggota keluarga. Jadi, aku telah terbiasa menganggap hari lahir sama seperti hari lainnya.

Satu alasan yang menjadikan hari lahirku menjadi sangat istimewa. Setiap tahunnya aku menerima kiriman birthday gift dari Ryan, tapi sepertinya tidak dengan tahun ini. Aku tidak mendapatkan surat, e-mail, ataupun kado.

🍁🍁🍁

Mei hadir di depan mata. Tidak terasa hari ini tiba juga, hari yang telah sangat lama kunantikan sejak pertama menjejak universitas.

Ada rasa lega yang menyelinap ke dalam hati menyambut official graduation dan seremoni kelulusan. Tetapi kelegaan itu tidak sebanding dengan perasaan lega usai keluar dari ruang sidang sarjana.

Sebelumnya aku selalu berpikir bahwa official graduation akan menjadi salah satu hari bersejarah yang membahagiakan, ternyata aku tidak sebahagia itu.

Setelah mengalaminya, rasanya tawar saja. Tidak ada yang istimewa, wisuda tidak lebih dari seremoni pelengkap yang tidak terlalu bermakna untukku. Tidak ada yang terlalu istimewa, aku tidak mengundang teman, meski beberapa dari mereka tetap datang.

Usai wisuda aku menjumpai mereka yang sudah datang dengan tulus. Mengabadikan beberapa foto bersama sebelum pergi ke studio untuk melakukan sesi foto keluarga.

Aku ingin langsung pulang usai pemotretan, tapi urung kulakukan. Bunda telah menyusun rencana makan siang bersama dan telah melakukan reservasi restoran.

Tidak ada yang keberatan dengan rencana itu, sehingga aku tidak punya pilihan selain ikut serta. Ia juga mengundang anggota NoNa Squad dan Reza Pratama Harun tanpa berkompromi denganku terlebih dahulu.

Aku tidak terlalu suka kedekatan bunda dengan Ghina cs karena dapat membahayakan kenyamanan hidupku. Rencana-rencana mereka terlalu beragam untuk menjebakku dalam tipu daya dengan alibi "demi kebaikan".

Jika mereka telah bersama, mereka terus mengoceh padaku tentang pentingnya menjadi orang yang hangat dan membuka hati untuk sebuah hubungan.

Energiku telah terkuras habis, hari ini benar-benar melelahkan. Fisikku banyak menderita karena heel 10 cm yang aku kenakan. Tingkat toleransiku terbatas, aku masih bisa bersahabat dengan heel 5-7 cm, tapi heel 10 cm cukup sekali itu saja.

Penderitaan itu tentu sudah lebih dari cukup, aku tidak ingin jiwaku ikut menderita dengan omelan yang mereka sebut sebagai "pencerahan".

🍁🍁🍁