"Lan Zhan, kau apakan piyamaku?"
Wei Wuxian mengangkat atasan piyamanya yang telah robek menjadi dua bagian.
Lan Wangji yang baru selesai mandi menghampiri pemuda yang kini telah resmi menjadi kekasihnya itu dan mengecup kepalanya sayang. "Pakai baju punyaku."
Wei Wuxian memutar bola matanya, ia ingat betapa bringasnya Lan Wangji semalam, namun tak menyangka bahwa piyama kesayangannya akan menjadi korban begini.
Kaki Wei Wuxian mengarah ke lemari Wangji dan memilah-milah pakaian disana. Ia bersenandung kecil dan sesekali mencium aroma Wangji yang ada disetiap pakaian yang terlipat.
Aroma Wangji tak pernah berubah.
"Wei Ying, kau sudah selesai?"
Wei Wuxian berbalik sambil merengut.
"Lan Zhan, bajumu besar semua! Apa tidak ada yang lebih kecil?" Pemuda Wei itu menjauh dari lemari dan kembali merebahkan diri diatas kasur yang sudah bersih.
Dirinya hanya memakai bathrobe milik Wangji, bagian atas dan bawahnya tersingkap membuat Lan Wangji tak tahan untuk meliriknya.
Pemuda Lan itu membawa turtle neck berwarna hitam dan meletakannya diatas paha Wei Wuxian yang tersingkap menantang.
Ia tak mau kembali lepas kendali lagi pagi ini.
"Lan Zhan."
"Mn?"
Wei Wuxian menggigit bibirnya gugup sambil menatap wangji yang tengah mengancingkan kemeja putihnya.
"Apa kau benar-benar akan mengatakan pada paman?"
Wangji menoleh lalu menghampiri kekasihnya, ia duduk disamping Wei Wuxian dan meraih kepalanya dalam dua tangan besarnya.
"Wei Ying, apa kau ragu untuk menikah denganku?" Tanga pemuda Lan.
Wei Wuxian menggeleng cepat, "tidak! Maksudku-"
"Kau tak perlu mengkhawatirkan apapun. Cukup berada disampingku saja." Wangji mengecup kening Wei Wuxian, hingga si pemuda Wei dapat merasakan kasih sayang Wangji yang dalam tersalur kehatinya.
.
.
Wei Wuxian memasuki rumahnya hati-hati, ia mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Jiang Fengmian.
Jujur saja, jika memikirkan apa yang terjadi semalam membuatnya sangat malu, ditambah ia tak pulang semalaman.
Apa yang akan dipikirkan pama Jiang?
"Wei Ying?"
Wei Wuxian tersentak dan segera menoleh kebelakang, Lan Wangji memandangnya bingung.
"Ah? Ha ha, Lan Zhan. Ayo masuk." Ia menuntun Wangji dan menuju ke ruang keluarga. Lagi-lagi ia tak mendapati Jiang Fengmian.
Diam-diam ia menarik napas lega, semoga pamannya itu masih tidur pulas.
"A Xian?"/"mama!"
Wei Wuxian terlonjak dan memandang kearah kamarnya yang terbuka, Jiang Fengmian menghampirinya sambil menggendong Xiao Yu.
Putranya itu sudah mengangkat tangan meminta untuk digendong sang mama.
"Paman." Cicitnya pelan, ia tak berani menatap Jiang Fengmian dan lebih nemilih menenggelamkan dirinya dibahu Xiao Yu. Sepertinya anaknitu belum menyadari kehadiran sang dada.
"Tuan Jiang." Ia membungkuk hormat, Jiang Fengmian tersenyum kecil sambil menepuk bahu Wangji. "Apa kabar, Wangji?" Tanyanya.
"Aku baik."
Xiao Yu segera memutar kepalanya dan mendapati dada yang ia rindukan ada dirumahnya, "dada dicini!"
Wangji segera mengambil alih Xiao Yu dan menciumi wajahnya, "A Yu lindu dada." Anak itu malah sudah sesegukan, sudah 10 hari tak bertemu dadanya membuatbya sangat merindukan pria itu.
"Lo, A Yu kenapa menangis?" Wei Wuxian menghampiri keduanya dan mengusap ingus Xiao Yu yang meler, "dada pelgi nda bilang. A Yu lindu." Orang-orang dewasa yang mendengar itu tertawa, bahkan Wangji si manusia es pun tak bisa menahan tawanya untuk keluar
Xiao Yu itu benar-benar menggemaskan.
Seperti mamanya-eh?
"A Yu jangan menangis, dada disini sekarang." Wangji mengusap kepala anak itu lembut, menyakurkan semua kasih sayangnya untuk putra dari kekasihnya.
"Dada nda boleh pelgi lagi. Mama juga cedih dada pelgi." Weia Wuxian membekap bibir mungil Xiao Yu, "A Yu, jangan berbohong begitu." Ia mulai salah tingkah.
Wangji yang melihat itu menyingkirkan tangan Wei Wuxian, "apa mama sampai menangis?" Tanyanya yang dijawab anggukan oleh Xiao Yu.
"Lan Zhan~" Wei Wuxian merengek kesal, merasa dirindas oleh putra dan kekasihnya sendiri.
Jiang Fengmian tak bisa menahan senyumnya melihat pemandangan yang ia lihat.
Sepertinya, keputusannya mempertemukan keduanya adalah hal yang tepat.
"Wangji, aku yakin ada hal yang ingin kalian sampaikan padaku. Benarkan?"
Wei Wuxian membeku.
Ah, dirinya kembali gugup mengingat apa yang akan Wangji sampaikan.
Berbeda dengan Lan wangji yang langsung menjawab tegas, "ya, tuan."
Jiang Fengmian menggiring keduanya untuk duduk. Diam-diam ia memperhatikan bagaimana Wangji yang memperlakukan cucunya dengan begitu lembut, meski ia tau siapa ayah dari anak itu.
"Sepertinya cucuku sudah sangat menempel pada dada nya, bukan begitu A Xian?" Ia menggoda putranya yang kini telah melotot dengan pipi merah.
"Paman!"
Jiang Fengmian kembali tertawa, sudah sangat lama ia tak melihat ekspresi lepas Wei Wuxian begini.
"Jadi?" Ia mulai serius.
Wangji menatap Wei Wuxian yang meremas tangannya dalam genggaman.
"Tuan Jiang, aku akan menikahi Wei Ying."
Jiang Fengmian mengangguk, ia sudah menebak hal ini.
"Apa menurutmu ini tidak terlalu cepat? Bagaimanapun, kalian bahkan baru bertemu lagi setelah bertahun-tahun."
"Tuan Jiang, aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Dua tahun tanpa Wei Ying membuatku kehilangan arah, dua tahun sudah cukup bagiku untuk menyadari bahwa aku tidak bisa jauh dari putra anda. dan sekarang, aku ingin mengikatnya dan memastikan bahwa Wei Ying akan selalu disampingku."
Wei wuxian tak bisa menahan air matanya. Kenapa Lan Wangji bisa semanis ini?
"Mama.. hiks" Xiao Yu yang melihat air mata jatuh dari pipi sang mama malah ikut menangis, ia kembali sesegukan dan merangkak ke arah Wei Wuxian.
Jiang Fengmian dan Lan Wangji yang melihat itu panik, mereka menghampiri Wei Wuxian dan Xiao Yu yang sudah menangis sambil saling memeluk.
Adegan mengharu biru itu sudah hancur oleh tingkah mama dan anak itu.
Jiang Fengmian, menggeleng melihat pemandangan didepannya, sedang Wangji sudah bergabung dengan memeluk dua orang tersayangnya dalam dekapan hangat.
"Baiklah, kalian akan menikah 3 hari lagi."
"Apa?!"
Sudah pasti itu Wei Wuxian.
.
.
Wei Wuxian menatap pantulan dirinya dengan gugup, rambutnya sudah tersisir rapi dengan flower crown yang melingkar indah dikepalanya. Tubuhya dibalut tuxedo putih dengan aksen bunga dibagian dada.
Ini adalah hari pernikahannya dengan Lan Wangji.
Mereka menikah disebuah hotel di kota Munich.
Meski tak banyak tamu yang datang, jika dihitung mungkin tak lebih dari sepuluh orang, namun Jiang Fengmian tetap ingin menggelar pernikahan meriah untuk putranya, sebagai hadiah atas kebahagiaan yang akhirnya ditemukan oleh sang putra.
Wei Wuxian semakin gugup saat ia bertemu Lan Qiren kemarin, pria tua itu menatapnya dengan tatapan paling tak bersahabat. Tatapannya seolah menuduh bahwa ia telah mencuri putranya yang paling berharga. Pria tua itu bahkan tak mengucapkan sepatah katapun dan berlalu ke kamar hotel yang telah disiapkan bersama tiga tetua Lan lainnya.
Satu-satunya yang memberinya selamat hanya Lan Xichen, kakak Lan Wangji itu bahkan memeluknya dan mengucapkan terimakasih karena telah menerima adiknya.
Sedang dipihak Wei Wuxian sendiri, hanya dihadiri Jiang Fengmian juga kedua gege nya; Xiao Xingchen dan Song Lan, serta A Qing juga Xue Yang.
Keluarga Jiang yang lain masih belum mengetahui apapun.
Yang mereka tau, Jiang Fengmian yang sedang melakukan perjalanan bisnis dan Wei Wuxian yang menghilang entah kemana.
"A Xian, kau sudah siap?" Wei Wuxian menoleh dan menatap Jiang Fengmian yang mengulurkan tangannya.
Ia meraih tangan itu lalu menggandengnya, "paman, aku gugup." Cicitnya.
Jiang Fengmian mengelus tangan putranya untuk memberi ketenangan, "ini hari bahagiamu, A Xian, kau harus tenang, oke?"
Wei Wuxian mengangguk.
Dua orang staff membuka pintu untuk keduanya, Jiang Fengmian berjalan menggandeng sang putra menuju altar.
Disana, Lan Wangji dengan tuxedo hitam telah berdiri gagah.
Menatap mempelainya yang berjalan kearahnya.
Alunan musik mengiringi setiap langkah Wei Wuxian. Suasana haru menyelimuti weding hall mereka.
Meski, sesekali Wei Wuxian melirik ke arah kanan dimana keluarga Lan berada dan bergidik ngeri merasakan aura kelam Lan Qiren.
Pak tua itu pasti ingin membunuhku saat ini
Suara MC membuyarkan bayangan ngerinya tentang Lan Qiren yang tengah mengacungkan gergaji mesin padanya.
"Tuan Jiang akan menyerahkan putranya kepada saudara Lan Wangji."
Suara tepuk tangan menggema di ruangan yang luas itu, Lan Wangji menerima tangan Wei Wuxian dan menggenggamnya erat.
"Lan Wangji, mulai saat ini aku menyerahkan putraku padamu. Kau harus berjanji akan menjaganya dan tidak akan pernah membuatnya menangis, mengerti?"
Wangji membungkuk hormat, "saya berjanji, Tuan Jiang. Anda bisa mempercayakannya pada saya."
Lalu pria Lan itu membawa Wei Wuxian ke atas altar, saling mengucapkan janji suci dihadapan pendeta dan para tamu.
Wei Wuxian menitikan air matanya saat Wangji menyematkan cincin dijari manisnya.
Ia tak pernah menyangka, jika pada akhirnya, Lan Wangji lah yang akan menjadi Last Romeonya.
Pria yang paling sering menghukumnya, pria yang selalu memberinya tatapan menusuk, pria paling membosankan yang pernah ia temui.
Namun kini, pria itu malah menjadi orang yang paling mencintainya dan ia cintai.
Pria yang bahkan rela melakukan segalanya demi dirinya yang telah rusak.
"Para mempelai dipersilahkan untuk mencium pasangan masing-masing."
Wangji meraih tengkuk dan pinggang Wei Wuxian, tanpa ragu ia menciumnya dihadapan para tamu.
Xiao Xingchen langsung menutup mata A Qing, ia tak ingin adiknya melihat adegan dewasa itu.
Disisi lain Lan Qiren sudah hampir meledak melihat keponakan berharganya sudah jatuh telak pada manusia paling bandel yang pernah ia ajar.
"Xian gege, harusnya aku yang disana! Bukan manusia tembok itu!!"
Teriakan Xue Yang otomatis membuahkan tawa dari para staff serta para tamu. Lan Xichen tertawa kecil sambil memangku Xiao Yu. Bahkan Wei Wuxian menahan tawa disela ciumannya dengan sang suami.
.
.
Resepsi pernikahan telah berakhir beberapa jam yang lalu. Para tamu undangan berkumpul diarea lobby untuk mengantar pasangan baru itu yang akan langsung melanjutkan bulan madu kenegara Paris.
"A Xian, apa kau yakin akan membawa A Yu? Bukankah ini bulan madu kalian?" Tanya Jiang Fengmian, jika saja ia bisa tinggal lebih lama, mungkin ia lebih memilih menjaga Xiao Yu di rumah putranya.
Namun ia harus kembali besok, sebelum istri juga putranya curiga karena perjalanan bisnis yang terlalu lama.
"Tidak apa paman, aku tidak pernah mengajak A jalan-jalan. Anggap saja ini liburan pertamanya?" Ia terkekeh, Xiao Yu sudah tertidur digendongan Lan Wangji.
Anak itu kelelahan setelah bertingkah hyper dipernikahan orangtuanya.
"Kau bisa menitipkannya pada kami, A Xian." Xiao Xingchen menawarkan diri.
"Tidak perlu ge, aku sudah terlaku banyak merepotkan kalian."
"Kau bicara apa? Siapa yang merepotkan siapa?" Song Lan mencubit pipi pengantin baru itu gemas. Ia sudah lama menganggap pemuda Wei itu seperti adiknya sendiri.
Diam-diam Lan Qiren memperhatikan Xiao Yu. Anak itu sangat menggemaskan hingga mamou membuat jiwa hatersnya luluh.
Ia pikir, tuhan terlalu baik mengirimkan anak semenggemaskan Xiao Yu untuk lahir dari perut manusia bandel itu.
"Paman, bukankah A Yu menggemaskan?" Tanya Lan Xichen tiba-tiba.
Ia tersenyum kecil mendapati tatapan pamannya pada putra adik iparnya itu.
Lan Qiren hanya berdehem.
Lan Xichen menggeleng, ia menghampiri adiknya dan Wei Wuxian. "Wangji, A Xian, sekali lagi selamat. Semoga kalian selalu bahagia." Ia menepuk pundak keduanya.
"Terimakasih XiongZhan."
Mereka dua membungkuk lalu masuk kedalam mobil.
Wei Wuxian melambaikan tangannya pada mereka.
Ia lalu merebahkan kepalanya dibahu lebar Wangji, memainkan jemari Xiao Yu yang pulas digendongan Lan Wangji.
"Kau lelah?" Tanya Wangji.
Wei Wuxian mengangguk, "aku lelah sekali Lan Zhan." Rengeknya.
"Tidurlah, aku akan membangunkanmu setelah sampai bandara."
Wei Wuxian mendongak, meminta ciuman dari suaminya.
"Aku bahagia sekali hari ini." Bisiknya, "aku lebih daripada itu." Balas wangji.
Keduanya berciuman mesra di kursi kemudi.
Membiarkan dengkuran halus Xiao Yu jiga lirikan supir yang malu-malu.
Mereka tak peduli untuk sesaat. Karena kebahagiaan yang tengah mengalir dreas dalam hati mereka.
Meski, mereka tau bahwa badai bisa datang kapan saja.
Namun untuk saat ini, mereka hanya ingin merasakan musim panas yang cerah tanpa memikirkan beban apapun.
.
.
""""""""""""""""""
Omake
Jin Jixuan tengah mendorong troli belanjanya. Ia berkelilinh disupermarket untuk mencari bahan untuk membuat sup akar teratai.
Cukup sulit memang mencari bahan makanan seperti itu disini, bahkan ia harus mencari supermarket paling besar dan paling lengkal hanya untuk menemukan bahan yang ia cari.
Ini akibat dirinya yang tiba-tiba ingin makan sup akar teratai setelah melakukan panggilan video dengan isrrinya.
Jiang Yanli memperlihatkan sup akar teratai yang begitu menggugah.
Ia jadi merindukan keluarganya, terutama sang putra, Jin Ling.
Saat ini ia sedang dalam perjalanan bisnis di kota Paris. Ia tengah menangani proyek besar perusahaannya yang bekerja sama dengan salah satu perusahaan multinasional di Perancis.
Jin Jixuan tersenyum lebar ketika menemukan etalase berisi akar teratai dan tanpa ragu memasukannya kedalam troli.
"Mama.."
Sebuah suara menghentikan kegiatannya. Ia memutar tubuhnya dan menemukan seorang bocah yang hampir menangis.
Anak itu kira-kira berusia satu tahun, dengan mantel bertelinga kucing yang membalut tubuh itu.
Jin Jixuan mengedarkan pandangannya berharap menemukan seseorang yang bertanggung jawab atas anak itu.
Namun ia tak menemukan siapapun.
Ia menghampiri anak itu dan berjongkok, namun setelah dilihat lebih dekat, ia malah terkejut.
Jin Jixuan seolah melihat pantulan dirinya ketika kecil dulu.
Dari yang ia ingat di album foto, anak ini persis seperti gambaran dirinya versi anak-anak.
Tangannya bergetar, ia meraih bahu anak itu. "Nak, dimana orangtuamu?" Tanyanya lembut
Ia berusaha bersikap normal meski hatinya bertalu tanpa alasan.
"Shishu, mama.. dada, hiks" anak itu sudah terisak. Jin Jixuan tanpa sadar memeluk anak itu dan menggendongnya, ia membawanya disebelah tangan dan tangan lainnya mendorong troli.
"Sshh, jangan menangis. Shishu akan mencarikan mama dan dadamu." Sesekali ia mengusap pipi anak itu.
Entah kenapa, tapi ia merasa kehangatan yang sangat ia rindukan. Meaki, ia tak mengerti darimana perasaan itu berasal.
"Siapa namami?"
"A Yu. Ciao Yu." Jawabnya cadel.
"Nah, A Yu. Apa kau mau sesuatu? Shishu akan membelikanmu sambil mencari mama dan dada." Ia menatap anak itu lembut.
Namun Xiao Yu menggeleng. "Mama bilang nda boyeh ambil dali sembalang olang."
Jin Jixuan tertawa mendengar itu, kenapa anak ini sangat pintar?
"Xiao Yu!"
Tiba-tiba terdengar panggilan yang agak jauh. Xiao Yu yang mendengar itu segera menggeliat, ingin melepaskan diri dari gendongan Jin Jixuan.
Pria Jin itu kewalahan karena berat tubuh anak itu. Ia segera menurunkan Xiao Yu dan melihat anak itu berlari kearah suara yang memanggilnya.
Ia berpikir, seperti sangat mengenal suara itu.
Tapi siapa?
"A Yu? Sayang!" Sekali lagi suara itu terdengar.
Sangat panik dan hampir menangis.
"Mama~" Xiao Yu menyahut, anak itu kembali menangis setelah menemukan orang yang dicarinya.
Dari jarak dua meter, diantara lalu lalang pengunjung, Jin Jixuan hampir kehilangan pijakan.
Ia merasa amat sangat terkejut.
Orang yang selama ini ia cari dan rindukan, berdiri dihadapannya.
Bersama seorang anak yang memanggilnya mama.
"Wei Ying." Bisiknya lemah.
.
.