"A Li."
Jin Jixuan tersenyum ketika wajah istrinya muncul dilayar ponsel.
Setelah beberapa saat berperang dengan batinnya, ia memutuskan untuk mengangkat panggilan istrinya itu.
"A Xuan, kemana saja? Apa kau baik-baik saja?" Tanya istrinya khawatir, sudah dua minggu lebih suaminya itu mengabaikan teleponnya, untungnya Jin Jixuan sempat mengirim beberapa pesan singkat yang mengatakan bahwa dia tengah sibuk menangani proyek sampai tak sempat sekedar menyentuh ponsel, membuat sedikit kekhawariran istrinya itu terurai.
Tanpa tau fakta sebenarnya dibalik suaminya yang menghilang.
Bagaimana lagi, Jin Jixuan terlanjur jatuh pada pesona Wei Wuxian membuatnya gagal move on meski sudah punya anak istri.
Ah, berbicara tentang puteranya yang lain ia jadi merindukannya.
"Aku baru mendapat sedikit waktu senggang. Bagaimana kabarmu?" Nadanya ia buat selembut mungkin, bagaimanapun, dua tahun membina rumah tangga dwmengan Jiang Yanli hingga menghasilkan seorang putera membuat perasaan sayang tumbuh pada wanita itu,
Meski, tak bisa menggantikan posisi Wei Wuxian yang telah merajai seluruh hatinya.
"Aku baik, tapi sejak kemarin A Ling sangat rewel."
"Hm? Kenapa? Apa A ling sakit?" Kin Jixuan bertanya khawatir.
"Untungnya tidak, mungkin dia sangat merindukanmu." Istrinya terkekeh kecil.
Jin Jixuan ikut terkekeh, "aku juga merindukan kalian. Apa A ling sudah tidur?"
"Dia baru saja tidur. Kau ingin bertemu dengannya?"
"Apa tidak apa-apa?"
"Asal kau tidak berisik."
Keduanya lantas tertawa, mengingat tingkah bayinya yang akan mengamuk dengan tangisan kencang ketika tidurnya terganggu.
Secara fisik, Jin Ling memang tak terlalu mirip dengannya, namun dilihat dari sifatnya, sepertinya ia akan menjadi Jin Jixuan generasi kedua.
Arogan dan temperamen.
Layar berganti kearah wajah Jin Ling yang tertidur pulas, tangan lentik Jiang Yanli menyentuh pipi gembul sang putera.
Jin Jixuan menyentuh layar ponselnya, membayangkan ia tengah menyentuh puteranya itu. Bibirnya mengulas senyum tipis.
"Apa itu adik?"
Baik Jin Jixuan maupun Jiang Yanli merasa terkejut dengan suara Xiao Yu yang tiba-tiba.
Jin Jixuan hampir melupakan Xiao Yu yang duduk dipangkuannya saat ini, pria itu lalu merengkuh puteranya tanpa sadar dan menciumi kedua pipinya, hatinya merasa bersalah pada Xiao Yu hanya karena masalah sepele seperti ini.
"Iya, ini adik. Lihat, bukankah dia lucu?"
Jiang Yanli merasa heran dengan suaminya, seingatnya, ia adalah tipe orang yang susah dekat dengan orang lain apalagi anak kecil,
Kecuali dengan puteranya.
"A Xuan, siapa anak tampan itu?" Wanita itu sempat tertegun, sejenak ia tampak melihat garis wajah Jin Jixuan pada anak itu,
Juga..
Mata yang dia rindukan, mata milik adiknya, Wei Wuxian, anak itu memiliki mata yang persis seperti A Xiannya.
Hatinya mencelos, ia kembali mengingat adiknya.
Dimana dia sekarang?
"Namanya Xiao Yu, dia tampan bukan?" Pria Jin mengarahkan kamera pada wajah puteranya, bocah itu membulatkan matanya lalu menampakan cengirannya.
"Hai A Yu." Wanita itu merasa gemas dengan Xiao Yu, pertama kali melihat dan hatinya sudah diremggut oleh bocah itu.
"Apa bibi pacal shishu?" Tanya anak itu, Jin Jixuan membulatkan matanya, "A Yu tau kata pacar dari mana?"
"Chen gege bilang mama itu pacalnya dada. Jadi apa shishu juga pacalnya bibi cantik ini?"
Jiang Yanli tak bisa menahan tawanya, kenapa anak itu begitu menggemaskan?
"A Xuan, apa dia putera temanmu?"
"Dia puteraku."
"Apa?"
Jiang Yanli mengendurkan senyumnya perlahan.
Apa katanya? Apa ia barusaja salah dengar?
"A Xuan...?"
"Dia putera temanku, memang apa yang kau dengar?" Jin Jixuan terkekeh, tangannya memainkan rambut Xiao Yu, sudut bibirnya terangkat samar saat melihat wajah kaget istrinya.
"Ah, sepertinya aku salah dengar."
"Istirahatlah, aku akan meneleponku lagi nanti."
Sambungan mereka terputus, Jin Jixuan meremat ponselnya.
Mungkin terdengar jahat,
Tapi, bagaimana jika ia mulai jujur pada keluarganya perihal keberadaan Xiao Yu?
Ia telah kehilangan Wei Wuxian sekali, dan sekarang..
Ia menatap Xiao Yu, puteranya dengan Wei Wuxian.
Ia memiliki alasan untuk membuat pemuda itu tinggal disampingnya.
Persetan dengan Lan Wangji, bahkan ia bisa mengesamoingkan status pernikahannya dengan Jiang Yanli.
Ia memang gak bisa meninggalkan istrinya, tapi memiliki Wei Wuxian disampingnya juga sesuatu yang dia inginkan.
Apa ia salah jika menginginkan keduanya untuknya sendiri?
Jin Jixuan menggelwngkan kepalanya, ia tersenyum sinis.
"Sepertinya licik memang sifat alami Jin."
.
.
Pengunjung cafe hari ini sangat ramai, Xiao Xingchen sampai kewalahan menghadapinya, Song Lan juga memghandle bagian pantry sehingga tak tau keadaan diluar bagaimana.
Pukup 3 sore perlahan suasana cafe mulai terkendali.
Xiao Xingchen merenggangkan tubuhnya, ia merasa sangat pegal.
"Tulang-tulangku seperri meleleh." Ia mendudukan dirinya dikursi, memukul-mukul kakinya yang kebas.
"Kau lelah?" Pemuda Xiao menoleh menatap kekasihnua yang baru keluar dari habitat.
"Aku ingin pingsan." Wajahnya merengut, "bilang pada adikmu untuk menambah pegawai, aku tak bisa menangani semuanya sendirian lagi. Pengunjungnya semakin barbar dari hari ke hari."
Song Lan terkekeh, ia mengusak kepala Xiao Xingchen, "A Xian sedang mengusahakannya, bukannya kai sendiri yang menyanggupi melakukan semuanya sendiri?"
Xiao Xingchen manyun.
Mata Song Lan mengedar, ia memcari keberadaan bocah hyper yang biasanya berlarian di sekitat cafe.
"Dimana A Yu?"
"Dari tadi dia bersama pengunjung yang disana-"
Kalimatnya mengecil diujung kalimat, rasa panik seketika memenuhi dirinya.
Pengunjung itu menghilang.
Xiao Xingchen melupakan rasa lekahnya, ia berlari mengitari seluruh cafe berharap menemukan Xiao Yu.
Namun nihil.
"Zichen, bagaimana ini? A Yu menghilang." Suaranya bergetar, matanya sudah berkaca-kaca ketika memikirkan skenario terburuk yang terjadi pada keponakannha.
"Xingchen, tenanglah. Katamu tadi dia bersama seorang pengunjung, kita kedalam dulu dan bertanya pada pengunjung lainnya."
Xiao Xingchen mengangguk, Song Lan menuntunnya kembali kedalam cafe dan mulai bertanya pada pengunjung yang tersisa.
Sebagian besar dari mereka mengatakan tidak tau, membuat keduanya frustasi, terutama Xiao Xingchen.
"Ah, apa itu pengunjung dengan mantel cokelat?"
"Benar, dia. Apa kau melihatnya membawa seorang anak keluar dari sini?"
"Ya, dia membawa seorang anak dan sepertinya pergi utara."
Seketika Xiao Xingchen kembali berlari, "xingchen, tunggu." Song Lan mengejar Xiao Xingchen yang telah berlari jauh.
Mereka menyusuri kompleks, berharap menemukan petunjuk.
Namun sampai mereka keluar gerbang kompleks mereka fak menemukan apapun.
Xiao Xingchen menghempaskan tubuhnya dibahu jalan, ia menumpu kepalanya denga kedua tangan dan mulai menangis.
"Zichen, bagaimana jika A Yu benar-benar diculik? Bagaimana dengan A Xian? Apa yang harus kukatakan padanya? A Yu masih kecil."
Song Lan berjongkok, ia juga merasa khawatir pada adik dan keponakannya. Namun ia harus berpikir jernih, ia tak boleh terpengaruh emosinya.
"Gege, sedang apa disini?"
Keduanya terkejut, mereka menemukan Wei Wuxian dan Lan Wangji yang berjalan kearah mereka.
"A Xian." Bisik Xiao Xingchen.
"Apa terjadi sesuatu?" Wangji bertanya, Song Lan menghela napas berat.
"Wangji, A Xian, A Yu menghilang."
.
.
Wei Wuxian masih menangis sesegukan, ia sempat pingsan sesaat setelah mendengar penuturan Xiao Xingchen.
Lan Wangji mencoba menenangkan isrtrinya ditengah pikiran kalutnya.
"Apa kalian sudah mengecek CCTV?" tanya Wangji.
Seolah diingatkan, Song Lan segera pergi ke arah komputer dan mengecek rekaman CCTV. "Dia orangnya." Xiao Xingchen menunjuk seorang pemuda yang tadi bersama Xiao Yu.
Wei Wuxian kembali ambruk, matanya menatap kosong kearah layar.
Ia merasa hidupnya selalu berputar di rotasi takdir yang tak pernah usai.
Hidupnya selalu dipenuhi hal mengejutkan yang menakutkan.
Wei Wuxian pernah berada dititik terendah hidupnya, ia pernah merasa hancur oleh seseorang yang pernah dia cintai,
Dan sekarang, setelah kehidupannya membaik, setelah ia bahagia bersama Lan Wangji dan puteranya, orang itu kembali datang dan membawa hal paling berharga miliknya yang lain.
"Jin Jixuan." Ia menggeram.
Bagaimana pria itu bisa menemukannya?
"Wei Ying." Wangji langsung merengkuh istrinya kedalam pelukannya, ia bisa merasakan amarah dalam diri Wei Wuxian.
Begitupun dirinya.
Matanya berkilat ketika layar komputer masih menampilkan rekaman Jin Jixuan yang tengah menciumi wajah puteranya.
Ia akan memburu pria itu jika sampai melakukan hal sembrono pada keluarganya.
"Wei Ying!" Wangji tersentak ketika Sei wuxian meloloskan diri dari pelukannya, istrinya itu berlari keluar dari rumah yang langsung disusul oleh keriga orang lainnya.
Wei Wuxian berlari tanpa arah, kepalanya dipenuhi oleh makian yang ia tujukan pada si pria Jin.
Bagaimanapun, ia harus menemukan puteranya.
Langit sudah mulai gelap, dan Wei Wuxian berlari tanpa alas kaki.
Ia tak peduli pada kerikil yang melukai telapak kakinya, baginya, puteranya adalah prioritas.
"Mama!"
Wei Wuxian menghentikan laju kakinya, napasnya memburu hebat dengan keringat yang mengucur deras.
5 meter dihadapannya Jin Jixuan berjalan kearahnya sambil menggendong Xiao Yu.
"A Xian." Pria itu tersenyum lembut kearahnya.
Didetik ini, jantung Wei Wuxian seolah telah melompat jatuh meninggalkan tubuhnya.
Ia tak bisa bergerak, melainkan terpaku kerika jaraknya dengan Jin Jixuan semakin terkikis.
.
.