Chereads / Keajaiban untuk Hati / Chapter 14 - 10. Belated Birthday Gift

Chapter 14 - 10. Belated Birthday Gift

Aku kembali ke kamar yang sudah disiapkan Tante Lusi untukku. Berbaring sejenak sembari menatap langit-langit kamar, dan aku meratap dalam hati.

"Huft, apa yang aku lakukan?", batinku menyesali keputusanku menyusul Ryan ke KL.

"Tapi aku ingin memberi kesempatan untuk diri sendiri", bantahku sendiri.

Kontradiksi antara logika dan hati membuatku hanyut dalam pikiranku sendiri sampai akhirnya aku melihat Ryan berdiri di pintu kamarku yang kini setengah terbuka.

"Ara kenapa? Dari tadi melamun sampai gak dengar abang ketuk pintu?", ucap Ryan.

"Ah, gak apa-apa", jawabku setelah setengah terperanjat bangun dari tidurku.

"There's must be something in your mind", lanjutnya lagi.

Aku hanya tersenyum dan tidak merespon lagi ucapannya. Ryan juga tidak memperpanjang pertanyaannya dan membiarkanku begitu saja dengan pikiranku.

"Any way, Happy belated birthday", ucapnya sambil menyerahkan sebuah bingkisan.

Aku menemukan scarf berwarna peach di dalamnya dan kartu ucapan bertuliskan, "I wish you a happiest year ahead". Aku meletakkan hadiah itu di kamar, lalu menemuinya yang telah beranjak ke ruang depan.

Sesuai rencana, kami keluar bersama dan mendatangi beberapa lokasi yang menawarkan keindahan langit malam Kuala Lumpur. Setelah menjejaki beberapa tempat sesuai referensi darinya, kami berakhir di sebuah restoran.

Menu utama yang ditawarkan tidak menggugah selera, begitu juga dengan menu pendamping. Sebenarnya, bukan tidak menggugah tapi aku sedang tidak berminat pada makanan western. Jadi, aku hanya memesan dessert berupa ice cream dan cake, dia ikut memesan menu yang sama.

"Tadi katanya lapar, kenapa cuma pesan dessert ?", tanyaku.

"I'm just trying to copy your tastes", jawabnya.

"Em, copy as much as you can", jawabku yang ditanggapi dengan tawa.

🍁🍁🍁

Kami kembali ke rumah menjelang pukul 11. Sejak awal, Tante Lusi sudah mengingatkan tentang jam malam, sebelum pukul 12.00 malam harus sampai rumah.

"Lapar", desis kami berbarengan sesampai di depan pintu rumah.

Tanpa basa-basi, kami beralih ke ruang makan, berburu makan malam pada awal dini hari.

"Katanya mau makan di luar, kok malah makan di rumah ?", tanya Tante Lusi yang baru saja menyusul ke ruang makan.

"Tak selera, tak sedap", ucapku sambil menirukan aksen Melayu.

"Amboi, baru setengah sehari di sini udah mirip orang melayu", godanya.

Tante Lusi kembali ke ruang tengah menemani Om Sofyan yang sepertinya tengah membaca jurnal. Usai dinner, kami singgah ke ruang tengah menghampiri mereka.

"Ara, udah bisa tidur biar besok tetap fit", ucap Tante Lusi.

"Don't sleep after eating dinner, it's not good for your health", bantah Ryan.

"Let me just sleep tonight", jawabku, lalu meninggalkan mereka.

Mereka hanya tersenyum, sedang Ryan masih mengomel seperti seorang dokter mengomeli pasien. Kali ini aku tidak ingin menurutinya, tidak akan mendengarkannya. Perlahan aku menjejaki anak tangga menuju kamar, lalu merebahkan badan bersama berbagai pikiran dan rasa kantuk.

Aku menarik selimut dan mematikan lampu. Seketika terkesima dengan dekorasi langit-langit kamar yang menyerupai langit malam yang bertabur bintang.

Sesaat kemudian aku mendapat chat dari Ryan.

"Turn the lamp off when you gonna sleep", tulisnya.

"Done", balasku.

"Good night then", balasnya.

"Good night", tulisku tapi sebelum sempat menekan tombol "send", jiwaku sudah melayang meninggalkan raga bersama sayup-sayup mata yang terpejam.

Aku memang tertidur, tapi rasa yang menghantuiku selama 24/7 tidak pernah lenyap. Perasaan itu terus merayap, menyelinap, dan merasukiku setiap waktu. Semakin hari, aku semakin dilema karena dia terus-menerus membuatku bingung.

Jika aku menafsirkan setiap tindakannya, menerka-nerka berbagai kemungkinan, maka hanya ada satu jawaban; RYAN JUGA MENCINTAIKU.

Kemudian, aku menjadi ragu karena berbagai alasan. Tidak mudah membedakan antara kasih sayang dan cinta, seringkali manusia juga menjadi bias antara keyakinan dan harapan.

Selain itu, kepercayaan diri yang berlebihan juga bisa menipu dan menghancurkan. Jadi, aku tidak bisa membiarkan hidupku terus berada dalam kekacauan.

Aku memejamkan mata dengan erat dan memalingkan wajah ke arah lain. Sayup-sayup sebelum benar-benar mengalami kematian sesaat, harapan itu merayap, semoga aku menemukan diriku kembali. Semoga malam yang menyelimutiku dapat memudarkan cinta dan kerinduan yang semakin hari semakin menyiksa ini.

🍁🍁🍁